KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang Kebutuhan
psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Kebutuhan psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis”untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Kebutuhan psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis”untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
Kata
pengantar………………………………………………………………………………i
Daftar isi
……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………………….1
a.
Latar belakang
………………………………………………………………………1
b.
Tujuan penulisan
……………………………………………………………………1
c.
Manfaat penulisan
…………………………………………………………………..1
BAB II KAJIAN TEORITIS
…………………………………………………………...…...2
a.
Definisi psikososial ………………………...………………………………………2
b.
Masalah psikososial…………………………..……………………………………...3
c.
Psikososial dalam kegawat daruratan ……………………………………………….11
d.
Intervensi keperawatan dalam masalah
psikososial kegawat daruratan …………….20
BAB III PENUTUP
…………………………………………………………………………26
a.
Kesimpulan ………………………………………………………………………….26
b.
Dafar pustaka ………………………………………………………………………..27
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang
unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu
lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai
keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan
kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan
petugas kesehatan. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
dirawat di icu atau perawatan kritis selalu mempertimbangkan aspek biologis,
psikologis, sosiologis, spiritual, secara komprehensif. Hal ini berarti pasien
yang dirawat di ICU membutuhkan asuhan keperawatan tidak hanya masalah
patofisiologi tetapi juga masalah psiko sosial, lingkungan dan keluarga yang
secara erat terkait dengan penyakit fisiknya. (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo,
2001)
B. Tujuan
1. Mengetahui
definisi psikososial
2. Memahami
masalah psikososial pada pasien gawat darurat dan kritis
3. Mengetahui
intervensi psikososial pada keperawatan kritis
4. Meningkatkan
kemampuan penulisan makalah
C. Manfaat
penulisan
1. Bagi
ilmu keperawatan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi untuk
dijadikan bahan dalam mengembangakan program pendidikan keperawatan terhadap psikososial
pada pasien gawat darurat dan kritis
2. Bagi
perawat
Dapat
menambah wawasaan perawat tentang pengetahuan tentang respon psikososial pada
pasien gawat darurat dan kritis
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
Definisi Psikososial
Psikososial istilah digunakan untuk
menekankan hubungan yang erat antara aspek psikologis dari
pengalaman manusia dan pengalaman sosial yang lebih luas . efek psikologis
adalah
mereka
yang mempengaruhi berbagai tingkat fungsi termasuk kognitif
(persepsi dan memori sebagai dasar untuk pengalaman dan pembelajaran), afektif (Emosi)
, dan perilaku. Dampak sosial keprihatinan hubungan,
keluarga dan jaringan komunitas, tradisi budaya dan
status ekonomi, termasuk tugas-tugas kehidupan seperti sebagai
sekolah atau bekerja. (ARC Resourch Pack. 2009)
Penggunaan
psikososial jangka didasarkan pada gagasan bahwa kombinasi faktor yang bertanggung
jawab atas kesejahteraan psikososial orang, dan bahwa aspek-aspek biologis, emosional,
spiritual, budaya, sosial, mental dan material dari pengalaman tidak bisa tentu
akan dipisahkan satu sama lain. Istilah mengarahkan perhatian terhadap totalitas
pengalaman orang daripada berfokus secara eksklusif pada fisik atau aspek
psikologis kesehatan dan kesejahteraan, dan menekankan perlunya untuk melihat
ini masalah dalam konteks interpersonal
yang lebih luas keluarga dan masyarakat jaringan di mana
mereka berada. (ARC Resourch Pack. 2009)
Kedua
unsur ini saling berhubungan dalam konteks keadaan darurat yang kompleks dimana
penyediaan dukungan psikososial merupakan bagian dari bantuan kemanusiaan dan upaya
pemulihan awal. Salah satu fondasi kesejahteraan psikososial adalah akses ke kebutuhan
dasar (makanan, tempat tinggal, mata pencaharian, kesehatan, pelayanan
pendidikan) bersama-sama dengan rasa
aman yang berasal dari hidup di lingkungan yang aman dan mendukung. Itu manfaat
dari intervensi dukungan psikososial harus menghasilkan dampak positif pada kesejahteraan
anak-anak, dan mengatasi kebutuhan psikologis dasar kompetensi dan keterkaitan. . (ARC Resourch Pack.
2009)
Definisi psikososial kunci psikososial : Hubungan dinamis yang ada
antara psikologis dan sosial efek, masing-masing terus berinteraksi dengan
dan mempengaruhi yang lain.
Psikososial
perencanaan pemulihan : perencanaan pemulihan psikososial difokuskan pada intervensi
sosial dan psikologis yang akan membantu memulihkan komunitas (Johal,2009)
B.
