Tuesday, April 12, 2016

maternitas



PEMBAHASAN KASUS SGD
MATA KULIAH MATERNITAS
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6
IRMA ASTUTI
FARIS SAY PRATAMA
HUDROMI HIDAYAT
NOERFAIZAH
NOVIANA MEILANI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG – BANTEN
2015
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,serta atas izin dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas  “Pembahasan Kasus SGD dengan Retensio Plasenta  ”
Dalam penyusunan makalah ini kiranya penulis tiada kata lain yang dapat disampaikan kecuali ucapan terima kasih kepada Ibu Lenny Stia Pusporini, M.kep., Sp.Mat selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi bahasa maupun materi yang masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan penulis untuk kesempurnaan tugas ini.


Serang, .... Desember  2015

.........................................


           




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan....................................................................................... 1
C.     Manfaat penulisan…………………………………………………………1
BAB II TINJUAN TEORITIS
A.    Pengertian.................................................................................................. 2
B.     Etiologi...................................................................................................... 2
C.     Patofisiologi.............................................................................................. 4
D.    Manifestasi kelinis..................................................................................... 5
E.     Klasifikasi stage........................................................................................ 6
F.      komplikasi................................................................................................. 6
G.    Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………..6
H.    Penatalaksanaan……………………………………………………….... 7
BAB III PEMBAHASAN  KASUS
A      Istilah Yang Tidak dipahami..................................................................... 11
B       Pertanyaan-pertanyaan penting................................................................. 11
C       Petwey ...................................................................................................... 13
D      Diagnose keperawatan.............................................................................. 14
E       Analisa keperawatan……………………………………………..………14
F        Rencana Asuhan Kepwrawatan………………………………………..…16
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………………..19
B.     Saran ……………………………………………………………………21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..22
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Retensio plasenta merupakan kasus yang banyak kita temui dalam kesehatan terutama dalam kasus-kasus kebidanan, oleh karena itu retensio plasenta bisa menjadi faktor pemicu terjadinya kematian pada ibu.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual

B.     TUJUAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah maternitas selain itu untuk memahami sebuah kasus tentang Retansio Rlasenta dan mengetahui tentang Asuhan Keperawatannya.

C.     MANFAAT
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa tentang pembahasan kasus  sampai asuhan keperawatan pasien dengan retensio plasenta sehingga memungkinkan mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio plasenta.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba2006).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir.  Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.

B.     ETIOLOGI
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Secara fungsional:
1.      His kurang kuat (penyebab terpenting)
2.      Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

Secara patologi – anatomi:
1.      Plasenta akreta
2.      Plasenta inkreta
3.      Plasenta perkreta

Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
1.      Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2.      Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
1.      Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta    akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2.      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan

Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
a.       Darah penderita terlalu banyak hilang
b.      Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
c.       Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

C.     PATOFISIOLOGI
Setelah baydilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retasi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel myometrium tidak relaksasi, mealinkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, myometrium menebal secara progresif dan kavum uteri mengecil sehingga ukurannya juga mengecil. Pengecilan menmdadak uterus inidisertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai melepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot myometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
D.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Waktu hamil
a.       Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
b.      Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
2.      Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdaraha
3.      Kadang terjadi ruptur uterib.     
a.       Persalinan kala I dan II Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
b.      Persalinan kala III
1)      Retresio plasenta menjadi ciri utama
2)       Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
3)      Komplikasi yang seriun tetapi sering dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4)      Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
E.     KLASIFIKASI STAGE
1.      Plasent adhesiv adala implantasi  yan kua dar jonjo korion plasent sehinggmenyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.      Plasent akret adala implantasi  jonjo korio plasent hingga memasuk sebagialapisan miometrium.
3.      Plasent inkreta adalah implantasi  jonjot korion  plasenta hinggamencapai/memasukmiometrium.
4.      Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembuslapisan otohingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5.      Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,disebabkan olekonstruksi ostium uteri
F.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.      Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yangdilakukan.
2.      Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi danpenurunan perfusorgan.
3.      Sepsis
4.      Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untukmemiliki anak selanjutnya
G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Hitung darah lengkap
Untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dahematokrit(Hct)meliha adany trombositopenia sert jumla leukosit. Pad keadaa yang  disertadengan infeksi, leukosit biasanyameningkat.
2.      Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain
H.    PENATALAKSANAAN
a.       Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1)      Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
2)      Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3)      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.
4)       Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)
5)      Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.
b.      Plasenta inkaserata
1)      Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2)      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3)      Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan  drips oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4)      Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk
c.       Plasenta akreta
1)      Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang dalam.
2)      Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.
d.      Sisa plasenta
1)      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
2)      Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.
3)      Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
4)      Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus. Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan rahim). Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawanya





















