Tuesday, April 12, 2016

hemodialisa

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA DAN 
PERITONEAL DIALISA
Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa I
KELOMPOK 3
Anggih Cahya Juarsak
Arif Rianto
Rohmat Solihin
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG – BANTEN
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan 
nikmat yang tak terhingga kepada kita semua serta dengan izinnya penulis dapat 
menyelesaikan makalah yang berjudul  “Konsep Dasar  dan Asuhan 
Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa”
Tidak mengurangi rasa hormat, terima kasih kepada :
1.  Bapak H.Maman Sutisna, SKM.,M.Kes, selaku ketua STIKes Faletehan 
Serang.
2.  Bapak Deni Suwardiman, S.Kep,.M.Kep, selaku ketua program studi ilmu 
keperawatan STIKes Faletehan Serang.
3.  Ibu  Indah Wulandari, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB  selaku dosen Keperawatan 
Dewasa I yang telah menugaskan makalah ini sehingga kami dapat belajar 
dan menyusun makalah ini.
4.  Kedua orang tua yang telah memberikan segenap dukungan moril maupun 
materil.
5.  Pihak-pihak yang telah membantu serta mendoakan yang terbaik bagi 
penulis.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna 
dan masih banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan. 
Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk 
proses pembelajaran kedepannya.
Serang, Juni 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................    ii
Daftar isi  .............................................................................................................................    iii
BAB I KAJIAN PUSTAKA
A.  Definisi Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa ....................................................    1
B.  Tujuan  ................................................................................................................    3
C.  Indikasi Hemodialisa  .........................................................................................    4
D.  Komplikasi Hemodialisa Akut  ..........................................................................    5
E.  Komplikasi Hemodialisa Kronik  .......................................................................    6
F.  Komplikasi Peritoneal Dialisa  ...........................................................................    7
G.  Patofisiologi ......................................................................................................    9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian  .........................................................................................................    13
B.  Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan  ..........................................    16
BAB IV PENUTUP
A.  Kesimpulan  ........................................................................................................    18
B.  Saran  ..................................................................................................................    18
Daftar Pustaka
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  1
BAB I
KAJIAN TEORITIS
A.  Definisi Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana 
solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran 
berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. 
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua teknik utama yang 
digunakan dalam dialisa.
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari 
darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke 
dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat 
digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. 
Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan 
hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan 
perbandingan sedikit larutan) melalui membran semipermeabel. 
Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan 
gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 
1997).  Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal 
kronik atau chronic kidney disease (CKD) stadium V atau gagal ginjal 
kronik (GGK).
Penderita GGK semakin meningkat jumlahnya, di amerika pada tahun 
2009 diperkirakan terdapat 116395 orang yang menderita GGK yang
baru. Lebih dari 380 ribu penderita GGK menjalani hemodialis regular 
(USRDS, 2011). Pada tahun  2011, di Indonesia terdapat 15353 pasien 
yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan 
pasien yang menjalani HD sebanyak 4268 orang sehingga seara 
keseluruhan terdapat 19621 pasien yang harus menjalani HD smpai 
akhir tahun 2012 terdapat 244 unit dialysis di Indonesia (IRR, 2013). 
Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara, 
antara lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila 
faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga usaha-usaha 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  2
pengobatan konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat-obatan, dan lain –lain tidak memberikan pertolongan yang diharpakan 
lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada 
stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal 
yang masih tersisa, yang diukur dengan klirens keratinin (KKr).
Pasien GGT apapun etiologic penyakit ginjalnya, memerlukan 
pengobatan khusus yang dizebut pengobatan atau terapi pengganti 
(TP).
Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam rongga 
perut yang  bekerja sebagai penampung cairan dialisis  dan peritoneum 
sebagai membran  semipermeabel yang berfungsi sebagai tempat yang 
dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi  racun 
ureum yang akan dibuang. Peritoneal dialysis  ini secara prinsip mirip 
dengan hemodialisis. Keduanya sama-sama tergantung pada 
pergerakan pasif dari air dan solute melewati membrane 
semipermeabel. Proses ini  disebut sebagai difusi. Arah dari  aliran 
solute ini ditentukan oleh konsentrasi masing-masing sisi membrane, 
sehingga solute bergerak dari sisi dengan konsentrasi tinggi ke  sisi 
yang konsentrasinya lebih rendah. Pada zaman dulu peritoneal  dialisis 
dilakukan  secara intermiten, dimana pasien  harus melakukan 
pergantian cairan secara rutin  setiap 8 jam atau lebih (biasanya 
sepanjang malam), 3  atau 4 kali seminggu. Sejumlah  mesin otomatis 
telah dikembangkan untuk membantu agar proses dialisis menjadi 
lebih sederhana dan lebih mudah. 
