Tuesday, April 12, 2016

KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL PADA PASIEN GAWAT DARURAT DAN KRITIS



KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Kebutuhan psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis

    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
    
    Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Kebutuhan psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis”untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.








DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………………………i
Daftar isi ……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………….1
a.       Latar belakang ………………………………………………………………………1
b.      Tujuan penulisan ……………………………………………………………………1
c.       Manfaat penulisan …………………………………………………………………..1
BAB II KAJIAN TEORITIS …………………………………………………………...…...2
a.       Definisi psikososial  ………………………...………………………………………2
b.      Masalah psikososial…………………………..……………………………………...3
c.       Psikososial dalam kegawat daruratan ……………………………………………….11
d.      Intervensi keperawatan dalam masalah psikososial kegawat daruratan …………….20
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………………26
a.       Kesimpulan ………………………………………………………………………….26
b.      Dafar pustaka ………………………………………………………………………..27

 BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat di icu atau perawatan kritis selalu mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, secara komprehensif. Hal ini berarti pasien yang dirawat di ICU membutuhkan asuhan keperawatan tidak hanya masalah patofisiologi tetapi juga masalah psiko sosial, lingkungan dan keluarga yang secara erat terkait dengan penyakit fisiknya. (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo, 2001) 
B.     Tujuan
1.      Mengetahui definisi psikososial
2.      Memahami masalah psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis
3.      Mengetahui intervensi psikososial pada keperawatan kritis
4.      Meningkatkan kemampuan penulisan makalah
C.     Manfaat penulisan
1.      Bagi ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi untuk dijadikan bahan dalam mengembangakan program pendidikan keperawatan terhadap psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis
2.      Bagi perawat
Dapat menambah wawasaan perawat tentang pengetahuan tentang respon psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis
BAB II
KAJIAN TEORITIS



A.    Definisi Psikososial
Psikososial istilah digunakan untuk menekankan hubungan yang erat antara aspek psikologis dari pengalaman manusia dan pengalaman sosial yang lebih luas . efek psikologis adalah mereka yang mempengaruhi berbagai tingkat fungsi termasuk kognitif (persepsi dan memori sebagai dasar untuk pengalaman dan pembelajaran), afektif (Emosi) , dan perilaku. Dampak sosial keprihatinan hubungan, keluarga dan jaringan komunitas, tradisi budaya dan status ekonomi, termasuk tugas-tugas kehidupan seperti sebagai sekolah atau bekerja. (ARC Resourch Pack. 2009)

Penggunaan psikososial jangka didasarkan pada gagasan bahwa kombinasi faktor yang bertanggung jawab atas kesejahteraan psikososial orang, dan bahwa aspek-aspek biologis, emosional, spiritual, budaya, sosial, mental dan material dari pengalaman tidak bisa tentu akan dipisahkan satu sama lain. Istilah mengarahkan perhatian terhadap totalitas pengalaman orang daripada berfokus secara eksklusif pada fisik atau aspek psikologis kesehatan dan kesejahteraan, dan menekankan perlunya untuk melihat ini masalah dalam konteks interpersonal yang lebih luas keluarga dan masyarakat jaringan di mana mereka berada. (ARC Resourch Pack. 2009)

Kedua unsur ini saling berhubungan dalam konteks keadaan darurat yang kompleks dimana penyediaan dukungan psikososial merupakan bagian dari bantuan kemanusiaan dan upaya pemulihan awal. Salah satu fondasi kesejahteraan psikososial adalah akses ke kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, mata pencaharian, kesehatan, pelayanan pendidikan) bersama-sama dengan rasa aman yang berasal dari hidup di lingkungan yang aman dan mendukung. Itu manfaat dari intervensi dukungan psikososial harus menghasilkan dampak positif pada kesejahteraan anak-anak, dan mengatasi kebutuhan psikologis dasar kompetensi dan keterkaitan. . (ARC Resourch Pack. 2009)
Definisi psikososial kunci psikososial : Hubungan dinamis yang ada antara psikologis dan sosial efek, masing-masing terus berinteraksi dengan dan mempengaruhi yang lain.
Psikososial perencanaan pemulihan : perencanaan pemulihan psikososial difokuskan pada intervensi sosial dan psikologis yang akan membantu memulihkan komunitas (Johal,2009)

B.     Masalah pisikososial
1. Gangguan citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk struktur, fungsi keterbatasan, serta makna dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting, make  up, kontak  lensa, pakaian, kursi roda) baik  masa lalu  maupun sekarang. (Dalami dkk dalam Fitria dkk., 2013)

Tanda dan Gejala:
a.       Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b.      Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi.
c.        Menolak penjelasan perubahan tubuh. 
d.      Persepsi negatif pada tubuh. 
e.        Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang. 
f.        Mengungkapkan keputusaaan.
g.      Mengungkapkan ketakutan.
Tanda dan gejala lain yang mungkin muncul: 
a.       Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk, meskipun pada keadaan berat badan normal atau angat kurus.
b.       Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah.
c.        Kesulitan menerima penguatan positif.
d.       Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri. 
e.        Tidak berpartisipasi terhadap terapi. 
f.       Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri; penyalahgunaan obat-obatan pencahar dan diuretik, penolakan untuk makan. 
g.       Kontak mata hilang.
h.       Alam peraaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri setelah episode dari pesta dan memicu perut.
i.         Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana orang-orang lain melihat diri mereka.