Masalah pisikososial
1. Gangguan citra tubuh
Citra
tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar
atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk struktur, fungsi
keterbatasan, serta makna dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting,
make up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lalu
maupun sekarang. (Dalami dkk dalam Fitria dkk., 2013)
Tanda
dan Gejala:
a.
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b.
Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi.
c.
Menolak penjelasan
perubahan tubuh.
d.
Persepsi negatif pada tubuh.
e.
Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang.
f.
Mengungkapkan keputusaaan.
g.
Mengungkapkan ketakutan.
Tanda dan gejala lain
yang mungkin muncul:
a.
Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk,
meskipun pada keadaan berat badan normal atau angat kurus.
b.
Penolakan bahwa adanya
masalah dengan berat badan yang rendah.
c.
Kesulitan menerima
penguatan positif.
d.
Kegagalan untuk mengambil
tanggung jawab menurut diri sendiri.
e.
Tidak berpartisipasi
terhadap terapi.
f.
Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri;
penyalahgunaan obat-obatan pencahar dan diuretik, penolakan untuk makan.
g.
Kontak mata hilang.
h.
Alam peraaan yang tertekan
dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri setelah episode dari pesta dan
memicu perut.
i.
Perenungan yang mendalam
tentang penampilan diri dan bagaimana orang-orang lain melihat diri mereka.
2.
Kecemasan (ansietas)
Ansietas adalah
suatu perasaan tidak
santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu
respons(sumber seringkali tidak
spesifik atau tidak
diketahui oleh individu);
suatu perasaan takut
akan terjadi sesuatu yang
diebabkan oleh antisipasi
bahaya. Hal ini
merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya yang
akan datang dan memperkuat individu dengan
mengambil tindakan
menghadapi ancaman (NANDA, 2009, dalam
Fitria dkk, 2013)
a.
Tingkatan Ansietas
Tingkat ansietas
menurut Stuart dan
Sundeen (2007) dalam Fitria,dkk
(2013) adalah sebagai berikut :
1)
Ansietas Ringan.
Tingkat ringan
berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang
waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Ansietas memotivasi
belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
2)
Ansietas Sedang
Tingkat
sedang memungkinkan seeorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah.
3)
Ansietas Berat
Tingkat berat
sangat mengurangi lahan
persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan
pada suatu yang terinci,
spesifik, dan tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang
tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.
b.
Tingkat Panik
Tingkat ini
berhubungan degan terperangah,
ketakutan dan teror.
Rincian terpecah dari proporsinya,
tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatkan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain,
persepsi menyimpang, dan
kehilangan pemikiran rasional.
Secara praktis kita
dapat membedakan tingkatan ansietas ini dalam kehidupan sehari-hari seperti
berikut ini (Fitriaw dkk, 2013):
1)
Tingkat Ringan: seseorang
yang menghadapi suatu
masalah mencoba menjadikan stressor
yang ada sebagai
media untuk meningkatkan
koping dirinya dengan cara
menghadapi dan menyelesaikan
masalah walaupun perlu beberapa
waktu secara mandiri untuk menghadapinya. Dalam kondisi ini individu tida
memerlukan oranglain yang membantu dirinya menghadapi masalah.
2)
Tingkat Sedang: seseorang
mencoba menghadappi dan
menyelesaikan masalah dengan bantuan
oranglain yang menjadi
orang kepercayaan bagi dirinya, misalnya sahabat, orangtua,
dosen, dan lain-lain.
3)
Tingkat Berat : seseorang tidak sanggup mengahadapi dan
menyelesaikan masalah walaupun dengan bantuan orang lain yang sudah dipercaya.
Dirinya merasa tidak mampu dan hilang pengharapan untuk menyelesaikan masalah.
4)
Tingkat Panik:
merupakan kelanjutan dari
tingkat berat yang sudah
mengalami gangguan perilaku motorik misalnya mengamuk dan melakukan
perilaku kekerasan pada
orang lain. Kondisi
tersebut sudah semestinya memerlukan bantuan
dari pihak medis
untuk menurunkan tingkat kecemasan karena secara umum aktivitas
sehari-hari sudah terganggu.
Faktor
Predisposisi
Menurut Stuart
dan Sundeen (2007)
terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan ansietas, di
antaranya sebagai berikut (Fitria dkk, 2013):
a.
Pandangan Psikoanalitik.
Teori ini
beranggapan bahwa ansietas
terjadi apabila konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen
kepribadian, yaitu id
dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencermikan hati
nurani dan dikendalikan
oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi menengahi tuntutan
dari kedua elemenyang bertentangan, sedangkan
fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b.
Pandangan Interpersonal
Teori
ini beranggapan bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan
interpersonal. Ansietas
berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami
harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang tepat.
c.
