KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA DAN
PERITONEAL DIALISA
Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa I
KELOMPOK 3
Anggih Cahya Juarsak
Arif Rianto
Rohmat Solihin
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG – BANTEN
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang tak terhingga kepada kita semua serta dengan izinnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar dan Asuhan
Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa”
Tidak mengurangi rasa hormat, terima kasih kepada :
1. Bapak H.Maman Sutisna, SKM.,M.Kes, selaku ketua STIKes Faletehan
Serang.
2. Bapak Deni Suwardiman, S.Kep,.M.Kep, selaku ketua program studi ilmu
keperawatan STIKes Faletehan Serang.
3. Ibu Indah Wulandari, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB selaku dosen Keperawatan
Dewasa I yang telah menugaskan makalah ini sehingga kami dapat belajar
dan menyusun makalah ini.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan segenap dukungan moril maupun
materil.
5. Pihak-pihak yang telah membantu serta mendoakan yang terbaik bagi
penulis.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan.
Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
proses pembelajaran kedepannya.
Serang, Juni 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar isi ............................................................................................................................. iii
BAB I KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa .................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................ 3
C. Indikasi Hemodialisa ......................................................................................... 4
D. Komplikasi Hemodialisa Akut .......................................................................... 5
E. Komplikasi Hemodialisa Kronik ....................................................................... 6
F. Komplikasi Peritoneal Dialisa ........................................................................... 7
G. Patofisiologi ...................................................................................................... 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ......................................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan .......................................... 16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 18
B. Saran .................................................................................................................. 18
Daftar Pustaka
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 1
BAB I
KAJIAN TEORITIS
A. Definisi Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana
solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran
berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua teknik utama yang
digunakan dalam dialisa.
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari
darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke
dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat
digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.
Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan
hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran semipermeabel.
Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan
gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox,
1997). Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
kronik atau chronic kidney disease (CKD) stadium V atau gagal ginjal
kronik (GGK).
Penderita GGK semakin meningkat jumlahnya, di amerika pada tahun
2009 diperkirakan terdapat 116395 orang yang menderita GGK yang
baru. Lebih dari 380 ribu penderita GGK menjalani hemodialis regular
(USRDS, 2011). Pada tahun 2011, di Indonesia terdapat 15353 pasien
yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan
pasien yang menjalani HD sebanyak 4268 orang sehingga seara
keseluruhan terdapat 19621 pasien yang harus menjalani HD smpai
akhir tahun 2012 terdapat 244 unit dialysis di Indonesia (IRR, 2013).
Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara,
antara lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila
faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga usaha-usaha
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 2
pengobatan konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat-obatan, dan lain –lain tidak memberikan pertolongan yang diharpakan
lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada
stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal
yang masih tersisa, yang diukur dengan klirens keratinin (KKr).
Pasien GGT apapun etiologic penyakit ginjalnya, memerlukan
pengobatan khusus yang dizebut pengobatan atau terapi pengganti
(TP).
Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam rongga
perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialisis dan peritoneum
sebagai membran semipermeabel yang berfungsi sebagai tempat yang
dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun
ureum yang akan dibuang. Peritoneal dialysis ini secara prinsip mirip
dengan hemodialisis. Keduanya sama-sama tergantung pada
pergerakan pasif dari air dan solute melewati membrane
semipermeabel. Proses ini disebut sebagai difusi. Arah dari aliran
solute ini ditentukan oleh konsentrasi masing-masing sisi membrane,
sehingga solute bergerak dari sisi dengan konsentrasi tinggi ke sisi
yang konsentrasinya lebih rendah. Pada zaman dulu peritoneal dialisis
dilakukan secara intermiten, dimana pasien harus melakukan
pergantian cairan secara rutin setiap 8 jam atau lebih (biasanya
sepanjang malam), 3 atau 4 kali seminggu. Sejumlah mesin otomatis
telah dikembangkan untuk membantu agar proses dialisis menjadi
lebih sederhana dan lebih mudah.
Kemudian pada tahun 1976 diperkenalkan salah satu tehnik peritoneal
dialisis yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan
langsung dapat diterima sebagai terapi alternative untuk pasien dengan
gagal ginjal. Continuous pada CAPD ini berarti bahwa cairan dialisat
selalu berhubungan dengan membrane peritoneum, kecuali pada saat
penggantian cairan dialisat.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 3
Tehnik dari CAPD ini lebih sederhana dan sudah ada beberapa alat
yang dikembangkan untuk mempermudah proses penggantian cairan
dialisat. Pada CAPD ini, rongga abdomen/peritoneum pasien selalu
terisi cairan dialisat yang merupakan cairan khusus yang terdiri dari
elektrolit dan dekstrosa. Cairan dialisat ini perlu diganti secara
periodik ketika konsentrasi dari produk buangan (waste product)
meningkat. Waste product ini berdifusi dari darah pasien melewati
membran peritoneum dan masuk ke rongga abdomen. Dekstrosa atau
gula pada cairan dialisat akan menarik air melalui proses osmosis dari
tubuh menuju ke rongga peritoneum.