Kemudian pada tahun 1976 diperkenalkan salah satu tehnik peritoneal 
dialisis  yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan 
langsung dapat diterima sebagai terapi alternative untuk pasien dengan 
gagal  ginjal.  Continuous pada CAPD  ini berarti bahwa cairan dialisat 
selalu berhubungan dengan membrane peritoneum, kecuali pada saat 
penggantian cairan dialisat.  
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  3
Tehnik dari CAPD ini lebih sederhana dan sudah ada beberapa alat 
yang  dikembangkan untuk mempermudah proses penggantian cairan 
dialisat. Pada CAPD  ini, rongga abdomen/peritoneum pasien selalu 
terisi  cairan dialisat yang merupakan  cairan khusus yang terdiri dari 
elektrolit dan dekstrosa. Cairan dialisat ini perlu  diganti secara 
periodik ketika konsentrasi dari produk buangan (waste product) 
meningkat. Waste product ini berdifusi dari  darah pasien melewati 
membran  peritoneum dan masuk ke rongga abdomen. Dekstrosa atau 
gula pada cairan dialisat akan menarik air melalui proses osmosis dari 
tubuh menuju ke rongga peritoneum. 
Karena sejumlah dekstrosa diserap melalui proses difusi masuk ke 
dalam tubuh pasien  dan karena konsentrasi dekstrosa di dalam rongga 
peritoneum menurun karena  penambahan air, maka pergerakan cairan 
juga menurun dan pada saat inilah diperlukan penggantian cairan 
dialisat.  Proses penggantian cairan dialisat ini diulang 3 sampai 5 kali 
sehari, pada  umumnya 4 kali sehari. Proses penggantian cairan dialisat 
ini harus menggunakan  tehnik aseptik untuk mencegah terjadinya 
kontaminasi cairan dialisat. Untuk  mencapai akses ke peritoneum 
digunakan alat berupa tube kecil atau kateter yang  dimasukkan secara 
bedah ke dalam rongga abdomen. Karena menggunakan insisi  yang 
kecil dan prosedur pemasangan yang cepat,  maka lebih baik dan lebih 
aman  menggunakan anestesi lokal daripada anestesi umum. Kateter 
harus keluar dari abdomen di sisi samping pasien dan jauh dari belt 
line.
B.  Tujuan 
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari hemodialisa antara lain :
1.  Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu 
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, 
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2.  Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh 
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  4
3.  Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan 
fungsi ginjal.
4.  Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program 
pengobatan yang lain.
C.  Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan 
HD kronik. Hemodialisa segera adalah HD yang harus segera 
dilakukan.
1.  Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007) :
a.  Kegawatan ginjal
1)  Klinis : keadaan uremic berat, overhidrasi
2)  Oliguria (produksi urin <200 ml/12jam )
3)  Anuria (produksi urin <50 ml/12 jam)
4)  Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, 
biasanya K> 6,5 mmol/l)
5)  Asidosis berat (Ph <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6)  Uremia (BUN>150 mg/dl)
7)  Ensafalopati uremikum
8)  Neuropati/miopati uremikum
9)  Pericarditis uremikum
10)  Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/l)
11)  Hipertermia
b.  Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa 
melewatimembran dialysis.
2.  Indikasi hemodialisis kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang fdikerjakan 
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan mengguankan mesin 
hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialysis dimulai jika GFR < 15 ml/menit.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR kurang dari 15 ml/menit 
tidak selalu sama sehingga dialysis dianggap baru perlu dimulai 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  5
jika dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah ini (Daurgirdas 
et al., 2007) :
a.  GFR <15 ml/menit tergantung gejala klinis
b.  Gejala uremia meliputi; lethargy, anoteksia, nausea, mual dan 
muntah.
c.  Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d.  Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e.  Komplikasi metabolic yang refrakter.
D.  Komplikasi Hemodialisis Akut
Komplikasi akut  adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis 
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah : hipotensi, kram 
otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, demam 
dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 
2013).  Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan 
hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. 
Komplikasi yang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, 
aritmia, tamponade jantung, perdarahan intracranial, kejang, hemolisis, 
emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia 
(Daurgirdas et al., 2007).