Pandangan Perilaku.
Teori ini
beranggapan bahwa ansietas
merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku
menganggap bahwa sebagai dorongan belajar
berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa
dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan
berlebihan, lebih sering
menujukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
d.
Kajian Keluarga.
Teori
ini beranggapan ansietas
merupakan hal yang
biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
e.
Kajian Biologis.
Menurut kajian
secara biologis, otak
mengandung reseptor khusus untuk benzodiapine. Reseptor
ini membantu mengatur
ansietas. Penghambat GABA juga
berperan utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya dengan
endofrin. Ansietas mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor
3.
Harga diri rendah situasional
Gangguan harga
diri dapat dijabarkan
sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri,
serta merasa gagal mencapai keinginan sebagai respon
terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang
sebelumnya mempunyai evaluasi
diri positif. Misalnya, seseorang yang
mengalami kecelakaan, cerai,
putus sekolah, perasaan
malu karena sesuatu, dsb.
Harga diri rendah
situasional bila tidak
diatasi dapat menyebabkan harga
diri rendah kronis (Fitria dkk, 2013).
Factor penyebab
a.
Faktor predisposisi
1)
Faktor yang memengaruhi harga diri diantaranya adalah penolakan
orang tua, harapan orang
tua yang tidak
realistis, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2)
Faktor yang memengaruhi
performa peran adalah steriotif peran gender, tuntutan peran
kerja, nilai-nilai budaya
yang tidak dapat
diikuti oleh individu.
3)
Faktor yang memengaruhi
identitas pribadi adalah
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan
struktur sosial.
b.
Faktor Presipitasi
1)
Trauma, seperti mengalami
hal yang tidak menyenangkan
atau menyaksikan peristiwa yang mengancm kehidupan.
2)
Ketegangan peran, individu
mengalami frustasi ketika
dihadapkan dengan situasi yang
berhubungan dengan peran
atau posisi yang diharapkan. Ada tiga jenis transisi
peran :
·
Transisi peran perkembangan,
perubahan normatif terkait
dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu, keluarga, nilai dan
norma budaya, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
·
Transisi peran situasi, perubahan karena bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga.
·
Transisi peran sehat-sakit, perubahan yang terjadi akibat dari
keadaan sehat menjadi sakit. Dapat dicetuskan oleh hal-hal seperti kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh, serta prosedur medis dan
keperawatan.
Tanda dan Gejala
1)
Perasaan malu terhadap diri sendiri, misalnya karena perubahan
fisik yang disebabkan oleh penyakit.
2)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik,
mengejek diri sendiri.
3)
Merendahkan martabat diri sendiri.
4)
Gangguan hubungan social.
5)
Kurang percaya diri, sukar mengambil keputusan.
6)
Mencederai diri.
7)
Mudah marah, mudah tersinggung.
8)
Apatis, bosan, jenuh dan
putus asa.
9)
Kegagalan menjalankan
peran sehingga menjadi
proyeksi (menyalahkan orang
lain).
4.
Keputusasaan
Keputusasaan merupakan
keadaan subjektif seorang
individu yang melihat keterbatasan
atau tidak adanya
alternatif atau pilihan
pribadi yang tersedia dan
tidak dapat memobilisasi
energi yang dimilikinya
(Fitria dkk, 2013).
Tanda dan Gejala
a.
Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa
hampa.
b.
Klien tampak mengeluh dan
murung.
c.
Klien berbicara seperlunya.
d.
Klien menunjukan kesedihan,
afek datar atau tumpul.
e.
Klien mengisolasi diri.
f.
Kontak mata klien kurang.
g.
. Klien masa bodoh terhadap situasi yang ada.
h.
Klien menunjukan gejala
kecemasan.
i.
Nafsu makan klien
berkurang.
j.
Peningkatan waktu tidur
klien.
k.
Klien tidak mau terlibat
dalam perawatan.
l.
Klien mengalami penurunan
perhatian.
Factor penyebab
a.
Factor predisposisi
1)
Teori kehilangan, berhubungan
dengan faktor perkembangan
seperti kehilangan orang tua pada masa anak-anak. Teori ini menjelaskan
bahwa seseorang tidak berdaya dalam mengatasi kehilangan.
2)
Teori kepribadian,
ada kepribadian seseorng
yang menyebabkan seseorang rentan
terhadap rasa putus asa.
3)
Model kognitif, putus asa
merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh
penilaian negatif seseorang
terhadap diri sendiri,
lingkungan dan masa depan.
4)
Model belajar
ketidakberdayaan, putus asa
dimulai dari hilangnya kendali diri
yang kemudian menjadi
pasif dan tidak
mampu menyelesaikan masalah. Setelah
itu , akan
timbul keyakinan akan ketidakmampuan mengendalikan
kehidupan sehingga individu
menjadi tidak berupaya untuk mengembangkan respon yang adaptif.