Karena sejumlah dekstrosa diserap melalui proses difusi masuk ke
dalam tubuh pasien dan karena konsentrasi dekstrosa di dalam rongga
peritoneum menurun karena penambahan air, maka pergerakan cairan
juga menurun dan pada saat inilah diperlukan penggantian cairan
dialisat. Proses penggantian cairan dialisat ini diulang 3 sampai 5 kali
sehari, pada umumnya 4 kali sehari. Proses penggantian cairan dialisat
ini harus menggunakan tehnik aseptik untuk mencegah terjadinya
kontaminasi cairan dialisat. Untuk mencapai akses ke peritoneum
digunakan alat berupa tube kecil atau kateter yang dimasukkan secara
bedah ke dalam rongga abdomen. Karena menggunakan insisi yang
kecil dan prosedur pemasangan yang cepat, maka lebih baik dan lebih
aman menggunakan anestesi lokal daripada anestesi umum. Kateter
harus keluar dari abdomen di sisi samping pasien dan jauh dari belt
line.
B. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 4
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
C. Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan
HD kronik. Hemodialisa segera adalah HD yang harus segera
dilakukan.
1. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007) :
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis : keadaan uremic berat, overhidrasi
2) Oliguria (produksi urin <200 ml/12jam )
3) Anuria (produksi urin <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG,
biasanya K> 6,5 mmol/l)
5) Asidosis berat (Ph <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia (BUN>150 mg/dl)
7) Ensafalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Pericarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/l)
11) Hipertermia
b. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa
melewatimembran dialysis.
2. Indikasi hemodialisis kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang fdikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan mengguankan mesin
hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialysis dimulai jika GFR < 15 ml/menit.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR kurang dari 15 ml/menit
tidak selalu sama sehingga dialysis dianggap baru perlu dimulai
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 5
jika dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah ini (Daurgirdas
et al., 2007) :
a. GFR <15 ml/menit tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoteksia, nausea, mual dan
muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolic yang refrakter.
D. Komplikasi Hemodialisis Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah : hipotensi, kram
otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, demam
dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb,
2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan
hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser,
aritmia, tamponade jantung, perdarahan intracranial, kejang, hemolisis,
emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia
(Daurgirdas et al., 2007).
Tabel 2.3 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan,
antihipertensi, infark jantung, tamponade,
reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat
Reaksi alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin,
besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan
yang terlalu cepat, obat anti aritmia yang
terdialisis
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 6
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
elektrolit
Emboli Udara Udara memasui sirkuit darah
Dialisis Disekuilibrium Perpindahan osmosis antara intrasel
danekstrasel menyebabkan sel menjadi
bengkak, edema serebral, penurunan
konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat/kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolon
charcoal
Kontaminasi Flouride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop,
tetanus, gejala neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri/endotoksin Demam, menggigil, hipotensi oleh karena
kontaminasi dari dialisat maupun sirkuli
air
E. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat
dilihat pada table 2.4 dibawah ini. (Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Tabel 2.4 Komplikasi kronik hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Penyakit jantung
Malnutrisi
Hipertensi /volume excess
Anemia
Renal osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Komplikasi pada akses
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 7
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amyloidosis
Acquired cystic kidney disease
F. Komplikasi Peritoneal Dialisis
Komplikasi yang berhubungan dengan CAPD secara umum dapat
dibagi menjadi 3 kategori yaitu mekanik, medis, dan infeksi.
Komplikasi mekanik terdiri dari aspek tehnik sistem dialisat.
Komplikasi yang berhubungan dengan kateter dapat terjadi. Misalnya
nyeri pada exit site yang disebabkan karena gerakan yang berlebihan
dari kateter karen perlekatan yang tidak adekuat pada dinding
abdomen. Hal ini juga dapat mengakibatkan kebocoran cairan dialisat
di sekitar exit site dan memungkinkan terjadinya infeksi di jaringan
sekitarnya. Nyeri intra abdomen juga dapat disebabkan karena instilasi
cairan dialisat yang terlalu cepat sehingga menyebabkan jet effect.