BAB III
PEMBAHASAN KASUS

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus :
Seorang perempuan, 36 tahun, P6A0, 7 jam pertama postpartum, dating bke RS tanggal 15 desember 2015 pukul 23.00, di rujuk bidan karena plasenta belum keluar sejak melahirkan  jam 17.00 di paraji. Sebelum ke RS pengeluaran plasenta sudah di coba di lakukan oleh paraji, kemudian oleh bidan tapi baru sebagaian  akhirnya klien di rujuk ke RS. Hasil pemeriksaan, TD 90/60 mmHg, Suhu 36,8 °C, nadi 84x/mnt, RR 24x/mnt, kinjungtiva anemis, membrane mukosa kering dan pucat, tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat, teraba lunak, posisi lateral, distensi vesika urinaria tampak tali pusat di jalan lahir, akral dingin, CRT lambat (>2 detik), tidak terdapat edema, homan sign gative serta haus. Di RS segera di lakukan pengeluaran  plasenta manual, sebagian plasenta dapat di keluarkan, konsultasi ke dokter Sp. Og, kemudian pukul 02.30 dokter melakukan upaya yang sama, karena tidak berhasil juga klien kemudian di lakuan kurretage. Selama proses pengeluaran plasenta, darah yang keluar kurang lebih 600cc. terapi yang di berikan cefotaxin 3x1 gr terpasang infus rl 20 tts/mnt, oxyla drip 10 unit, hb 6,8 gr%.
1.      Identifikasi istilah yang tidak di pahami
2.      Identifikasi problem dasar kasus pemicu dengan membuat pertanyaan-pertanyaan penting ( kasus, etiologi,patofisiologi, asuhan keperawatan).
3.      Analisa problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
4.      Klarifikasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas
5.      Cari informasi tambahan tentang kasus tersebut melalui literature/pustaka, jurnal, dan riset terkait.
6.      Laporkan hasil diskusi.


A.    Istilah yang tidak dipahami :
1.      P6A0                     : partus (melahirkan) 6 kali, abortus (keguguran) 0
2.      Distensi V.U         : penumpukan urine di kandung kemih
3.      Curettage              : memasukan alat untuk membersihkan dinding Rahim dari sisa-sisa persalinan atau aborsi.
4.      Oxyladrip              : di indikasikan untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat bulan, ketuban pecah dini atau preeklamsia, sekcio Caesar, perdaharan pasca partum, post partum dan perdarahan uterus pada partum pasca hamil.
B.     Pertanyaan-pertanyaan penting
1.      Mengapa plasenta tidak bisa di lahirkan ?
2.      Adakah hubungan antara klahiran sebelumnya dengan sekarang?
3.      Kenapa CRT lambat (>2 detik) ?
4.      Kenapa bisa terjadi distensi VU ?
5.      Kenapa akral klien dingin pada kasus tersebut (patofisiologi)?
6.      Kenapa tekanan darahnya rendah (90/60 mmHg)?
7.      TFU 1 jari di atas pusat dan teraba lunak?
8.      Tujuan pemasangan infus untuk kasus di atas?
9.  Apakah efek psikologis pada ibu?
10.  Komplikasi apa saja yang dapat terjadi selain perdarahan?
11.  Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut?
Jawaban :