5)
Model perilaku, putus asa
terjadi karena kurangnya pujian positifselama berinteraksi dengan lingkungan.
6)
Model biologis,
dalam tubuh seseorang
terjadi penurunan zat kimiawi
yaitu katekolamin, tidak berfungsinya endokrin danterjadi peningkatan sekresi
dari kortisol.
b.
Factor prespitasi
1)
Faktor biologis, putus
asa dapat terjadi
jika seseorang mengalami gangguan fisik yang diakibatkan
penyakit tertentu atau pengobatan yang berlangsung lama.
2)
Faktor psikologis, putus asa dapat terjadi jika seseorang
kehilangan kasih sayang dari seseorang yang dicintainya atau kehilangan harga
dirinya.
3)
Faktor sosial
budaya, putus asa
terjadi jika seseorang
mengalami kehilangan peran, misalnya karena perceraian atau kehilangan
pekerjaan. Klien yang mengalami keputusasaan akan menampilkan perasaan diri
negatif terhadap diri
sendiri maupun lingkungan
sekitar akibat dari keyakinan akan
ketidakmampuan diri dalam
menghadapi kehidupan. Jika lingkungan eksternal
kemudian tidak memberikan
dukungan akan menyebabkan reaksi
mengisolasi diri dan reiko tinggi bunuh diri.
C.
PSIKOSOSIAL DALAM
KEGAWAT DARURATAN
1.
Ansietas
Ansietas adalah keadaan khawatir atau tegang
dalam diri individu yang terjadi ketika kebutuhan interpersonal akan keamanan
dan kebebasan dari perasaan tegang atau terpenuhi, sumber ansietas tidak
spesifik atau tidak diketahui pada individu ( stillwell.2011 )
a.
Factor resiko
1)
Kurang control atas peristiwa yang terjadi
2)
Ancaman terhadap control diri
3)
Ancaman sakit atau penyakit
4)
Ancaman lingkungan rumah sakit
5)
Terpisah dari orang lain
6)
Perubahan peran
7)
Gangguan sensorimotor
8)
Masalah finansial
9)
Ancaman kematian
10) Percerayain
11) Pengangguran
12) Pension yang di
paksakan
13) Ancaman prosedur
invasive atau alat pendukung
14) Krisis situasi atau
maturase
15) Kehilangan status
16) Tatanan lingkungan
yang tidak di kenal
17) Ketidakmampuan untuk
memahami konsekuensi sakit
18) Hambatan dalam
mencapai tujuan
19) Ketergantungan
20) Kurang pengetahuan
21) Kehilangan kekuasaan
dalam mengambil keputusasaan
b.
Tanda dan gejala
Regulator
|
Kognitif
|
a. Palpitasi
b. Mual
c. Peningkatan
frekuensi pernafasan
d. Peningkatan
frekuensi jantung
e. Diaphoresis
f. Ketegangan otot
g. Vertigo
h. Peningkatan tekanan
darah
i.
Tremor tangan
j.
Peningkatan keringat pada telapak tangan
k. Peningkatan
aktivitas gastrointestinal
l.
Insomnia
m. Sering berkemih
dilatasi pupil
n. Flushing
o. Pingsan
p. Mulut kering
q. Paresthesia
r.
Muntah
s. Dilatasi bronkiolus
t.
Kelemahan
|
a. Khawatir
b. Gugup
c. Ketakutan
d. Agitasi iritabilitas
e. Menarik diri
f. Marah
g. regresi
h. ketidakmampuan
berkonsentrasi
i.
pelupa
j.
kurang inisiatif atau motivasi
k. perilaku menghindar
l.
ketidakberdayaan
m. kehilangan control
n. berfikir tentang masa
lalu versus saat ini
o. menangis
p. kehilangan
kepercayaan diri
q. cemas
r.
tegang
s. gembira berlebihan
t.
lapang persepsi menyempit
u. verbalisasi
berlebihan
|
2.
kemarahan
kemarahan adalah pertahanan emosional yang
terjadi dalam upaya untuk melindungi intergritas individu dan tindakan
melibatkan unsur destruktif. Kemarahan adalah respon otomatis yang relative
terjadi ketika individu terancam dan kemarahan dapat di internalisasi atau
dieksternalisasi( stillwell.2011 )
a.
faktor resiko
ekspresi kemarahan di hambat internalisasi
persepsi ancaman yang meliputi:
1)
tujuan terhambat
2)
kegagaglan individu untuk
memenuhi harapan pasien
3)
kekecewaan
4)
meningkatkannya konsep diri
5)
sakit dirasakan mengancam jiwa
6)
ketergantungan fisik
7)
perubahan intrgritas social
b.