2.      Kecemasan (ansietas)
Ansietas  adalah  suatu  perasaan  tidak  santai  yang  samar-samar  karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons(sumber seringkali tidak  spesifik  atau  tidak  diketahui  oleh  individu);  suatu  perasaan  takut  akan terjadi  sesuatu  yang  diebabkan  oleh  antisipasi  bahaya.  Hal  ini  merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya yang akan datang dan  memperkuat individu  dengan  mengambil  tindakan menghadapi  ancaman (NANDA, 2009, dalam Fitria dkk, 2013)

a.       Tingkatan Ansietas
Tingkat  ansietas  menurut  Stuart  dan  Sundeen  (2007) dalam Fitria,dkk (2013) adalah  sebagai  berikut :

1)       Ansietas Ringan.
Tingkat  ringan  berhubungan  dengan  ketegangan  dalam  kehidupan  sehari-hari  dan  menyebabkan  seseorang  waspada  dan  meningkatkan  lahan persepsinya.  Ansietas  memotivasi  belajar  dan  menghasilkan  pertumbuhan dan kreativitas.

2)      Ansietas Sedang
Tingkat sedang memungkinkan seeorang untuk memusatkan pada hal yang penting  dan  mengesampingkan  yang  lain  sehingga  seseorang  mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.  

3)      Ansietas Berat
Tingkat  berat  sangat  mengurangi  lahan  persepsi  seseorang.  Seseorang cenderung untuk  memusatkan  pada suatu  yang  terinci,  spesifik,  dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.  Orang  tersebut  memerlukan  banyak  pengarahan  untuk  dapat memusatkan pada area lain.

b.      Tingkat Panik
Tingkat  ini  berhubungan  degan  terperangah,  ketakutan  dan  teror.  Rincian terpecah  dari  proporsinya,  tidak  mampu  melakukan  sesuatu  walaupun  dengan  pengarahan.  Panik  melibatkan  disorganisasi  kepribadian.  Terjadi peningkatkan  aktivitas  motorik,  menurunnya  kemampuan  berhubungan dengan  orang  lain,  persepsi  menyimpang,  dan  kehilangan  pemikiran rasional.
Secara praktis kita dapat membedakan tingkatan ansietas ini dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut ini (Fitriaw dkk, 2013):
1)      Tingkat  Ringan:  seseorang  yang  menghadapi  suatu  masalah  mencoba menjadikan  stressor  yang  ada  sebagai  media  untuk  meningkatkan  koping dirinya  dengan  cara  menghadapi  dan  menyelesaikan  masalah  walaupun perlu beberapa waktu secara mandiri untuk menghadapinya. Dalam kondisi ini individu tida memerlukan oranglain yang membantu dirinya menghadapi masalah.  
2)      Tingkat  Sedang:  seseorang  mencoba  menghadappi  dan  menyelesaikan masalah  dengan  bantuan  oranglain  yang  menjadi  orang  kepercayaan  bagi dirinya, misalnya sahabat, orangtua, dosen, dan lain-lain.
3)      Tingkat Berat : seseorang tidak sanggup mengahadapi dan menyelesaikan masalah walaupun dengan bantuan orang lain yang sudah dipercaya. Dirinya merasa tidak mampu dan hilang pengharapan untuk menyelesaikan masalah.
4)       Tingkat  Panik:  merupakan  kelanjutan  dari  tingkat  berat  yang  sudah mengalami gangguan perilaku motorik misalnya mengamuk dan melakukan perilaku  kekerasan  pada  orang  lain.  Kondisi  tersebut  sudah  semestinya memerlukan  bantuan  dari  pihak  medis  untuk  menurunkan  tingkat  kecemasan karena secara umum aktivitas sehari-hari sudah terganggu.