Tabel 2.3 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Komplikasi  Penyebab
Hipotensi  Penarikan cairan yang berlebihan, 
antihipertensi, infark jantung, tamponade, 
reaksi anafilaksis
Hipertensi  Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi 
yang tidak adekuat
Reaksi alergi  Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, 
besi, lateks
Aritmia  Gangguan elektrolit, perpindahan cairan 
yang terlalu cepat, obat anti aritmia yang 
terdialisis  
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  6
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan 
elektrolit 
Emboli Udara  Udara memasui sirkuit darah
Dialisis Disekuilibrium  Perpindahan osmosis antara intrasel 
danekstrasel menyebabkan sel menjadi 
bengkak, edema serebral, penurunan 
konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat/kualitas air 
Chlorine  Hemolisis oleh karena menurunnya kolon 
charcoal
Kontaminasi Flouride  Gatal, gangguan  gastrointestinal, sinkop, 
tetanus, gejala neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri/endotoksin  Demam, menggigil, hipotensi oleh karena 
kontaminasi dari dialisat maupun sirkuli 
air
E.  Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan 
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat 
dilihat pada table 2.4 dibawah ini. (Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Tabel 2.4 Komplikasi kronik hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Penyakit jantung
Malnutrisi 
Hipertensi /volume excess
Anemia
Renal osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Komplikasi pada akses 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  7
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amyloidosis
Acquired cystic kidney disease
F.  Komplikasi Peritoneal Dialisis
Komplikasi yang berhubungan dengan CAPD secara umum  dapat 
dibagi  menjadi 3 kategori yaitu mekanik, medis, dan infeksi. 
Komplikasi mekanik terdiri dari  aspek tehnik sistem dialisat. 
Komplikasi yang berhubungan dengan kateter dapat  terjadi. Misalnya 
nyeri pada exit site yang disebabkan karena gerakan yang berlebihan 
dari kateter karen perlekatan yang tidak adekuat pada  dinding 
abdomen. Hal ini juga  dapat mengakibatkan kebocoran cairan dialisat 
di sekitar exit site dan memungkinkan  terjadinya infeksi di jaringan 
sekitarnya. Nyeri intra abdomen juga dapat  disebabkan karena instilasi 
cairan dialisat yang terlalu cepat sehingga menyebabkan jet effect. 
Komplikasi mekanik lainnya meliputi sumbatan atau tertekuknya 
kateter. Hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan  revisi atau repair 
dari kateter.
Komplikasi medis dapat berupa gatal, gangguan  elektrolit, malnutrisi, 
edema  akibat kelebihan cairan, dehidrasi, konstipasi, fibrosis 
peritoneal, perdarahan, dan efusi pleura akibat kebocoran cairan 
dialisat melalui diafragma. Beberapa penyakit juga dapat menyertai 
CAPD seperti gagal jantung kongestif akibat kelebihan cairan. 
Bila pasien mengalami kelebihan cairan yang ditandai dengan edema, 
sesak, dan  peningkatan berat badan serta tekanan darah maka  perlu 
pembatasan jumlah  cairan  dengan mengurangi minum, dan 
menggunakan cairan dialisat berkonsentrasi lebih  tinggi. Sebaliknya 
bila terjadi dehidrasi, pasien perlu edukasi untuk banyak minum  dan 
hindari penggunaan cairan dialisat dengan konsentrasi tinggi. 
Peningkatan kadar  glukosa akibat kandungan dekstrose dari cairan 
dialisat juga dapat mencetuskan  diabetes mellitus. Dalam hal ini 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  8
diperlukan insulin  untuk regulasi gula darah pada  pasien diabetes. 
Konstipasi yang terjadi pada  pasien CAPD umumnya disebabkan 
karena obat pengikat  fosfat. Dalam hal ini pasien perlu diatur dietnya 
agar lebih banyak makan makanan berserat dan bila perlu dapat 
diberikan laksatif. Hernia  juga dapat terjadi pada pasien CAPD karena 
peningkatan tekanan intra abdomen yang  disebabkan karena adanya 
cairan dialisat. Benjolan dapat muncul pada lipat paha atau  pada 
tempat bekas insisi abdomen. Batuk juga dapat  meningkatkan risiko 
timbulnya  hernia. Oleh karena itu anestesi umum pada waktu operasi 
pemasangan kateter  sebaiknya dihindari untuk mencegah batuk yang 
muncul post operatif yang dapat  mengakibatkan timbulnya hernia di 
tempat dimana kateter keluar dari peritoneum. 