tanda dan gejala
Regulatori
|
kognitif
|
1) peningkatan tekanan
darah
2) peninkatan denyut
nadi
3) ketegangan otot
4) perspirasi
5) kulit kemerahan
6) mual
7) mulut kering
|
1) otot atau tangan
mengepal
2) membalikan tubuh
3) menghindari kontak
mata
4) kelembatan
5) diam
6) sarkasme
7) ucapan menghina
8) penganiaan verbal
9) membantah
10) sikap menuntut
|
3.
konfusi
konfusi (kebingungan) adalah deficit
perhatian. Konfusi juga menggabungkan kemampuan individu mengintegrasikan
stimulus yang akan terjadi. ( stillwell.2011 )
a.
Factor resiko
1)
Gangguan medis
a)
Hipoksia
b)
Penyakit paru
c)
Gagal jantung kongestif
d)
Ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
e)
Gangguan tiroid, paratiroid, dan kelenjar adrenal
f)
Devisiensi vitamin B
g)
Alkoholisme
h)
Malnutrisi
i)
Infekeksi seperti pneumonia, septicemia, meningitis atau
ensefalitis
j)
Disritmia
2)
Gangguan pembedahan
a)
Anesthesia
b)
Obat nyeri
c)
Hipotermia
d)
Ansietas pasca operasi
e)
Agitasi
f)
Depresi
3)
Gangguan intoksikasi
a)
Intoksikasi atau putus alcohol
b)
Intokasi atau putus apioid
c)
Antikonilergik
d)
Stimulant
e)
Sedative
f)
Vasopressor
g)
Steroid
4)
Gangguan neurologis
a)
Penyakit neurologis
b)
Kejang
c)
Trauma kepala
d)
Anoksia serbral
e)
Ensefalopati hipertensi
f)
Neoplasma intrak kranial
5)
Gangguan sensori persepsi
a)
Imobilisasi atau tirah baring lama
b)
Gangguan penglihatan atau pendengaran saat ini
c)
Amputas
d)
Balutan atau fraktur
e)
Nyeri yang tidak bekurang
f)
Kelebihan beban sensori
g)
Deprivasi tidur
b.
Tanda dan gejala
Regulatori
|
kognitif
|
1) Inkontinesia
2) Disritmia
3) Peningkatan frekuensi
jantung
4) Peningkatan
frekuensi pernafasan
5) Kulit lembap
|
1) Disorientasi
2) Gangguan rentang
perhatian
3) Gelisah
4) Agitasi
5) Menarik diri
6) Suka berkelahi
7) Waham
8) Gangguan memori
9) Ketidakmampuan untuk
mengenali orang lain
|
4.
Depresi
Depresi adalah penurunan perporma normal,
seperti kelambatan aktifitas psikomotor atau penurunan fungsi intelektual.
Depresi mencakup rentang luas preubahan status apektif yang keparahanya berkisar dari alam perasaan sedih
atau murung yang normal dan terjadi setiap hari sampai episode psikotik dengan
resiko bunuh diri( stillwell.2011 )
a.
Factor resiko
1)
Penyakit
a)
Penyakit akut yang mengancam jiwa
b)
Penyakit kronis dan atau tahap akhir
2)
Obat obatan
a)
Tranqulizer
b)
anti hipertensi
c)
kortikosteroid
3)
ketidak seimbangan elektrolit
a)
kelebihan bikarbonat
b)
hiperkalesmia
c)
hypomagnesemia
d)
hyperkalemia
e)
hypokalemia
f)
hyponatremia
4)
kehilangan
a)
masalah financial
b)
kehilangan control
c)
sparasi atau kehilangan orang terdekat
d)
kehilangan fungsi tubuh
e)
perasaan tidak berdaya atau merasa bersalah
f)
perubahan peran atau gaya hidup
b.
tanda dan gejala
Regulatori
|
Kognitif
|
1) konstifasi
2) diare
3) sakit kepala
4) dyspepsia
5) insomnia
6) perubahan menstruasi
7) nyeri otot
8) mual
9) takikardia
10) ulkus
11) Penurunan atau
penambhan berat badan
12) Anoreksia
|
1) Agetasi
2) Marah
3) Ansietas
4) Menghindar
5) Bosan
6) Perbuatan ceroboh
7) Konfusi
8) Menangis
9) Ketergantungan
10) Kehampaan
11) Keletihan
12) Ketakutan
|
5.
Keputusasaan
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika
individu memperhatikan perasaan tidak mungkin dan perasaan bahwa hidup terlalu
banyak untuk di tanganani, keputusasaan merupakan keadaan subjektiv ketika
individu melihat alternative yang terbatas atau tidak ada alternative atau
pilihan personal yang tersedia dan tidak mampu mempengaruhi energy untuk
kepentinganya sendiri. ( stillwell.2011 )
a.
