Tuesday, April 12, 2016

talasemi

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Talasemi beta tersebar luas didaerah mediterania seperti Itali, Yunani, Afrika utara , Timur Tengah , India selatan , Srilanka , sampai kawasan asia tenggara. Frekuensi talasemia beta di asia tenggara adalah antara 3 – 9 dan didapat pula pada negro America, darah daerah tertentu di italia dan negara – negara mediterania frekuensi carier talasemia beta dpat mencapai 15 sampai 20%. Di tailand 20% penduduknya mempunyai 1 atau jenis lain talasemia alfa . di indonesia belum jelas , diduga sekitar 3-5% sama seperti malaysia dan singapura. Di Indonesia diperkirakan jumlah pembawa sifat talasemia sekitar 6-10% dari jumlah populasi.
Factor genetika ternyata menjadi pemicu talasemia. Temuan mengejutkan ini disampaikan tim peneliti dari lembaga biologi molekuler Eijkman setelah melakukan penelitian di Sumatera dan Nusa Tenggara.
Mendukung pendapat tersebut , ilmuwan biologi molekuler mengatakan talasemia merupakan penyakit genetic tipikal penduduk wilayah tropis seperti Sardinia , Italia , Ciprus, Mediteranian semua negara asia sampai papua Nugini.
B.     Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Thalashemia ?
2. Bagaimana Patofisiologi thalasemia ?
3. Bagaimana Pathway thalasemia ?
4. Apa saja macam thalasemia ?
5. Apakah penyebab thalasemia ?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan thalasemia ?
7. Bagaimana faktor resiko thalasemia ?

C.     Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami bertujuan untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa tentang kasus
2. Sebagai media pembelajaran mahasiswa

D. Manfaat Penulisan
·         Mengetahui pertanyaan apa saja yang didapat pada kasus tersebut.
·         Bagaimana Diagnose Keperawatan pada kasus tersebut.
·         Bagaimana Rencana Asuhan Keperawatan yang sesuai pada kasus tersebut
BAB II
TINJAUAN MATERI
A.     Gambaran umum
Thalasemia merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan penurunana sintesis rantai globin (alfa atau beta). Penurunana sintesis rantai globin ini menyebabkan penurunana sintesis hemoglobin dan dapat menyebabkan anemia mikrositik hipokromik, disebabakan oleh hemoglobinisasi eritrosit yang tidak efektif. Thalasemia dapat dibedakan menjadi anemia hipoprofilerasi, anemia hemolitik, dan anemia yang berhubungan dengan hemoglobin yang abnotmal, karean semua factor tersebut dapat berperan pada pathogenesis.
Hemoglobin dewasa normal terutama terdiri dari hemoglobin A yaitu sekitar 98% dari hemoglobin sirkulasi. Hemoglobin A di bentuk dari tetramer- 2 rantai alfa dan dua rantai beta- dan dapat dinyatakan dengan 22. Dua kopian gen  globin berlokasi pada kromosom 16 dan tidak terdapat pengganti a globin dalam pembentukan globin. Gen beta globin berada dalam kromosom 11 berdekatan dengan gen globin yang mengkode rantai globin mirip beta; yaitu rantai delta dan gama. Tretamer   membentuk hemoglobin  , yang pada dewasa normal jumlahnya sekitar 1-2%. Tetramer   membentuk hemoglobin F, dimana merupakan hgemoglobin utama pada bayi namun hanya terdapat kurang dari 1%  pada dewasa normal.
B.     Patofisiologi
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, menganduyng zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru. Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumouyk dalm organ tubuh seperti jantung dan hati (liver). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. Penumpukan zat besi  terjadi karerna penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah darai transfuse darah. Penumpukan zat besi ini , bila tidak dikeluarkan , akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh blainnya yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.
C.     Macam – macam Thalasemia :
Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :
1.      Alfa – Thalasemia ( melibatkan rantai alfa)
Alfa – thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen ). Sindrom thalasemia- a disebabkan oleh delesi pada gen a globin pada kromosom 16 ( terdapat 2 gen a globin pada tiap kromosom  16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan  gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
  1. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta thalasemia pada orang  di daerah Mediterania dan asia tenggara. Thalasemia b disebabkan oleh mutasi pada gen b globin pada sisi pendek kromosom 11.
Secara klinis, terdapat 2(dua) jenis thalasemia, yaitu :
1)      Thalasemia mayor, karena sifat – sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
2)      Thalasemia minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia , namun individu hidup normal, tanda – tanda penyakit. Thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
  1. Penyebab Thalasemia
1)      Gangguan genetic
Orangtua memiliki sifat  carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.
2)      Kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin.
3)      Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
4)      Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek kurang dari 100 hari.
5)      Deoksigenasi ( penurunan tekanan O2)
  1. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfuse darah rutin dan pemberian asan folat.
Penderita yang menjalani transfuse, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonomid), karena zat besin yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan susmsum tulang. Terapi genetic masih dalam tahap penelitian. Thalassemia menurut para ahli belum ada obatnya, tetapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat akan membantu mengurangi frekuensi transfuse darahnya.
Alasannya: kandungan cyano spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten, kalorofil, xantofil, dan fikosianin.
Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. Pigmen pada cyano spirulina berfungsi sebagai detoksifikasi (pembersihan racun), pelindungan tubuh terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri”baik” diusus, meningkatkan haemoglobin (HB), dan sebagai anti kanker.
Selain itu, cyano spirilina mengandung klorofil, vitamin B12, asam folat dan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano spirulina secara teratur akan mencegah terjadinya anemia (kurang darah)
pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyembuhan genetic untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.
  1. Faktor resiko penderita thalassemia
  • Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
  • Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
  • Thalassemia beta mengenai orang asli dari mediterania atau ancestry  (yunani, italai, ketimuran, pertengahan) dan orang dari asia dan afrika pendaratan
  • Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara asia orang india, cina, atau orang filifina.