Bila timbul hernia, maka harus dilakukan repair secara bedah dan 
CAPD dapat dilanjutkan setelah repair tetapi volume dialisat dikurangi 
sampai terjadi penyembuhan luka yang sempurna. 
Komplikasi infeksi dapat berupa infeksi pada exit site dan tunnel serta 
peritonitis. Kedua jenis infeksi ini merupakan komplikasi CAPD yang 
cukup sering  terjadi. Infeksi exit site dan tunnel ditandai dengan 
kemerahan, indurasi, dan mungkin  adanya cairan purulen di sekitar 
exit site. Pada umumnya infeksi pada exit site dan  tunnel disebabkan 
oleh Staphilococcus aureus. Pilihan terapinya meliputi topikal dan 
antibiotik sistemik, perawatan topikal yang dapat dilakukan dengan 
povidon iodin, dan revisi tunel. Bila terapi tersebut gagal maka kateter 
harus dilepas dan dipasang kembali (revisi). 
Peritonitis merupakan penyebab utama kegagalan CAPD. Meskipun 
insiden  dari komplikasi ini sangat bervariasi, namun angka 
kejadiannya meningkat pada  pasien diabetes dan usia tua. Risiko 
komplikasi ini juga dipengaruhi ras pasien, pendapatan, dan tingkat 
pendidikan pasien.4 Gejala peritonitis ini pada awalnya dapat  ringan 
tetapi jika diabaikan dapat menjadi sangat berat. Pasien mengeluh 
nyeri atau  rasa tidak nyaman pada daerah abdomen, mual, muntah, 
atau diare bisa disertai  dengan demam atau tidak, sedangkan cairan 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  9
yang keluar dari rongga peritoneum biasanya keruh.6 Peritonitis 
karena CAPD ini biasanya disebabkan oleh kokus gram  positif yang 
berasal dari flora normal kulit pasien. Tetapi bila terjadi infeksi 
peritoneal  yang berat biasanya disebabkan karena perforasi organ 
visera yang akan mengakibatkan infeksi polimikrobial meliputi bakteri 
anaerobik dan aerobik gram  negatif. Peritonitis karena infeksi bakteri 
anaerobik tanpa perforasi usus jarang terjadi. 
Infeksi karena jamur juga jarang terjadi, namun bila ada biasanya 
disebabkan oleh  kandida, dapat juga disebabkan Fusarium, 
Aspergillus, atau Drechslera. Terapi  empirik harus berdasarkan hasil 
pulasan Gram dari cairan  dialisat peritoneal atau dari  kultur dan tes 
sensitifitas. Tetapi bila tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan 
tersebut, terapi inisial harus berupa antibiotika yang dapat mencakup 
bakteri gram positif dan negatif. 
G.  Patofisiologi
Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan HD reguler sampai 
saat ini  belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga 
sebagai penyebab HID seperti volume overload , aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron system  (RAAS) karena  diinduksi oleh 
hipovolemia saat dilakukan UF, overaktif dari simpatis, variasi dari ion 
K + dan Ca 2+ saat HD, viskositas darah yang meningkat  karena 
diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO),  UF yang berlebih saat HD, 
obat  antihipertensi terekskresikan saat HD dan adanya disfungsi 
endotel (Locatelli et al., 2010). 
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada 
penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien 
penyakit ginjal tahap akhir menjalani dialysis peritoneal (Health  Care 
FinancingAdministration,1986). 
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada 
tehnik ini peritoneum berfungsi sebagai membrane semi permeable. 
Akses terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  10
trokar lurus, kaku  untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih 
permanent, sedangkan untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff. 
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan 
dialysis kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen. 