Faktor Predisposisi
Menurut  Stuart  dan  Sundeen  (2007)  terdapat  beberapa  teori  yang dapat menjelaskan    ansietas, di antaranya sebagai berikut (Fitria dkk, 2013):
a.        Pandangan Psikoanalitik.
Teori  ini  beranggapan  bahwa  ansietas  terjadi  apabila  konflik emosional yang  terjadi  antara  dua  elemen  kepribadian,  yaitu  id  dan  superego.  Id  mewakili  dorongan  insting  dan  impuls  primitif,  sedangkan  superego mencermikan  hati  nurani  dan  dikendalikan  oleh  norma-norma  budaya seseorang.  Ego  berfungsi  menengahi  tuntutan  dari  kedua  elemenyang bertentangan,  sedangkan  fungsi  ansietas  adalah  mengingatkan  ego  bahwa ada bahaya.
b.       Pandangan Interpersonal
Teori ini beranggapan bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak  adanya  penerimaan  dan  penolakan  interpersonal.  Ansietas berhubungan  dengan  perkembangan  trauma,  seperti  perpisahan  dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang tepat. 
c.        Pandangan Perilaku.
Teori  ini  beranggapan  bahwa  ansietas  merupakan  produk  frustasi yaitu segala  sesuatu  yang  mengganggu  kemampuan  seseorang  untuk  mencapai tujuan  yang  diinginkan.  Pakar  perilaku  menganggap  bahwa  sebagai dorongan  belajar  berdasarkan  keinginan  dari  dalam  untuk  menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan  berlebihan,  lebih  sering  menujukkan ansietas  dalam  kehidupan selanjutnya.


d.       Kajian Keluarga.
Teori  ini  beranggapan  ansietas  merupakan  hal  yang  biasa  ditemui  dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
e.        Kajian Biologis.
Menurut  kajian  secara  biologis,  otak  mengandung  reseptor  khusus untuk benzodiapine.  Reseptor  ini  membantu  mengatur  ansietas.  Penghambat GABA  juga  berperan  utama  dalam  mekanisme  biologis  berhubungan dengan  ansietas  sebagaimana  halnya  dengan  endofrin.  Ansietas  mungkin disertai  dengan  gangguan  fisik  dan  selanjutnya  menurunkan  kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor
3.      Harga diri rendah situasional
Gangguan  harga  diri  dapat  dijabarkan  sebagai  perasaan  yang  negatif terhadap  diri  sendiri,  hilang  kepercayaan  diri,  serta  merasa  gagal mencapai keinginan sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang  yang  sebelumnya  mempunyai  evaluasi  diri  positif.  Misalnya, seseorang  yang  mengalami  kecelakaan,  cerai,  putus  sekolah,  perasaan  malu karena  sesuatu,  dsb.  Harga  diri  rendah  situasional  bila  tidak  diatasi  dapat menyebabkan harga diri rendah kronis (Fitria dkk, 2013).
Factor penyebab
a.       Faktor predisposisi
1)      Faktor yang memengaruhi harga diri diantaranya adalah penolakan orang tua,  harapan  orang  tua  yang  tidak  realistis,  ketergantungan  pada  orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2)       Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender, tuntutan  peran  kerja,  nilai-nilai  budaya  yang  tidak  dapat  diikuti  oleh individu.
3)      Faktor  yang  memengaruhi  identitas  pribadi  adalah  ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
b.      Faktor Presipitasi
1)      Trauma,  seperti  mengalami  hal  yang  tidak  menyenangkan atau menyaksikan peristiwa yang mengancm kehidupan.
2)      Ketegangan  peran,  individu  mengalami  frustasi  ketika  dihadapkan dengan  situasi  yang  berhubungan  dengan  peran  atau  posisi  yang diharapkan. Ada tiga jenis transisi peran :
·         Transisi  peran  perkembangan,  perubahan  normatif  terkait  dengan pertumbuhan.  Perubahan  ini  termasuk  tahap  perkembangan  dalam kehidupan individu, keluarga, nilai dan norma budaya, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
·         Transisi peran situasi, perubahan karena bertambah atau berkurangnya anggota keluarga.
·         Transisi peran sehat-sakit, perubahan yang terjadi akibat dari keadaan sehat menjadi sakit. Dapat dicetuskan oleh hal-hal seperti kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh, serta prosedur medis dan keperawatan.
Tanda dan Gejala
1)      Perasaan malu terhadap diri sendiri, misalnya karena perubahan fisik yang disebabkan oleh penyakit.
2)      Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek diri sendiri.
3)       Merendahkan martabat diri sendiri.
4)       Gangguan hubungan social.
5)      Kurang percaya diri, sukar mengambil keputusan.
6)       Mencederai diri.
7)      Mudah marah, mudah tersinggung.
8)       Apatis, bosan, jenuh dan putus asa. 
9)       Kegagalan  menjalankan  peran  sehingga  menjadi  proyeksi  (menyalahkan orang lain).

4.      Keputusasaan
Keputusasaan  merupakan  keadaan  subjektif  seorang  individu  yang melihat  keterbatasan  atau  tidak  adanya  alternatif  atau  pilihan  pribadi  yang tersedia  dan  tidak  dapat  memobilisasi  energi  yang  dimilikinya  (Fitria  dkk, 2013).