BAB III
ANALISA KASUS
1)      Kasus :
An. O laki-laki umur 10 tahun di rawat di rsud kebumen dengan keluhan demam dan lemas. Dokter mendiagnosa thalasemia mayor. Klien mengatakan tidak nafsu makan sejak seminggu terakhir, tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sehingga hanya tiduran ditempat tidur karena lemes. Klien nampak pucat, konjungtiva anemis, perut cembung dan teraba pembesaran hepar dan lien. Kulit tampak kehitaman dan kering, nadi 80x/menit suhu 38,5 c RR 20X/menit dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan kadar hb 6 gram %.

2)      Identitas :
Nama : an O
Usia    : 10 tahun
Keadaan umum : demam dan nampak lemas.
3)      Pengkajian :
Data Objektif : -      klien nampak pucat
-          Konjungtiva anemis
-          Perut cembung dan teraba pembesaran hepar dan lien
-          Kulit tampak kehitaman dan kering
-          Nadi 80x/menit ( normal : 60-100x/menit)
-          Suhu 38,5 derajat celcius ( normal : 36,5- 37,5 derajat celcius)
-          RR 20x/menit ( 18 – 20x/menit)
-          Kadar hb 6 gram % ( normal laki – laki : 13 – 18 gr% )
Data Subjektif : -      klien mengatakan tidak nafsu makan sejak seminggu terakhir.
-          Tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari sehingga hanya tiduran di tempat tidur karena lemas.




4)      Pemeriksaan fisis
Inspeksi : klien nampak pucat , konjungtiva anemis , perut cembung , kulit tampak kehitaman dan kering.
Palpasi      :  teraba pembesaran hepar dan lien.
5)      Pemeriksaan penunjang
a)      Darah tepi:
  • Hb rendah dapat dampai 2-3 g%
  • Gambaran morfologi eritrosit: mikrositik hiokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroopalositosis, mikroferosit, polikromasi, basofilich stippling, benda howell – jolly, poyikilositosis dan sek target. Gambaran ini lebih kurang khas.
  • Retikulosit meningkat
b)      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
  • Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanayak dari jenis asidofil.
  • Granula Fe (dengan pengecatan Russian biru) meningkat.
c)      Pemeriksaan khusus :
  • Hb F meningkat : 20% -90% hb total
  • Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar hb F.
  • Pemeriksaan fedigree : kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan hb A2 meningkat (> 3,5% dari hb total)
6)      Pemeriksaan lain
  • Foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus  pada korteks.
  • Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.