Komplikasi mekanik lainnya meliputi sumbatan atau tertekuknya
kateter. Hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan revisi atau repair
dari kateter.
Komplikasi medis dapat berupa gatal, gangguan elektrolit, malnutrisi,
edema akibat kelebihan cairan, dehidrasi, konstipasi, fibrosis
peritoneal, perdarahan, dan efusi pleura akibat kebocoran cairan
dialisat melalui diafragma. Beberapa penyakit juga dapat menyertai
CAPD seperti gagal jantung kongestif akibat kelebihan cairan.
Bila pasien mengalami kelebihan cairan yang ditandai dengan edema,
sesak, dan peningkatan berat badan serta tekanan darah maka perlu
pembatasan jumlah cairan dengan mengurangi minum, dan
menggunakan cairan dialisat berkonsentrasi lebih tinggi. Sebaliknya
bila terjadi dehidrasi, pasien perlu edukasi untuk banyak minum dan
hindari penggunaan cairan dialisat dengan konsentrasi tinggi.
Peningkatan kadar glukosa akibat kandungan dekstrose dari cairan
dialisat juga dapat mencetuskan diabetes mellitus. Dalam hal ini
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 8
diperlukan insulin untuk regulasi gula darah pada pasien diabetes.
Konstipasi yang terjadi pada pasien CAPD umumnya disebabkan
karena obat pengikat fosfat. Dalam hal ini pasien perlu diatur dietnya
agar lebih banyak makan makanan berserat dan bila perlu dapat
diberikan laksatif. Hernia juga dapat terjadi pada pasien CAPD karena
peningkatan tekanan intra abdomen yang disebabkan karena adanya
cairan dialisat. Benjolan dapat muncul pada lipat paha atau pada
tempat bekas insisi abdomen. Batuk juga dapat meningkatkan risiko
timbulnya hernia. Oleh karena itu anestesi umum pada waktu operasi
pemasangan kateter sebaiknya dihindari untuk mencegah batuk yang
muncul post operatif yang dapat mengakibatkan timbulnya hernia di
tempat dimana kateter keluar dari peritoneum.
Bila timbul hernia, maka harus dilakukan repair secara bedah dan
CAPD dapat dilanjutkan setelah repair tetapi volume dialisat dikurangi
sampai terjadi penyembuhan luka yang sempurna.
Komplikasi infeksi dapat berupa infeksi pada exit site dan tunnel serta
peritonitis. Kedua jenis infeksi ini merupakan komplikasi CAPD yang
cukup sering terjadi. Infeksi exit site dan tunnel ditandai dengan
kemerahan, indurasi, dan mungkin adanya cairan purulen di sekitar
exit site. Pada umumnya infeksi pada exit site dan tunnel disebabkan
oleh Staphilococcus aureus. Pilihan terapinya meliputi topikal dan
antibiotik sistemik, perawatan topikal yang dapat dilakukan dengan
povidon iodin, dan revisi tunel. Bila terapi tersebut gagal maka kateter
harus dilepas dan dipasang kembali (revisi).
Peritonitis merupakan penyebab utama kegagalan CAPD. Meskipun
insiden dari komplikasi ini sangat bervariasi, namun angka
kejadiannya meningkat pada pasien diabetes dan usia tua. Risiko
komplikasi ini juga dipengaruhi ras pasien, pendapatan, dan tingkat
pendidikan pasien.4 Gejala peritonitis ini pada awalnya dapat ringan
tetapi jika diabaikan dapat menjadi sangat berat. Pasien mengeluh
nyeri atau rasa tidak nyaman pada daerah abdomen, mual, muntah,
atau diare bisa disertai dengan demam atau tidak, sedangkan cairan
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 9
yang keluar dari rongga peritoneum biasanya keruh.6 Peritonitis
karena CAPD ini biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari flora normal kulit pasien. Tetapi bila terjadi infeksi
peritoneal yang berat biasanya disebabkan karena perforasi organ
visera yang akan mengakibatkan infeksi polimikrobial meliputi bakteri
anaerobik dan aerobik gram negatif. Peritonitis karena infeksi bakteri
anaerobik tanpa perforasi usus jarang terjadi.
Infeksi karena jamur juga jarang terjadi, namun bila ada biasanya
disebabkan oleh kandida, dapat juga disebabkan Fusarium,
Aspergillus, atau Drechslera. Terapi empirik harus berdasarkan hasil
pulasan Gram dari cairan dialisat peritoneal atau dari kultur dan tes
sensitifitas. Tetapi bila tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan
tersebut, terapi inisial harus berupa antibiotika yang dapat mencakup
bakteri gram positif dan negatif.
G. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya HID pada penderita dengan HD reguler sampai
saat ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga
sebagai penyebab HID seperti volume overload , aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron system (RAAS) karena diinduksi oleh
hipovolemia saat dilakukan UF, overaktif dari simpatis, variasi dari ion
K + dan Ca 2+ saat HD, viskositas darah yang meningkat karena
diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), UF yang berlebih saat HD,
obat antihipertensi terekskresikan saat HD dan adanya disfungsi
endotel (Locatelli et al., 2010).
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien
penyakit ginjal tahap akhir menjalani dialysis peritoneal (Health Care
FinancingAdministration,1986).
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada
tehnik ini peritoneum berfungsi sebagai membrane semi permeable.
Akses terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 10
trokar lurus, kaku untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih
permanent, sedangkan untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff.
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan
dialysis kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen.
Ureum dan kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang
diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan
osmosis. Ureum dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit,
sedangkan kreatinin dikeluarkan lebih lambat. Dialysis peritoneal
kadang-kadang dipilih karena menggunakan tehnik yang lebih
sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari
pada hemodialisis. PATOFLOW :
Fungsi ginjal memburuk
Tidak mampu ditingkatkan dengan pengobatan (obat-obatan, diet,
pembatasan minum)
Gagal ginjal terminal
Tubulus renalis tidak mampu melakukan sekresi dengan selektif
Zat beracun tidak dapat di ekskresikan dari tubuh
Toksin uremia menumpuk dalam darah
Diperlukan terapi pengganti fungsi ginjal
Terapi pengganti ginjal
Transplantasi ginjal dialysis
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 11
Hemodialisis peritoneal dialysis
Pre-hemodialisis Intra-hemodialisis Post-hemodialisis
Prosedur invasive
(penusukan jarum ke fistula)
Port the entry mikroorganisme
Resiko infeksi b.d prosedur
inflamasi yg berulang
adanya ultrafiltrasi yang cepat
dan volume tinggi
penarikan cairan berlebih dan cepat kedalam dialiser
penurunan vol cairan dan elektrolit dlm tubuh
hipovolemi
kekurangan vol.cairan b.d rusaknya fungsi ginjal,
pergantian cairan antara dialisa dan darah, serta
kehilangan darah selama dialisis
perfusi jaringan menurun
asupan nutrisi dalam darah menurun
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 12
merangsang hipotalamus
merangsang mual dan muntah
mual, muntah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
dan mual
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 13
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama dan pendidikan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah
dan edema akibat retensi natrium dan cairan
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai
penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayatpenggunaan
analgesik yang lama atau menerus.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakit keturunannya
seperti GGK akibat DM.
d. Data biologis
1) Makan dan minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
2) Eliminasi
Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urin seperti oliguri,
anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal
melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi. Dan Perubahan
warna urine (kuning pekat, merah)
3) Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dengan
penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan urem dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 14
4) Istirahat atau tidur
Pasien biasanya mengalami pola istirahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat
toksisk seperti mual, muntah, sakit kepala, keram otot dan
sebagainya.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Lemah dan penurunaan tingkat ke sadaraan akibat
terjadinya uremia
Vital sign : Biasanya terjadi akibat retensi cairan dan natrium dada
aktifitas system renim
BB : Biasanya meningkat akibat oedema
a. Inspeksi
1) Tingkat kesadaraan pasien menurun
2) Biasanya timbul peruritus akibat penurunaan zat-zat toksik
pada kulit
3) Edema pada tungkai, asites, sebagai retensi cairan dan ratium
b. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmunari akibat
penumpukan cairan di rongga plura dan kemungkinan gangguan
jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh
toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi
gagal jantung kogsetif.
c. Palpasi
Untuk memanstikan edema pada tungkai dan acietas.
d. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi edema pulmunar
yang apabila terjadi edema pulmunari maka akan terdengar redup
pada perkusi.
4. Data Fisikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,
perubahan peran baik di keluarga maupun di masyarakat. Pasien juga
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 15
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan
tergantungan pada orang lain.
5. Data Sosial
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat penurunan kondisi
kesehatan dan laranga untuk melakukan aktivitas yang berat.
6. Data Penunjang
a. Rontgen foto dan USG yang akan memeperlihatkan ginjal yang
kecil dan atropik.
b. Laboratorium :
1) BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin
dalam darah.
2) Elektrolit dalam darah : Terjadi peningkatan kadar kalium dan
penurunan kalium.