Tanda dan Gejala
a.       Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa.
b.       Klien tampak mengeluh dan murung.
c.        Klien berbicara seperlunya.
d.       Klien menunjukan kesedihan, afek datar atau tumpul.
e.        Klien mengisolasi diri.
f.        Kontak mata klien kurang.
g.      . Klien masa bodoh terhadap situasi yang ada.
h.       Klien menunjukan gejala kecemasan.
i.         Nafsu makan klien berkurang.
j.         Peningkatan waktu tidur klien.
k.        Klien tidak mau terlibat dalam perawatan.
l.          Klien mengalami penurunan perhatian.
Factor penyebab
a.       Factor predisposisi
1)      Teori  kehilangan,  berhubungan  dengan  faktor  perkembangan  seperti kehilangan orang tua pada masa anak-anak. Teori ini menjelaskan bahwa seseorang tidak berdaya dalam mengatasi kehilangan.
2)       Teori  kepribadian,  ada  kepribadian  seseorng  yang  menyebabkan seseorang rentan terhadap rasa putus asa.
3)       Model kognitif, putus asa merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh  penilaian  negatif  seseorang  terhadap  diri  sendiri,  lingkungan  dan masa depan.
4)        Model  belajar  ketidakberdayaan,  putus  asa  dimulai  dari  hilangnya kendali  diri  yang  kemudian  menjadi  pasif  dan  tidak  mampu menyelesaikan  masalah.  Setelah  itu  ,  akan  timbul  keyakinan  akan ketidakmampuan  mengendalikan  kehidupan  sehingga  individu  menjadi tidak berupaya untuk mengembangkan respon yang adaptif.
5)       Model perilaku, putus asa terjadi karena kurangnya pujian positifselama berinteraksi dengan lingkungan.
6)       Model  biologis,  dalam  tubuh  seseorang  terjadi  penurunan  zat  kimiawi yaitu katekolamin, tidak berfungsinya endokrin danterjadi peningkatan sekresi dari kortisol.

b.      Factor prespitasi
1)      Faktor  biologis,  putus  asa  dapat  terjadi  jika  seseorang  mengalami gangguan fisik yang diakibatkan penyakit tertentu atau pengobatan yang berlangsung lama.
2)      Faktor psikologis, putus asa dapat terjadi jika seseorang kehilangan kasih sayang dari seseorang yang dicintainya atau kehilangan harga dirinya.
3)       Faktor  sosial  budaya,  putus  asa  terjadi  jika  seseorang  mengalami kehilangan peran, misalnya karena perceraian atau kehilangan pekerjaan. Klien yang mengalami keputusasaan akan menampilkan perasaan diri negatif  terhadap  diri  sendiri  maupun  lingkungan  sekitar  akibat  dari keyakinan  akan  ketidakmampuan  diri  dalam  menghadapi  kehidupan.  Jika lingkungan  eksternal  kemudian  tidak  memberikan  dukungan  akan menyebabkan reaksi mengisolasi diri dan reiko tinggi bunuh diri.

C.    PSIKOSOSIAL DALAM KEGAWAT DARURATAN
1.      Ansietas
Ansietas adalah keadaan khawatir atau tegang dalam diri individu yang terjadi ketika kebutuhan interpersonal akan keamanan dan kebebasan dari perasaan tegang atau terpenuhi, sumber ansietas tidak spesifik atau tidak diketahui pada individu ( stillwell.2011 )
a.       Factor resiko
1)      Kurang control atas peristiwa yang terjadi
2)      Ancaman terhadap control diri
3)      Ancaman sakit atau penyakit
4)      Ancaman lingkungan rumah sakit
5)      Terpisah dari orang lain
6)      Perubahan peran
7)      Gangguan sensorimotor
8)      Masalah finansial
9)      Ancaman kematian
10)  Percerayain
11)  Pengangguran
12)  Pension yang di paksakan
13)  Ancaman prosedur invasive atau alat pendukung
14)  Krisis situasi atau maturase
15)  Kehilangan status
16)  Tatanan lingkungan yang tidak di kenal
17)  Ketidakmampuan untuk memahami konsekuensi sakit
18)  Hambatan dalam mencapai tujuan
19)  Ketergantungan
20)  Kurang pengetahuan
21)  Kehilangan kekuasaan dalam mengambil keputusasaan
b.      Tanda dan gejala
Regulator
Kognitif
a.       Palpitasi
b.      Mual
c.       Peningkatan frekuensi pernafasan
d.      Peningkatan frekuensi jantung
e.       Diaphoresis
f.       Ketegangan otot
g.      Vertigo
h.      Peningkatan tekanan darah
i.        Tremor tangan
j.        Peningkatan keringat pada telapak tangan
k.      Peningkatan aktivitas gastrointestinal
l.        Insomnia
m.    Sering berkemih dilatasi pupil
n.      Flushing
o.      Pingsan
p.      Mulut kering
q.      Paresthesia
r.        Muntah
s.       Dilatasi bronkiolus
t.        Kelemahan
a.       Khawatir
b.      Gugup
c.       Ketakutan
d.      Agitasi iritabilitas
e.       Menarik diri
f.       Marah
g.      regresi
h.      ketidakmampuan berkonsentrasi
i.        pelupa
j.        kurang inisiatif atau motivasi
k.      perilaku menghindar
l.        ketidakberdayaan
m.    kehilangan control
n.      berfikir tentang masa lalu versus saat ini
o.      menangis
p.      kehilangan kepercayaan diri
q.      cemas
r.        tegang
s.       gembira berlebihan
t.        lapang persepsi menyempit
u.      verbalisasi berlebihan