7)      Diagnosis banding
Thalasemia minor :
  • Anemia kurang besi
  • Anemia karna infeksi menahun
  • Anemia pada keracunan timah hitam (TB)
  • Anemia sidoroblastik
8)      Diagnosa keperawatan
  • ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
  • Intolerensi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan
  • Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan kadar hemoglobin
  • Resiko infeksi b.d perubahan sekunder tidak adekuat
  • Resiko kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
  • Kurang pewngetahuan b.d tidak mengenal sumber informasi
9)      Fokus intervensi
1. Ketidakseimbanagan nutrisi b.d anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharpakan nutrisi pasien adekuat.
NOC : status nutrisi , kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan .
 b .Asupan nutrisi adekuat
c. Tidak terjadi tanda – tanda malnutrisi
NIC: Pengelolaan nutrisi aktivitas :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ketahui makanan kesukaan pasien
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
d. Timbang berat badan dlam interval yang tepat.
e. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik .
f. Kolaborasi dengan ahli gizi uuntuk menentgukan diet yang tepat.

2. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat beraktifitas seperti biasa .
NOC : Penghematan energy . kriteria hasil :
a. Menyadari keterbatasan energy
b. Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC : Pengelolaan energy aktifitas
a. Tentukan penyebab keletihan misalnya karena perawatan nyeri dan pengobatan .
b. Pantau respon oksiogen pasien terhadap aktifitas perawatan diri.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan waktu.
d. Bantu dengan aktifitas teratur misalnya berubah posisi sesuai kebutuhan .
e. Batasi rangsang lingkungan (kebisingan )
f. Berikan istirahat adekuat.
g. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energy.
3. Perubahan perfusi jaringan bd. Penurunan kadar Hb . Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan perfusi jaringan efektif.
NOC: Perfusi jaringan perifer kriteria hasil :
a. Kulit utuh , warna normal .
b . Suhu ekrtrem , hangat .
c.  Tingkat sensasi normal.
NOC : Penatalaksaan senssasi perifer aktifitas :
a. Kaji tingkat tidak nyaman
b. Pantau adanya kesemutan .
 c. Pantau penggunaan alat yang panas atau yang dingin.
d. Periksa kulit setiap hari dari adanya perubahan integritas kulit.
e. Diskusikan dan identifikasin penyebab dari sensasi tidak normal atau perubahan sensasi.
4. Resiko infeksi b.d perubahan sekunder tidak adekuat. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tanda tanda infeksi terjadi.
NOC : Pengendalian infeksi. Kriteria hasil :
a. mendapatkanm imunisasi yang tepat.
b. terbebas dari tanda dan gejala infeksi .
c. mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
NIC : Pengendalian infeksi aktifitas :
a. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda dan gejala terjadinya infeksi dan kapan harus kepada petugas .
b. Pertahankan tehnik isolasi
c. Berikan terapi antibiotic bila diperlukan .
d. Informasikan pada keluarga kapan jadwal imunisasi
e. Jelaskan keuntungan dan efek dari imunisasi

5. Resiko kerusakan intregitas kulit b.d perubahan sirkulasi . tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpakan tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
NOC : pengendalian resiko kriteria hasil :
a. memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang memperparah kerusakan intregitas kulit.
b. mengenal perubahan pada stadium kesehatan .
NIC : surveilans kulit . aktifitas :
a. Kaji adanya factor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.
b. Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet , warna dan suhu area kemerahan .
6. Kurang pengetahuan b.d tidak mengenal sumber informasi . Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
NOC : Pengetahuan proses penyakit. Kriteria hasil; :
a. Mengenal nama penyakit
b. Deskripsi proses penyakit
c. Deskripsi factor penyebab.
NIC : Pembelajaran proses penyakit . aktifitas :
a. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
b. Jelaskan proses penyakit
c. Identifikasi penyebab penyakit .
d. Beri informasi tentang kondisi pasien.













BAB IV
PENUTUP
Thalasemi adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia  hemolitik. Penyebab kerusakan tersebut adalah hb yang tidak normal akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau sturktur Hb.
Kelaninan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebbkan oleh gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Penyebab talasemia beta mayor: thalasemia berlaku apabila gen yang cacat diwarisi dari pada kedua ibu dan bapak. Jika ibu atau bapak merupakan pembawa thalasemia, mereka boleh menurunkan cirri ini kepada anak mereka.
Tanda-tanda thalasemia: kelesuan, bibir lidah tangan kaki dan bagian lain berwarna pucat, sesak nafas, hilang selera makan dan bengkak bagian abdomen













DAFTAR PUSTAKA
M, Tierney, Lawrence, dkk 2003 Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam.  Salemba Medika: Jakarta
Permono, Bambang, dkk 2006 Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesi: Jakarta



0 komentar:

Post a Comment