1.      Secara fungsional:
a.        His kurang kuat (penyebab terpenting)
b.      Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
(Sastrawinata, 2006)
2.      Terdapat hubungan antara kelahiran sebelumnya dengan kelahiran sekarang, karena kelahiran sekarang merupakan kelahiran yang ke-6 sehingga menyebabkan lemahnya uterus untuk dilakukannya lagi tempat penempelan janin.
3.      Kurangnya O2  akibat pengeluaran darah atau perdarahan, kurangnya supply darah di daerah perifer
4.      Kebanyakan ibu tidak mampu berkemih tanpa bantuan dalam kala ini, bila kandung kemih dapat teraba diskusikan untuk memasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih (sarankan bahwa ibu dapat menggunakan etonoks selama kateterisasi) tapi usahakan tetap duduk diatas pispot sebagai pilihan pertama. Kandung kemih yang penuh biasanya menggeser letak uterus. (Chapman, 2006).
Terjadi distensi vesika urinary karena terjadi kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih (Bobbak,dkk.2005)
5.      Akral pasien dingin disebabkan karena kurangnya asupan oksigen dan nutrisi ke perifer sehingga pertukaran gas Oksigen berkurang.
6.      Akibat perdarahan sehingga terjadi penurunan tekanan darah, akibat perdarahan maka tubuh menjadi lemah dan syok sehingga terjadi penurunan tekanan darah
7.      Pada kasus diatas tinggi fundus uteri pasien abnormal karena normalnya 1-2 jari diatas simpisi
8.      Untuk menambahkan cairan karena tekanan darah rendah, lemah, membrane mukosa kering dan pucat
Perlengketan plasenta di dinding rahim, fundus teraba lunak maka kontraksi yang tetrjadi melemah sehingga plasenta tidak keluar, kontraksi lemah sehingga tidak ada dorongan untuk mengeluarkan
9.      Efek psikologis pada ibu adalah ansietas, sebab banyaknya perdarahan.
10.  Komplikasi yang terjadi selain perdarahan adalah Infeksi, Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
11.  Diagnose keperawatan yang muncul adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan veskular yang berlebih dan ganguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemia
C.    Petwey
Bayi lahir (P6O0)
Adanya kontaksi uterus
Sel myometrium tidak relaksasi/menjadi lebih pendek dan tebal
Kavum uteri mengecil
Tempat perletakan plasenta mengecil
Plasenta sulit keluar
Tindakan manual
Kurretage
↓                                                                      ↓
Kurang O2 ­                                                      tindakan insisi
      ↓                                                                            ↓
Oksi hemoglobin                                             pengeluaran veskular yang berlebih
      ↓                                                                            ↓

Hb menurun                                                    kekurangan volume cairan
      ↓
Transpotasi O2 menurun                                       
Kapiler menurun
      ↓
Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
D.    Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidake fektifan perfusi jaringan perifer
2.      Kekurangan volume cairan
E.     Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
DO:
-          CRT > 2 detik
-          TD 90/60 mmHg
-          Akral dingin
-          Konjungtiva anemis
-          Hb 6,8 g%
DS:
Bayi lahir(P6O0)
Adanya kontaksi uterus
Sel myometrium tidak relaksasi/menjadi lebih pendek dan tebal
Kavum uteri mengecil
Tempat perletakan plasenta mengecil
Plasenta sulit keluar
Tindakan manual
Kurretage
Kurang O2 ­
Oksi hemoglobin
Hb menurun
Transpotasi O2 menurun
Kapiler menurun
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
DS:
-          Haus
-          Pengeluaran plasenta, sudah dicoba dilakukan oleh paraji kemudian oleh bidan tapi baru sebagian
DO:
-          TD: 90/60 mmHg
-          Konjungtiva anemis
-          Membrane mucosa kering dan pucat
-          darah yang keluar kurang lebih 600 cc
Bayi lahir(P6O0)
Adanya kontaksi uterus
Sel myometrium tidak relaksasi/menjadi lebih pendek dan tebal
Kavum uteri mengecil
Tempat perletakan plasenta mengecil
Plasenta sulit keluar
Tindakan manual
Kurretage
Pengeluaran veskular yang berlebih

Kekurangan volume cairan
Kekurangan volume cairan


F.     Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan dengan kriteria hasil:
-          Ttv dalam batas normal
-          Hb normal
-          CRT 2 detik
1.      Kaji  tanda vital, warna kulit dan ujung jari.
2.      Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.
3.      Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah.
4.      Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi.

)     

1.      memastikan bahwa tidak adanya perfusi jaringan
2.      Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh dalam vascular, apabila suhu tubuh rendah maka akan membuat vascular kontriksi sehingga dapat menghambat distribusi nutrient dan oksigen
3.      Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak system imun
4.      penggantian sel darah merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.


Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktiv
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan agar tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria hasil :
-          ttv dalam batas normal
-          mukosa bibir tidak kering dan pucat
-          Hb dalam batas normal.
1.      Kaji kondisi status hemodinamika
2.      Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian
3.      Observasi nadi dan tekanan darah
4.       Berikan diet makanan berstektur halus
5.      nilai hasil lab HB/HT
6.      Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi

1.      Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
2.      Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
3.      Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
4.      mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan sehingga tidak membutuhkan energi banyak untuk metabolisme.
5.      Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5mgHb.
6.      untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.













BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah kasus di atas menunjukan bahwa pasien terdiagnosa Retensio Plasenta dengan penebab factor kelahiran yang ke 6 kalinya dari keadaan pasien dapat di ambil diagnose keperawatan yaitu gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke perifer dan kekurangan volume cairan berhubungan dengan  pengluaran veskular yang berlebih
Kami sertakan beberapa jurnal penelitian yang berhubungan dengan kasus di atas yaitu sebagai berikut :
a.       Paritas besar pengaruhnya terhadap kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin, terutama paritas yang tinggi. Wiknjosastro (2005), menyatakan bahwa ibu yang pernah melahirkan 5 (lima) kali atau lebih, memiliki rahim yang teregang berlebihan sehingga menciptakan banyak ruangan kosong yang berisiko terjadi kelainan pada plasenta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin yang paritasnya beresiko (>4) sebagian besar mengalami retensio plasenta. Oleh karena itu bidan hendaknya mewaspadai kemungkinan terjadinya retensio plasenta pada ibu bersalin dengan paritas > 4, agar kejadian retensio plasenta dapat terdeteksi lebih dini dan tertangani lebih baik. (Khotijah, Ansari.T, Khosidah, A. 2011. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Retensio Plasenta pada Ibu Bersalin. Dalam : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=297659&val=6633&title=HUBUNGAN%20USIA%20DAN%20PARITAS%20DENGAN%20KEJADIAN%20RETENSIO%20PLASENTA%20PADA%20IBU%20BERSALIN)

b.      Dalam sebuah penelitian dijelaskan bahwa semakin rendah kadar Hb, kejadian retensio plasenta semakin tinggi. Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung 2010. (Ramadhani, NP., Sukarya, WS. 2010. Hubungan antara Karakteristik Pasien dengan Kejadian Retensio Plasenta pada Pasien yang Dirawat di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2010. Dalam : http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/download/29/pdf)
c.       Berdasarkan penelitian bahwa Usia berhubungan dengan kejadian retensi plasenta Berdasarkan hasil penelitian dari 58 orang ibu bersalin di Puskesmas Jagir Surabaya tahun 2012 mayoritas adalah umur 20-35 tahun yaitu 40 orang (68,9%) dibandingkan umur <20 dan >35 tahun yaitu sebanyak 18 orang (31,1%). Sedangkan dari 19 orang ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta mayoritas pada umur <20 tahun dan >35 tahun sebanyak 12 orang (66,7%) dibandingkan umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 7 orang (17,5%). Sedangkan, Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 58 orang ibu bersalin di Puskesmas Jagir Surabaya Tahun 2012 mayoritas paritasnya adalah primipara yaitu sebanyak 38 orang (65,5%) dibandingkan multipara dan grandemultipara yaitu sebanyak 20 orang (34,5%). Sedangkan dari 19 orang ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta mayoritas pada multipara dan grandemultipara yaitu sebanyak 11 orang (55%) dibandingkan primipara yaitu sebanyak 8 orang (21,1%). Hal ini disebabkan karena rahim sering terjadi terjadi peregangan sehingga kehilangan elastisitasnya yang kemudian berdampak miometrium tidak dapat berkontraksi dan retraksi dengan maksimal. (Zau, E., Endang, BS. 2011. Hubungan antara Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Retensio Plasenta. Dalam : http://jurnal-griyahusada.com/awal/images/files/Penelitian%201.PDF)



B.     SARAN
Dalam penulisan makalah ini kami sadari jauh dari kata sempurna maka kami butuhkan saran yang membangun untuk kami memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.




























DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan : Persalinan dan Kelahiran. Jakarta:EGC.
Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007.
Prawirohardjo, Sarwono, 2006, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP–SP
Sastrawinata, S., 2008. Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan. Dalam: Hanifa Wiknjosastro, ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 128–131
WiknjosastroHanifa, Abdul Bari Saifuddin, dan Trijatmo Rachimhadhi. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.

0 komentar:

Post a Comment