2.      kemarahan
kemarahan adalah pertahanan emosional yang terjadi dalam upaya untuk melindungi intergritas individu dan tindakan melibatkan unsur destruktif. Kemarahan adalah respon otomatis yang relative terjadi ketika individu terancam dan kemarahan dapat di internalisasi atau dieksternalisasi( stillwell.2011 )
a.       faktor resiko
ekspresi kemarahan di hambat internalisasi
persepsi ancaman yang meliputi:
1)      tujuan terhambat
2)      kegagaglan  individu untuk memenuhi harapan pasien
3)      kekecewaan
4)      meningkatkannya konsep diri
5)      sakit dirasakan mengancam jiwa
6)      ketergantungan fisik
7)      perubahan intrgritas social
b.      tanda dan gejala
Regulatori
kognitif
1)      peningkatan tekanan darah
2)      peninkatan denyut nadi
3)      ketegangan otot
4)      perspirasi
5)      kulit kemerahan
6)      mual
7)      mulut kering
1)      otot atau tangan mengepal
2)      membalikan tubuh
3)      menghindari kontak mata
4)      kelembatan
5)      diam
6)      sarkasme
7)      ucapan menghina
8)      penganiaan verbal
9)      membantah
10)  sikap menuntut

3.      konfusi
konfusi (kebingungan) adalah deficit perhatian. Konfusi juga menggabungkan kemampuan individu mengintegrasikan stimulus yang akan terjadi. ( stillwell.2011 )
a.       Factor resiko
1)      Gangguan medis
a)      Hipoksia
b)      Penyakit paru
c)      Gagal jantung kongestif
d)     Ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
e)      Gangguan tiroid, paratiroid, dan kelenjar adrenal
f)       Devisiensi vitamin B
g)      Alkoholisme
h)      Malnutrisi
i)        Infekeksi seperti pneumonia, septicemia, meningitis atau ensefalitis
j)        Disritmia
2)      Gangguan pembedahan
a)      Anesthesia
b)      Obat nyeri
c)      Hipotermia
d)     Ansietas pasca operasi
e)      Agitasi
f)       Depresi
3)      Gangguan intoksikasi
a)      Intoksikasi atau putus alcohol
b)      Intokasi atau putus apioid
c)      Antikonilergik
d)     Stimulant
e)      Sedative
f)       Vasopressor
g)      Steroid
4)      Gangguan neurologis
a)      Penyakit neurologis
b)      Kejang
c)      Trauma kepala
d)     Anoksia serbral
e)      Ensefalopati hipertensi
f)       Neoplasma intrak kranial
5)      Gangguan sensori persepsi
a)      Imobilisasi atau tirah baring lama
b)      Gangguan penglihatan atau pendengaran saat ini
c)      Amputas
d)     Balutan atau fraktur
e)      Nyeri yang tidak bekurang
f)       Kelebihan beban sensori
g)      Deprivasi tidur
b.      Tanda dan gejala
Regulatori
kognitif
1)      Inkontinesia
2)      Disritmia
3)      Peningkatan frekuensi jantung
4)      Peningkatan frekuensi pernafasan
5)      Kulit lembap
1)      Disorientasi
2)      Gangguan rentang perhatian
3)      Gelisah
4)      Agitasi
5)      Menarik diri
6)      Suka berkelahi
7)      Waham
8)      Gangguan memori
9)      Ketidakmampuan untuk mengenali orang lain


4.      Depresi
Depresi adalah penurunan perporma normal, seperti kelambatan aktifitas psikomotor atau penurunan fungsi intelektual. Depresi mencakup rentang luas preubahan status apektif yang  keparahanya berkisar dari alam perasaan sedih atau murung yang normal dan terjadi setiap hari sampai episode psikotik dengan resiko bunuh diri( stillwell.2011 )  
a.       Factor resiko
1)      Penyakit
a)      Penyakit akut yang mengancam jiwa
b)      Penyakit kronis dan atau tahap akhir
2)      Obat obatan
a)      Tranqulizer
b)      anti hipertensi
c)      kortikosteroid
3)      ketidak seimbangan elektrolit
a)      kelebihan bikarbonat
b)      hiperkalesmia
c)      hypomagnesemia
d)     hyperkalemia
e)      hypokalemia
f)       hyponatremia
4)      kehilangan
a)      masalah financial
b)      kehilangan control
c)      sparasi atau kehilangan orang terdekat
d)     kehilangan fungsi tubuh
e)      perasaan tidak berdaya atau merasa bersalah
f)       perubahan peran atau gaya hidup
b.      tanda dan gejala
Regulatori
Kognitif
1)      konstifasi
2)      diare
3)      sakit kepala
4)      dyspepsia
5)      insomnia
6)      perubahan menstruasi
7)      nyeri otot
8)      mual
9)      takikardia
10)   ulkus
11)  Penurunan atau penambhan berat badan
12)  Anoreksia
1)      Agetasi
2)      Marah
3)      Ansietas
4)      Menghindar
5)      Bosan
6)      Perbuatan ceroboh
7)      Konfusi
8)      Menangis
9)      Ketergantungan
10)  Kehampaan
11)  Keletihan
12)  Ketakutan