Ureum dan kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang 
diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan 
osmosis. Ureum dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, 
sedangkan kreatinin dikeluarkan lebih lambat.  Dialysis peritoneal 
kadang-kadang  dipilih karena menggunakan tehnik yang lebih 
sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari 
pada hemodialisis. PATOFLOW :
Fungsi ginjal memburuk
Tidak mampu ditingkatkan dengan pengobatan (obat-obatan, diet, 
pembatasan minum)
Gagal ginjal terminal
Tubulus renalis tidak mampu melakukan sekresi dengan selektif
Zat beracun tidak dapat di ekskresikan dari tubuh
Toksin uremia menumpuk dalam darah
Diperlukan terapi pengganti fungsi ginjal
Terapi pengganti ginjal
Transplantasi ginjal          dialysis 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  11
Hemodialisis      peritoneal dialysis 
Pre-hemodialisis    Intra-hemodialisis    Post-hemodialisis
Prosedur invasive           
(penusukan jarum ke fistula)
Port the entry mikroorganisme
Resiko infeksi b.d prosedur
inflamasi yg berulang
adanya ultrafiltrasi yang cepat 
dan volume tinggi
penarikan cairan berlebih dan cepat kedalam dialiser
penurunan vol cairan dan elektrolit dlm tubuh
hipovolemi
kekurangan vol.cairan b.d rusaknya fungsi ginjal,
pergantian cairan antara dialisa dan darah, serta 
kehilangan darah selama dialisis
perfusi jaringan menurun
asupan nutrisi dalam darah menurun 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  12
merangsang hipotalamus
merangsang mual dan muntah
mual, muntah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia 
dan mual
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  13
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian
1.  Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama dan pendidikan.
2.  Riwayat kesehatan
a.  Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya 
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah 
dan edema akibat retensi natrium dan cairan
b.  Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai 
penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis, 
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayatpenggunaan 
analgesik yang lama atau menerus.
c.  Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang 
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakit keturunannya 
seperti GGK akibat DM.
d.  Data biologis
1)  Makan dan minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan 
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
2)  Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urin seperti oliguri, 
anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal 
melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi. Dan Perubahan 
warna urine (kuning pekat, merah)
3)  Aktivitas 
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dengan 
penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan urem dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan. 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  14
4)  Istirahat atau tidur
Pasien biasanya mengalami pola istirahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat 
toksisk seperti mual, muntah, sakit kepala, keram otot dan 
sebagainya.
3.  Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Lemah dan penurunaan tingkat ke sadaraan akibat 
terjadinya uremia 
Vital sign : Biasanya terjadi akibat retensi cairan dan natrium dada 
aktifitas system renim
BB : Biasanya meningkat akibat oedema 
a.  Inspeksi 
1)  Tingkat kesadaraan pasien menurun 
2)  Biasanya timbul peruritus akibat penurunaan zat-zat toksik 
pada kulit
3)  Edema pada tungkai, asites, sebagai retensi cairan dan ratium
b.  Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmunari akibat 
penumpukan cairan di rongga plura dan kemungkinan gangguan 
jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh 
toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi 
gagal jantung kogsetif.
c.  Palpasi
Untuk memanstikan edema pada tungkai dan acietas.
d.  Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi edema pulmunar 
yang apabila terjadi edema pulmunari maka akan terdengar redup 
pada perkusi.
4.  Data Fisikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, 
perubahan peran baik di keluarga maupun di masyarakat. Pasien juga 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  15
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan 
tergantungan pada orang lain.
5.  Data Sosial
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat penurunan kondisi 
kesehatan dan laranga untuk melakukan aktivitas yang berat.
6.  Data Penunjang 
a.  Rontgen foto dan USG yang akan memeperlihatkan ginjal yang 
kecil dan atropik.
b.  Laboratorium :
1)  BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin 
dalam darah.
2)  Elektrolit dalam darah : Terjadi peningkatan kadar kalium dan 
penurunan kalium.
3)  Urine lengkap 
4)  Darah lengkap meliputi : Hb, Hct, L, Trombosit, LED, Ureum 
pri dan post, kratinininpre dan post, protein total, albumin, 
globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, 
kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC, 
saturasi transferin, feritin serum, pth Vitamin D, kolestrol total, 
HDL, LDL, trgliserida, asam urat, Hbs Ag, Anti HCV, anti HI, 
CRP, astrup : pH/pC02/Hc03
5)  Biasanya dapat ditemukan adanya : anemia, hiperkalemia, 
hiperfosfatemia, hipokalsemi ureumikum, kretinin meningkat, 
pH darah rendah, GD klien DM menurun.
6)  Radiologi : Ronsen, Usg, Echo : kemungkinan ditemukan 
adanya gambaran pembesaran jantung, adanya batu saluran 
kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaraan keadaan ginjal, 
adanya pembesaran ukuran ginjal vaskularisasi ginjal, sidik 
nuklir dapat menentukan GFR dan IVP abnormalitas pada 
sistem penampungan (Ductus koligentes)
EKG : dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan 
irama, hiperkalemi, hipoksia miokard. 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  16
7)  Biopsi : Mendeteksi adanya keganasan adanya pada jaringan 
ginjal
B.  Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan  Hasil yang diharapkan  Intervensi
1.  Kekurangan 
volume atau 
kelebihan volume 
cairan berhubungan 
dengan rusaknya 
fungsi ginjal, 
pergantian cairan 
antara dialisa dan 
darah, serta 
kehilangan darah 
selama 
hemodialisis.
