Wednesday, April 13, 2016

asuhan keperawatan tbc

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penemuan mycobacterium tuberculosis pada tahun 1882 oleh Robert koch merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengendalian penyakit tuberkulosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum tahun Masehi. Penemuan ini jelas merupakan pilar yang amat penting yang mengubah perjalanan kehidupan dan dunia kesehatan selanjutnya. Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan structural yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (supardi 2006). Di indonesia penyakit ini sudah lama ada, dapat diketahui dari salah satu relief dicandi borobudur yang tampaknya menggambarkan suatu kasus tuberkulosis. Berarti pada masa itu (tahun 750 sesudah masehi) orang sudah mengenal penyakit ini ada diantara mereka (Situmeah,2004).
Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia dalam jumlah penderita Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir  400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun (Jakarta Pos, 2008). Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat  rentan pada keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis. Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes militus dan campak serta faktor genetik.
Melihat fenomena pada penyakit Tb paru seperti yang tersebut diatas penulis merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru untuk mengetahui bagaimana merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tb paru dengan baik dan benar.

B.     Rumus Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar dari Tuberculosis Paru?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan terhadap kasus tuberculosis paru?

C.     Tujuan
1.      Untuk memenuhi konsep dari tuberculosis paru.
2.      Untuk memenuhi asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan terhadap klien penderita tuberculosis paru

D.    Manfaat
Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Tuberculosis Paru mulai dari pengertian, patofisiologi, manifestasi klinis hingga penatalaksanaan sesuai dengan asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia. Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1.      Tuberkulosis paru
2.      Bekas tuberculosis
3.      Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a.       TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda – tanda lain positif )
b.      TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan ) ( Depkes RI, 2006 )
B.     Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
C.     Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari
pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005)
D.    Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1.      Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2.      Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3.      Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4.      Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5.      Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
E.     Penatalaksanaan
1.      Pencegahan
a.       Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b.       Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren.
c.       Vaksinasi BCG
d.      Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e.       Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008)
2.       Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
F.       Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1.      Meningitisas
2.      Spondilitis
3.      Pleuritis
4.      Bronkopneumon
5.      Atelektasi
















BAB III
KASUS
Kasus Tuberkulosis Paru
Tn  A. datang ke poliklinik paru dengan keluhan mengalami demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan  sesak, klien kontrol untuk mendapatkan therapi OAT, sebelumnya klien pengobatan Tb Paru namun tidak terkontrol, merokok (+). Pada saat dikaji klien masih mengeluh sesak dan batuk serta badanya terasa lemah RR: 30x/mnt,terpasang oksigen 3lt/mnt ,N: 94X/mnt, S: 37,5°C, saat diinsfeksi dada: bentuk dada simetris, ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal,sesak napas(+), vokal premitus kanan menurun, ronchi (+),dyspnoe(+),BB: 47 Kg dengan Tb:158cm, mual - muntah (+), klien tampak kurus dan anemis, klien terpasang WSD di ICS 4-5 produksi (+) 550cc,berwarna kuning keruh.
1.      Pemeriksaan laboratorium tanggal 16-03-2012
Hematologi :
Leukosit : 11.450/Ml, Hemoglobin : 9,30 gr/dl
Hematokrit : 24,9 %, Laju endap darah: 150 mm
Kimia darah:  
Fungsi hati SGOT : 58 u/l SGPT : 79u/l
2.      Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorak : ditemukan KP aktif, adanya efusi pleura kanan
Sputum BTA 3x (+)
3.      Therapi :
IUFD RL/ 8 jam ,injeksi cefriaxone 1x 2 gram,ranitidine 2x1 ampul,metronidazole 3x500mg
Pct 4x500mg, ambroxol 3x1 sendok,curcuma 3x2,prednisone 3x3 tab
Rifampicin ,Etambitol ,INH,Pirazinamid, perawatan luka WSD dan penggantian tabung WSD.

A.    Pengkajian Umum
1.      Keluhan Utama : demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan  sesak
2.      Keluhan Sekarang : klien masih mengeluh sesak dan batuk serta badanya terasa lemah
3.      Riwayat Kesehatan Dahulu : sebelumnya klien pengobatan Tb Paru namun tidak terkontrol, merokok (+)
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga : -
5.      Tanda-Tanda Vital :
a.       RR : 30x/menit
b.      N : 94x/menit
c.       S : 37,5 oC
d.      TB : 158 cm
e.       BB :47 kg
6.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi : bentuk dada simetris, ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal,sesak napas(+), dyspnoe(+), tampak kurus dan anemis, mual - muntah (+), terpasang WSD di ICS 4-5 produksi (+) 550cc dan berwarna kuning keruh.
b.      Palpasi : vokal premitus kanan menurun
c.       Auskultasi : ronchi (+)
7.      Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16-03-2012
a.       Hematologi :
1)      Leukosit : 11.450/Ml, Hemoglobin : 9,30 gr/dL
2)      Hematokrit : 24,9 %, Laju endap darah: 150 mm
b.      Kimia darah:
Fungsi hati SGOT : 58 u/l SGPT : 79u/l
8.      Pemeriksaan radiologi
a.       Rontgen thorak : ditemukan KP aktif, adanya efusi pleura kanan
b.      Sputum BTA 3x (+)