5.      Keputusasaan
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu memperhatikan perasaan tidak mungkin dan perasaan bahwa hidup terlalu banyak untuk di tanganani, keputusasaan merupakan keadaan subjektiv ketika individu melihat alternative yang terbatas atau tidak ada alternative atau pilihan personal yang tersedia dan tidak mampu mempengaruhi energy untuk kepentinganya sendiri. ( stillwell.2011 )  
a.       Factor resiko
1)      Ancaman terhadap sumber internal
a)      Otonomi
b)      Harga diri
c)      Kemandirian
d)     Kekuatan
e)      Integritas
f)       Keamanan biologis
2)      Ancaman terhadap persepsi tentang sumber eksternal
a)      Lingkungan
b)      Staf
c)      Keluarga
d)     Pengabaian
e)      Kegagalan atau deteriorasi
f)       Stress jangka panjang
b.      Tanda dan gejala
Regulatori
Kognitif
1)      Penurunan berat badan
2)      Kehilangan nafsu makan
3)      Kelemahan
4)      Gangguan tidur


1)      Aktivitas menurun
2)      Kurang inisiatif
3)      Penurunan respon terhadap stimulus
4)      Penurunan apek
5)      Pasif
6)      Gangguan dalam belajar
7)      Diam
8)      Menutup mata
9)      Ekspresi kesedihan
10)  Ketidak patuhan terhadap program terapi


6.      Ketidakbedayaan
Ketidakberdayaa adalah perasaan kurang kendali pada situasi fisilogis, psikologis, dan situasi lingkungan saat ini dan yang akan dating. ( stillwell.2011 )
a.       Factor risiko
1)      Kehilangan sensorimotor
2)      Ketidakmampuan berkomunitas
3)      Ketidakmampuan untuk melaksanakan peran
4)      Kurang pengetahuan
5)      Kurang privasi
6)      Isolasi social
7)      Ketidakmampuan untuk mengndalikan perawatan personal
8)      Terpisah dari orang terdekat
9)      Kehilangan kendali terhadap orang lain
10)  Kurang kendali dalam mengambil keputusan
11)  Ketakutan terhadap nyeri
b.      Tanda dan gejala
Regulator
Kognitif
1)      Kelelahan
2)      Keletihan
3)      Pusing
4)      Sakit kepala
5)      Mual
1)      Apati
2)      Menarik diri
3)      Pasrah
4)      Perasaan hampa
5)      Perasaan kurang kendali
6)      Fatalism
7)      Mudah dipengetahui

7.      Deprivasi
Deprivasi adalah tidak adekuatnya waktu tidur atau waktu bermimpi yang berhubungan dengan pola tidur sebelumnya atau pola tidur yang tidak lazim, kuantitas atau kualitas actual perubahan pola tidur individu menyebabkan perubahan gaya hidup yang diinginkan. ( stillwell.2011 )
a.       Factor resiko
1)      Suara gaduh yang berlebihan
2)      Nyeri
3)      Penyakit
4)      Ansietas
5)      Stress
6)      Pengobatan
7)      Kurang olahraga
8)      Depresi
9)      Kekuatan terhadap kematian
10)  Kesepian di bangunkan untuk terapi dan prosedur diagnostic
b.      Tanda dan gejala
Regulatori
Kognitip
Perilaku pengaturan tidur NREM
1)      Penurunan tekanan darah
2)      Penurunan frekuensi jantung
3)      Penurunan volume urin
4)      Penurunan volume plasma
5)      Penurunan laju metabolisme
Perilaku pengaturan tidur REM
1)      Peningkatan frekuensi jantung
2)      Peningkatan frekuensi pernapasan
3)      Peningkatan tekanan darah
4)      Peningkatan aktifitas otonom
5)      Peningkatan aktivitas metabolic
1)      Lesu
2)      Latergi
3)      Halusinasi
4)      Disorientasi
5)      Kebingungan
6)      Gelisah
7)      Iritabilitas
8)      Apatis
9)      Penilaian yang buruk
10)  Gangguan yang buruk
11)  Waham
12)  Ide paranoid
13)  Sikap bermusuhan