Setelah dilakukan 
tindakan keperawatan 
harapkan :
Keseimbangan cairan 
akan tetap, seperti yang 
dibuktikan dengan 
tidak adanya edema 
atau dehidrasi.
1.  Kaji tanda-tandea vital
2.  Memantau status 
volume cairan
3.  Mengikuti pembatas 
cairan
4.  Memantau status 
cairan 
5.  Berikan cairan 
pengganti sesuai 
dengan intruksi dan 
indikas
6.  Kaji adanya dehidrasi 
ataupun syok
7.  Kolaborasi untuk 
pemberian tambahan 
cairan dan transfuse
2.  Ketidak 
seimbangan Nutrisi 
: Kurang dari 
kebutuhan tubuh 
berhubungan 
dengan anoreksia 
dan mual
Setelah dilakukan 
tindakan keperawatan 
hasil yang di harapkan :
Klien akan menjaga 
nutrisi yang cukup 
seperti yang buktikan 
dengan terjaganya berat 
badan tanpa penurunan 
massa otot
1.  Kaji faktor yang 
berperan dalam 
merubah masukan 
nutrisi
2.  Menyediakan 
makanan kesukaan 
pasien dalam batasan 
diet
3.  Tingkatkan masukkan 
protein yang 
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  17
mengandung nilai 
biologis, 
tinggi,telor,produk 
susu,daging.
3.  Resiko infeksi 
berdasarkan 
prosedur inflamasi 
yang berkurang
Pasien tidak mengalami 
infeksi dengan kriteria: 
1.  Tidak ada tanda 
infeksi
2.  Nilai laboratorium 
(leukosit, LED) 
dalam batas normal
1.  Pertahankan area steril 
selama penusukan 
kateter
2.  Pertahankan tekhnik
steril selama kontak 
dengan akses 
vesikuler : Penusukan, 
pelepasan kateter
3.  Monitor area akses 
HD terhadap 
kemerahan, bengkak, 
nyeri
4.  Beri penjelasan pada 
pasien pentingnya 
peningkatan setatus 
gizi 
5.  Kolaborasi pemberian 
antibiotik
6.  Mikroorganiosme 
dapat di cegah masuk 
insersi kateter
7.  Kuman tidak masuk 
ke dalam area insersi
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  18
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post hemodialisa adalah 
kekurangan volume cairan berhubungan dengan rusaknya fungsi ginjal, 
pergantian cairan  antara dialisat dan darah serta kehilangan darah selama 
hemodialisis, ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan 
anoreksiadan mual, Resiko infeksi berdasarkan prosedur inflamasi yang 
berkurang. Rencana  tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien 
dengan memberikan intervensi memantau status volume cairan, tingkatkan 
masukan proteinyang mengandungnilai biologis tinggi, telur, produk susu, 
daging dan Pertahankan tekhnik steril selama kontak dengan akses 
vesikuler : Penusukan, pelepasan kateter
B.  Saran
Perawat atau tenaga medis lain yang memberikan asuhan keperawatan 
pada pasien  hemodialisa dan peritoneal diasis  harus mengetahui 
penyebab yang diderita klien. Setiap petugas medis diharapkan saling 
berkolaborasi.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa  19
DAFTAR PUSTAKA
Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. 5th Report of Indonesian Renal Registry 
2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
United States Renal Data System (USRDS). 2011. Annual Data Report: Atlas of 
Chronic Kidney Disease and  End-Stage Renal Disease in the United States, 
National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and 
Kidney Diseases, Bethesda, MD, 2011.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4 th ed. 
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the 
Kidney. 9 th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., 
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473- 505.
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa : Agung 
Waluyo  Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3, Alih bahasa : I 
Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit 
(Edisi 4). Jakarta : EGC
Soepaman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II). Jakarta : Balai Penerbit 
FKUI Diposkan oleh Maryadi hazil di 07:29
http://www.scribd.com/doc/22574476/Askep-GGK diakses pada 27 Juni 2015.
http://www.spesialis.info/?tekhnik-dalam-dialisa,607 diakses pada 27 Juni 2015.

0 komentar:

Post a Comment