9.      Therapi :
a.       IUFD RL/ 8 jam ,injeksi cefriaxone 1x 2 gram,ranitidine 2x1 ampul,metronidazole 3x500mg
b.      Pct 4x500mg, ambroxol 3x1 sendok,curcuma 3x2,prednisone 3x3 tab
c.       Rifampicin ,Etambitol ,INH,Pirazinamid, perawatan luka WSD dan penggantian tabung WSD.



B.     Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
Ds :
·         keluhan mengalami demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan  sesak serta badannya lemas
Do :
·         dyspnoe(+),
·         ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal
·         sesak napas(+)
·          vokal premitus kanan menurun
·         ronchi (+), dyspnoe(+),
·         mual - muntah (+)
·         anemis,
Mycobacterium tuberculosis
Airbone/inhalasi droplet
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan atas
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan secret
Tidak efektif
Secret sulit di keluarkan
Kebersihan jalan napas tidak efektif
Kebersihan jalan napas tidak efektif

2
Ds :
·         Klien masih mengeluh sesak
Do :
·         RR: 30x/mnt
·         ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal,sesak napas(+)
·         dyspnoe(+),
Mycobacterium tuberculosis
Airbone/inhalasi droplet
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan atas
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan secret
Tidak efektif
            Secret sulit di keluarkan           
Obstruksi
Sesak nafas
Ganguan pola napas tidak efektif
Ganguan pola napas tidak efektif



C.     Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Kebersihan jalan napas tidak efektif  b.d secret kental dan kelemahan upaya batuk

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bersihan jalan napas klien efektif dengan KH :
-          pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan
sekret tanpa bantuan
-          Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu.








-          Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis

-          Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi



-          Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan


-          Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
-          Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
-          Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
 menurunkan upaya pernafasan.
-          Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
2
Ketidak efektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola nafas kembali aktif dengan KH :
-          dispnea berkurang
-          frekuensi normal
-          irama normal
-          kedalaman normal
-          pernafasan normal
-          bunyi napas terdengar jelas
-          pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan
-          Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap perubahan



-          Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi



-          Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)




-          Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau kalau perlu WSD

-          Dipasang WSD : periksa pengontrol pengisap dan jumlah isapan yang benar


-          Periksa batas cairan pada botol penghisap dan pertahankan pada batas yang ditentukan
-          Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
-          Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
-          Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.

-          Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru
-          Mempertahankan tekanan negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi paru optimum
-          Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer masuk ke dalam pleura



BAB IV
PENUTUP
Setelah menguraikan asuhan keperawatan Tn. A dengan TB Paru maka pada bab ini penulis mengambil kesimpulan dan memberikan saran yang mungkin dapat dilaksanakan dan berguna dalam penerapan proses asuhan keperawatan pasien dengan TB Paru
A.    Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. A dengan TB Paru adalah Kebersihan jalan napas tidak efektif  b.d secret kental dan kelemahan upaya batuk, Ketidak efektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien dengan memberikan intervensi kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu, catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis, berikan klien posisi semi atau fowler tinggi. Belum mencapai tahap impelementasi dan evaluasi.
B.     Saran
1.      Perawat atau tenaga medis lain yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru harus mengetahui penyebab dari TB Paru yang diderita klien. Setiap petugas medis diharapkan saling berkolaborasi.
2.      Klien dan keluarga hendaknya memahami faktor penyebab dari timbulnya penyakit TB Paru dengan menghindar dari pemicu kambuhnya penyakit tersebut. Klien dan keluarga juga diharapkan menjaga kebersihan disekeliling dan mengetahui tentang penyakit TB Paru sehingga keluarga klien dapat dengan siaga menangani secara mandiri di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin Arif. 2009, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika diakses pada 27 september 2015 pukul 15.40 wib
Somantri Irman. 2007, Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika diakses pada 29 september 2015 pukul 12.31 wib

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-lisakurnia-6389-2-babii.pdf diakses  pada  27 setember 2015 pukul 08.13 wib

0 komentar:

Post a Comment