Factor resiko
1)
Ancaman terhadap sumber internal
a)
Otonomi
b)
Harga diri
c)
Kemandirian
d)
Kekuatan
e)
Integritas
f)
Keamanan biologis
2)
Ancaman terhadap persepsi tentang sumber eksternal
a)
Lingkungan
b)
Staf
c)
Keluarga
d)
Pengabaian
e)
Kegagalan atau deteriorasi
f)
Stress jangka panjang
b.
Tanda dan gejala
Regulatori
|
Kognitif
|
1) Penurunan berat badan
2) Kehilangan nafsu
makan
3) Kelemahan
4) Gangguan tidur
|
1) Aktivitas menurun
2) Kurang inisiatif
3) Penurunan respon
terhadap stimulus
4) Penurunan apek
5) Pasif
6) Gangguan dalam
belajar
7) Diam
8) Menutup mata
9) Ekspresi kesedihan
10) Ketidak patuhan
terhadap program terapi
|
6.
Ketidakbedayaan
Ketidakberdayaa adalah perasaan kurang kendali
pada situasi fisilogis, psikologis, dan situasi lingkungan saat ini dan yang
akan dating. ( stillwell.2011 )
a.
Factor risiko
1)
Kehilangan sensorimotor
2)
Ketidakmampuan berkomunitas
3)
Ketidakmampuan untuk melaksanakan peran
4)
Kurang pengetahuan
5)
Kurang privasi
6)
Isolasi social
7)
Ketidakmampuan untuk mengndalikan perawatan personal
8)
Terpisah dari orang terdekat
9)
Kehilangan kendali terhadap orang lain
10) Kurang kendali dalam
mengambil keputusan
11) Ketakutan terhadap
nyeri
b.
Tanda dan gejala
Regulator
|
Kognitif
|
1) Kelelahan
2) Keletihan
3) Pusing
4) Sakit kepala
5) Mual
|
1) Apati
2) Menarik diri
3) Pasrah
4) Perasaan hampa
5) Perasaan kurang
kendali
6) Fatalism
7) Mudah dipengetahui
|
7.
Deprivasi
Deprivasi adalah tidak adekuatnya waktu tidur
atau waktu bermimpi yang berhubungan dengan pola tidur sebelumnya atau pola
tidur yang tidak lazim, kuantitas atau kualitas actual perubahan pola tidur
individu menyebabkan perubahan gaya hidup yang diinginkan. ( stillwell.2011 )
a.
Factor resiko
1)
Suara gaduh yang berlebihan
2)
Nyeri
3)
Penyakit
4)
Ansietas
5)
Stress
6)
Pengobatan
7)
Kurang olahraga
8)
Depresi
9)
Kekuatan terhadap kematian
10) Kesepian di bangunkan
untuk terapi dan prosedur diagnostic
b.
Tanda dan gejala
Regulatori
|
Kognitip
|
Perilaku pengaturan
tidur NREM
1) Penurunan tekanan
darah
2) Penurunan frekuensi
jantung
3) Penurunan volume
urin
4) Penurunan volume
plasma
5) Penurunan laju
metabolisme
Perilaku pengaturan tidur REM
1) Peningkatan
frekuensi jantung
2) Peningkatan
frekuensi pernapasan
3) Peningkatan tekanan
darah
4) Peningkatan
aktifitas otonom
5) Peningkatan
aktivitas metabolic
|
1) Lesu
2) Latergi
3) Halusinasi
4) Disorientasi
5) Kebingungan
6) Gelisah
7) Iritabilitas
8) Apatis
9) Penilaian yang buruk
10) Gangguan yang buruk
11) Waham
12) Ide paranoid
13) Sikap bermusuhan
|
D.
INTERVENSI KEPERAWATAN
DALAM MASALAH PSIKOSOSIAL DI KEGAWATDARURATAN
1.
Ansietas
Intervensi psikososial pada pasien ansietas (
stillwell.2011 ) :
a.
Bina hubungan interpersonal yang menenangkan dengan pasien
b.
Berikan informasi tentang situasi yang mengancam atau situasi yang
menyebabkan stress, termasuk prosedur invasive dan sensasi yang mungkin di
perkirakan
c.
Gunakan istilah sederhana dan repetisi untuk memberikan
informasi tentang penyakit saat ini, tujuan intervensi, dan perubahan
perawatan.
d.
Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan ketakutan mereka,
klarifikasi reaksi pasien terhadap ansietas
e.