D.    INTERVENSI KEPERAWATAN DALAM MASALAH PSIKOSOSIAL DI KEGAWATDARURATAN
1.      Ansietas
Intervensi psikososial pada pasien ansietas ( stillwell.2011 )  :
a.       Bina hubungan interpersonal yang menenangkan dengan pasien
b.      Berikan informasi tentang situasi yang mengancam atau situasi yang menyebabkan stress, termasuk prosedur invasive dan sensasi yang mungkin di perkirakan
c.       Gunakan istilah sederhana dan repetisi untuk memberikan informasi tentang penyakit saat ini, tujuan intervensi, dan perubahan perawatan.
d.      Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan ketakutan mereka, klarifikasi reaksi pasien terhadap ansietas
e.       Minimalkan stimulus yang menyebabkan ansietas di lingkungan dan dorong penggunaan releksasi otot progresif, biofeedback, hipnosis, releksasi autogenic, meditasi, atau imajinasi
f.       Gunakan sentuhan terapeutik ntuk menenangkan pasien sebelum dan selama situasi stress yang di rasakan.
g.      Bantu pasien menetapkan tujuan, dengan mengetahui bahwa sedikit penetapan dapat meningkatkan perasaan mandiri dan harga diri serta memungkinkan pasien untuk mencapai derajat control.
h.      Berikan umpan balik positif kepada pasien ketika strategi koping alternative di gunakan untuk menghilangkan perasaan ansietas.
i.        Diskusikan rencana pemindahan dari unit perawatan intensif (icu) dengan pasien agar pasien tetap menyadari kemajuanya dan pemindahanya yang akan dilakukan.
j.        Berikan agenes antiansietas dan pantau respon pasien, dengan memperhatikan efek samping potensial
2.      Kemarahan
Intervensi psikososial pada pasien kemarahan ( stillwell.2011 ):
a.       Bina hubungan interpersonal yang menenangkan dan dorongan pasien untuk mengakui dan mengekspresikan rasa marah
b.      Bantu pasien dalam mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ekspresi kemarahan
c.       Gali alasan pasien mengalami perasaan marah dan perilaku pasien yang dapat ubah
d.      Ajarkan pasien untuk mengevaluasi perasaan yang menimbulkan internalisasi atau eksternalisasi kemarahan
e.       Dorong keluarga untuk menerima perilaku pasien tampa menghakimi
f.       Dorong pasien untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dan perawatan diri
g.      Berikan aktivitas pengalihan sebagai cara untuk mengulangi sertes
h.      Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik rileksasi proresif, meditasi, atau imajinasi terbingbing guna mengurangi perasaan marah dan permusuhan
i.        Bantu pasien dalam mengidentifikasi aspek positif dari penyakit atau cedera dan bantu pasien dalam menggunakan strategi koping alternatif
3.      Konfusi
Intervensi psikososial pada pasien konfusi ( stillwell.2011 ):
a.       Anjurkan pertanyaan yang mendorong jawaban yang menggambarkan persepsi realitas
b.      Lindungi pasien dari cedera pada saat pasien mengalami konfusi
c.       Identifikasi situasi atau factor yang mungkin menyebabkan konfusi
d.      Dengarkan pertanyaan konfusi pasien dan bantu dengan orientasi realitas
e.       Dengarkan kehawatiran, ketakutan, ansietas keluarga
f.       Tenangkan pasien bahwa konfusi itu bersifat sementar
g.      Kurang kebutuhan untuk fungsi kognitif ketika pasien sakit atau letih
h.      Kenali pengalaman baru secara bertahap
i.        orientasikan kembali pasien pada setiap interaksi
j.        evaluasi frekuensi dan situasi konfusi
k.      orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, dan orang
l.        akui konfusi dan waham pasien sehingga konfusi dan waham tersebut dapat dia jelaskan secara realistis dengan cara yang aman
m.    ajarkan pasien tentang semua prosedur tepat sebelum prosedur tersebut di lakukan