Minimalkan stimulus yang menyebabkan ansietas di lingkungan dan
dorong penggunaan releksasi otot progresif, biofeedback,
hipnosis, releksasi autogenic, meditasi, atau imajinasi
f.
Gunakan sentuhan terapeutik ntuk menenangkan pasien sebelum dan selama
situasi stress yang di rasakan.
g.
Bantu pasien menetapkan tujuan, dengan mengetahui bahwa sedikit
penetapan dapat meningkatkan perasaan mandiri dan harga diri serta memungkinkan
pasien untuk mencapai derajat control.
h.
Berikan umpan balik positif kepada pasien ketika strategi koping
alternative di gunakan untuk menghilangkan perasaan ansietas.
i.
Diskusikan rencana pemindahan dari unit perawatan intensif (icu)
dengan pasien agar pasien tetap menyadari kemajuanya dan pemindahanya yang akan
dilakukan.
j.
Berikan agenes antiansietas dan pantau respon pasien, dengan
memperhatikan efek samping potensial
2. Kemarahan
Intervensi psikososial
pada pasien kemarahan ( stillwell.2011 ):
a. Bina
hubungan interpersonal yang menenangkan dan dorongan pasien untuk mengakui dan
mengekspresikan rasa marah
b. Bantu
pasien dalam mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ekspresi kemarahan
c. Gali
alasan pasien mengalami perasaan marah dan perilaku pasien yang dapat ubah
d. Ajarkan
pasien untuk mengevaluasi perasaan yang menimbulkan internalisasi atau
eksternalisasi kemarahan
e. Dorong
keluarga untuk menerima perilaku pasien tampa menghakimi
f. Dorong
pasien untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dan perawatan diri
g. Berikan
aktivitas pengalihan sebagai cara untuk mengulangi sertes
h. Ajarkan
pasien untuk menggunakan teknik rileksasi proresif, meditasi, atau imajinasi
terbingbing guna mengurangi perasaan marah dan permusuhan
i.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi
aspek positif dari penyakit atau cedera dan bantu pasien dalam menggunakan
strategi koping alternatif
3. Konfusi
Intervensi psikososial pada pasien konfusi (
stillwell.2011 ):
a.
Anjurkan pertanyaan yang mendorong jawaban yang menggambarkan
persepsi realitas
b.
Lindungi pasien dari cedera pada saat pasien mengalami konfusi
c.
Identifikasi situasi atau factor yang mungkin menyebabkan
konfusi
d.
Dengarkan pertanyaan konfusi pasien dan bantu dengan orientasi
realitas
e.
Dengarkan kehawatiran, ketakutan, ansietas keluarga
f.
Tenangkan pasien bahwa konfusi itu bersifat sementar
g.
Kurang kebutuhan untuk fungsi kognitif ketika pasien sakit atau
letih
h.
Kenali pengalaman baru secara bertahap
i.
orientasikan kembali pasien pada setiap interaksi
j.
evaluasi frekuensi dan situasi konfusi
k.
orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, dan orang
l.
akui konfusi dan waham pasien sehingga konfusi dan waham
tersebut dapat dia jelaskan secara realistis dengan cara yang aman
m.
ajarkan pasien tentang semua prosedur tepat sebelum prosedur
tersebut di lakukan
4. depresi
Intervensi psikososial pada pasien depresi(
stillwell.2011 ):
a.
bantu pasien dalam mengidentifikasi situasi yang menyebabkan
perasaan depresi
b.
dorong pasien untuk membahas penyakit, terapi, atau prognosis
c.
bantu pasien dalam mencapai pandangan positf tentang diri
sendriri dengan mempasilitasi persepsi yang akurat tentang sakit, penyakit,
atau cedera
d.
bantu pasien dalam menetapkan tujuan yang realistis, dengan
mengetahui bahwa sedikit pencapai dalam meningkatkan perasaan positif tentang
masa depan
e.
dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
mengambil control pmbuatan keputusan dalam keperawatan
f.
bantu pasien dalam mempasilitasi penilaian realistis tentang
perubahan peran
g.
berikan ruang personal kepada pasien dalam lingkungan teknis
h.
berikan umpan balik positif kepada pasien ketika pasien menyelesaikan
tugas yang spesifik
i.
berikan agens antidepresi dan pantau respon pasien, dengan
memperhatikan efek samping potensial
5. keputusasaan
Intervensi psikososial pada pasien
keputusasaan( stillwell.2011 ):
a.
berikan suasana harapan realistis
b.
informasikan pasien mengenakan perkembangan sakit, penyakit,
atau cedera
c.
ajarkan pasien mengenai cara mengidentifikasi perasaan putus asa
dan dorong pasien untuk menerima bantuan dari orang lain
d.
dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang diri sendiri
dan penyakit dengan mendengar aktif dan mengajukan pertanyaan terbuka
e.
evaluasi apakah ketidak nyamana fisik menyebabkan perasaan
putusasa pasien
f.
ciptakan lingungan untuk mengfasilitasi partisifasi aktiv dalam
perawatan diri
g.
dorong pasien untuk melakukan aktifitas fisik yang memberikan
perasaan maju dan harapan kepada pasien
h.
berikan umpan bali positif kepada pasien atas upaya yang
berhasil terlibat dalam perawatan diri
i.
bantu pasien dalam mengidentifikasi dan menggunakan mekanisme
koping alternative
6. ketidakbedayaan
Intervensi psikososial pada pasien
ketidakberdayaan ( stillwell.2011 ):
a. sediakan
anggota perawatan kesehatan yang konsisten untuk memberikan perawatan dan
informasi mengenai penyakit, terapi, dan prognosis
b. dorong
pasie untuk mengungkapkan perasaan tentang diri sendiri dan penyakit serta
situasi ketika keberdayaan dirasakan
c. terima
perasaan marah pasien yang disebabkan oleh hilangnya kendali dan berikan
kesempatan untuk melakukan pengendalian (mis., dalam menetapkan privasi, dalam
menginformasikan pasien tentang perubahan sensor yang berhubungan dengan
prosedur invasive)
d. dorong
penggunaan teknik relaksasi progresif, meditasi, dan imajinasi terbimbing untuk
mengucapkan perasaan menerima atau mengendalikan (memberikan)
e. dorong
pasien untuk mengajukan pertanyaan, mencari informasi, dan berpartisipasi dalam
mengambil keputusan yang berhubungan dengan perawatan diri
f. ajarkan
pasien tentang cara menerima penyakit dan perubahan potensial gaya hidup
g. dengarkan
diskusi pasien mengenai kemungkinan perubahan peran dan masalah finansial serta
bantu pasien dalam menjelaskan kembali situasi penyakit untuk mengidentifikasi
aspek positif
h. ajarkan
pasien tentang cara mendokumentasikan kemajuan dengan tetap membuat catatan
harian
7. deprivasi
tidur
Intervensi psikososial pada pasien deprivasi
tidur ( stillwell.2011 )::
a. evaluasi frekuensi dan
lamamya tidur siang
b. ikuti ritual waktu
tidur pasien
c. hilangkan stimulus
luar seperti cahaya, aktifitas yang tidak perlu. Suara gaduh dan pembicaraan
staf, jika realistis
d. atur
posisi ventilator sehingga menghasilkan suara gaduh dengan tingkat decibel yang
paling rendah untuk pasien
e. matikan
unit pengisap dan unit oksigen saat tidak digunakan
f. gelapkan
ruangan pada malam hari dan selama tidur siang
g. sesuaikan
suhu ruangan dan berikan selimut untuk kenyamanan
h. jadwalkan
terapi, yang mencakup pengobatan dan prosedur, sebelum tidur jika realistis.
i.
Berikan aktivitas di siang hari, seperti
latihan rentan gerak, duduk, berdiri, atau berjalan
j.
Dorong pasien untuk meningkatkan tingkat
aktivitas sepanjang hari sehingga ia dapat tidur pada malam hari.
k. Atur
posisi pasien sehingga ia merasa nyaman
l.
Berikan sentuhan yang bermakna dengan
gosokan pada punggung
m. Evaluasi
dan berikan stimulus tidur yang biasa kepada pasien, seperti radio atau
televise.
n. berikan
penutup telinga untuk menghilangkan stimulus lingkungan luar jika perlu
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Pasien – pasien yang dirawat diruangan ICU adalah pasien – pasien yang sedang mengalami keadaan kritis. Keadaaan kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawatanya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis ini, perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik serta berkomunikasi yang efektif kepada pasien.
Pasien – pasien yang dirawat diruangan ICU adalah pasien – pasien yang sedang mengalami keadaan kritis. Keadaaan kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawatanya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis ini, perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik serta berkomunikasi yang efektif kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. johal,sarb.2009, Foundations of Psychosocial Support in Emergency Management. New Zealand : newzealandgovt.nz https://www.health.govt.nz/system/files/documents/pages/foundations-of-psychosocial-disaster-handbook.pdf di akses tanggal 29 maret 2016.
2. ARC resource pack. 2009. Foundation module 7: psychosocial support. www. Arc-online.org www.unchcr.org/4c98a5169.pdf diakses 29 mart 2016
3.
Fitria, N. dkk. 2013. Laporan Pendahuluam tentang Masalah
Psikososial. Jakarta: Salemba Medika.
4.
Stillwell,susan b.2011.pedoman keperawatan kritis.edisi 3. Egc :
Jakarta
0 komentar:
Post a Comment