4.      depresi
Intervensi psikososial pada pasien depresi( stillwell.2011 ):
a.       bantu pasien dalam mengidentifikasi situasi yang menyebabkan perasaan depresi
b.      dorong pasien untuk membahas penyakit, terapi, atau prognosis
c.       bantu pasien dalam mencapai pandangan positf tentang diri sendriri dengan mempasilitasi persepsi yang akurat tentang sakit, penyakit, atau cedera
d.      bantu pasien dalam menetapkan tujuan yang realistis, dengan mengetahui bahwa sedikit pencapai dalam meningkatkan perasaan positif tentang masa depan
e.       dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan mengambil control pmbuatan keputusan dalam keperawatan
f.       bantu pasien dalam mempasilitasi penilaian realistis tentang perubahan peran
g.      berikan ruang personal kepada pasien dalam lingkungan teknis
h.      berikan umpan balik positif kepada pasien ketika pasien menyelesaikan tugas yang spesifik
i.        berikan agens antidepresi dan pantau respon pasien, dengan memperhatikan efek samping potensial
5.      keputusasaan
Intervensi psikososial pada pasien keputusasaan( stillwell.2011 ):
a.       berikan suasana harapan realistis
b.      informasikan pasien mengenakan perkembangan sakit, penyakit, atau cedera
c.       ajarkan pasien mengenai cara mengidentifikasi perasaan putus asa dan dorong pasien untuk menerima bantuan dari orang lain
d.      dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang diri sendiri dan penyakit dengan mendengar aktif dan mengajukan pertanyaan terbuka
e.       evaluasi apakah ketidak nyamana fisik menyebabkan perasaan putusasa pasien
f.       ciptakan lingungan untuk mengfasilitasi partisifasi aktiv dalam perawatan diri
g.      dorong pasien untuk melakukan aktifitas fisik yang memberikan perasaan maju dan harapan kepada pasien
h.      berikan umpan bali positif kepada pasien atas upaya yang berhasil terlibat dalam perawatan diri
i.        bantu pasien dalam mengidentifikasi dan menggunakan mekanisme koping alternative
6.      ketidakbedayaan
Intervensi psikososial pada pasien ketidakberdayaan ( stillwell.2011 ):
a.       sediakan anggota perawatan kesehatan yang konsisten untuk memberikan perawatan dan informasi mengenai penyakit, terapi, dan prognosis
b.      dorong pasie untuk mengungkapkan perasaan tentang diri sendiri dan penyakit serta situasi ketika keberdayaan dirasakan
c.       terima perasaan marah pasien yang disebabkan oleh hilangnya kendali dan berikan kesempatan untuk melakukan pengendalian (mis., dalam menetapkan privasi, dalam menginformasikan pasien tentang perubahan sensor yang berhubungan dengan prosedur invasive)
d.      dorong penggunaan teknik relaksasi progresif, meditasi, dan imajinasi terbimbing untuk mengucapkan perasaan menerima atau mengendalikan (memberikan)
e.       dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan, mencari informasi, dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan perawatan diri
f.       ajarkan pasien tentang cara menerima penyakit dan perubahan potensial gaya hidup
g.      dengarkan diskusi pasien mengenai kemungkinan perubahan peran dan masalah finansial serta bantu pasien dalam menjelaskan kembali situasi penyakit untuk mengidentifikasi aspek positif
h.      ajarkan pasien tentang cara mendokumentasikan kemajuan dengan tetap membuat catatan harian



7.      deprivasi tidur
Intervensi psikososial pada pasien deprivasi tidur ( stillwell.2011 )::
a.       evaluasi frekuensi dan lamamya tidur siang
b.      ikuti ritual waktu tidur pasien
c.       hilangkan stimulus luar seperti cahaya, aktifitas yang tidak perlu. Suara gaduh dan pembicaraan staf, jika realistis
d.      atur posisi ventilator sehingga menghasilkan suara gaduh dengan tingkat decibel yang paling rendah untuk pasien
e.       matikan unit pengisap dan unit oksigen saat tidak digunakan
f.       gelapkan ruangan pada malam hari dan selama tidur siang
g.      sesuaikan suhu ruangan dan berikan selimut untuk kenyamanan
h.      jadwalkan terapi, yang mencakup pengobatan dan prosedur, sebelum tidur jika realistis.
i.        Berikan aktivitas di siang hari, seperti latihan rentan gerak, duduk, berdiri, atau berjalan
j.        Dorong pasien untuk meningkatkan tingkat aktivitas sepanjang hari sehingga ia dapat tidur pada malam hari.
k.      Atur posisi pasien sehingga ia merasa nyaman
l.        Berikan sentuhan yang bermakna dengan gosokan pada punggung
m.    Evaluasi dan berikan stimulus tidur yang biasa kepada pasien, seperti radio atau televise.
n.      berikan penutup telinga untuk menghilangkan stimulus lingkungan luar jika perlu









BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Pasien – pasien yang dirawat diruangan ICU adalah pasien – pasien yang sedang mengalami keadaan kritis. Keadaaan kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawatanya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis ini, perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik serta berkomunikasi yang efektif kepada pasien.



















DAFTAR PUSTAKA
 
 
 
1.      johal,sarb.2009, Foundations of Psychosocial Support in Emergency Management. New Zealand : newzealandgovt.nz https://www.health.govt.nz/system/files/documents/pages/foundations-of-psychosocial-disaster-handbook.pdf di akses tanggal 29 maret 2016.
2.      ARC resource pack. 2009. Foundation module 7: psychosocial support. www. Arc-online.org www.unchcr.org/4c98a5169.pdf diakses 29 mart 2016
3.      Fitria, N. dkk. 2013. Laporan Pendahuluam tentang Masalah Psikososial. Jakarta: Salemba Medika.
4.      Stillwell,susan b.2011.pedoman keperawatan kritis.edisi 3. Egc : Jakarta

0 komentar:

Post a Comment