3) Urine lengkap
4) Darah lengkap meliputi : Hb, Hct, L, Trombosit, LED, Ureum
pri dan post, kratinininpre dan post, protein total, albumin,
globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali fosfatase,
kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC,
saturasi transferin, feritin serum, pth Vitamin D, kolestrol total,
HDL, LDL, trgliserida, asam urat, Hbs Ag, Anti HCV, anti HI,
CRP, astrup : pH/pC02/Hc03
5) Biasanya dapat ditemukan adanya : anemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemi ureumikum, kretinin meningkat,
pH darah rendah, GD klien DM menurun.
6) Radiologi : Ronsen, Usg, Echo : kemungkinan ditemukan
adanya gambaran pembesaran jantung, adanya batu saluran
kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaraan keadaan ginjal,
adanya pembesaran ukuran ginjal vaskularisasi ginjal, sidik
nuklir dapat menentukan GFR dan IVP abnormalitas pada
sistem penampungan (Ductus koligentes)
EKG : dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan
irama, hiperkalemi, hipoksia miokard.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 16
7) Biopsi : Mendeteksi adanya keganasan adanya pada jaringan
ginjal
B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Hasil yang diharapkan Intervensi
1. Kekurangan
volume atau
kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan rusaknya
fungsi ginjal,
pergantian cairan
antara dialisa dan
darah, serta
kehilangan darah
selama
hemodialisis.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
harapkan :
Keseimbangan cairan
akan tetap, seperti yang
dibuktikan dengan
tidak adanya edema
atau dehidrasi.
1. Kaji tanda-tandea vital
2. Memantau status
volume cairan
3. Mengikuti pembatas
cairan
4. Memantau status
cairan
5. Berikan cairan
pengganti sesuai
dengan intruksi dan
indikas
6. Kaji adanya dehidrasi
ataupun syok
7. Kolaborasi untuk
pemberian tambahan
cairan dan transfuse
2. Ketidak
seimbangan Nutrisi
: Kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan anoreksia
dan mual
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
hasil yang di harapkan :
Klien akan menjaga
nutrisi yang cukup
seperti yang buktikan
dengan terjaganya berat
badan tanpa penurunan
massa otot
1. Kaji faktor yang
berperan dalam
merubah masukan
nutrisi
2. Menyediakan
makanan kesukaan
pasien dalam batasan
diet
3. Tingkatkan masukkan
protein yang
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 17
mengandung nilai
biologis,
tinggi,telor,produk
susu,daging.
3. Resiko infeksi
berdasarkan
prosedur inflamasi
yang berkurang
Pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria:
1. Tidak ada tanda
infeksi
2. Nilai laboratorium
(leukosit, LED)
dalam batas normal
1. Pertahankan area steril
selama penusukan
kateter
2. Pertahankan tekhnik
steril selama kontak
dengan akses
vesikuler : Penusukan,
pelepasan kateter
3. Monitor area akses
HD terhadap
kemerahan, bengkak,
nyeri
4. Beri penjelasan pada
pasien pentingnya
peningkatan setatus
gizi
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik
6. Mikroorganiosme
dapat di cegah masuk
insersi kateter
7. Kuman tidak masuk
ke dalam area insersi
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post hemodialisa adalah
kekurangan volume cairan berhubungan dengan rusaknya fungsi ginjal,
pergantian cairan antara dialisat dan darah serta kehilangan darah selama
hemodialisis, ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan
anoreksiadan mual, Resiko infeksi berdasarkan prosedur inflamasi yang
berkurang. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien
dengan memberikan intervensi memantau status volume cairan, tingkatkan
masukan proteinyang mengandungnilai biologis tinggi, telur, produk susu,
daging dan Pertahankan tekhnik steril selama kontak dengan akses
vesikuler : Penusukan, pelepasan kateter
B. Saran
Perawat atau tenaga medis lain yang memberikan asuhan keperawatan
pada pasien hemodialisa dan peritoneal diasis harus mengetahui
penyebab yang diderita klien. Setiap petugas medis diharapkan saling
berkolaborasi.
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Hemodialisa dan Peritoneal Dialisa 19
DAFTAR PUSTAKA
Indonesian Renal Registry (IRR), 2013. 5th Report of Indonesian Renal Registry
2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
United States Renal Data System (USRDS). 2011. Annual Data Report: Atlas of
Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States,
National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases, Bethesda, MD, 2011.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4 th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the
Kidney. 9 th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473- 505.
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa : Agung
Waluyo Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3, Alih bahasa : I
Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
(Edisi 4). Jakarta : EGC
Soepaman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II). Jakarta : Balai Penerbit
FKUI Diposkan oleh Maryadi hazil di 07:29
http://www.scribd.com/doc/22574476/Askep-GGK diakses pada 27 Juni 2015.
http://www.spesialis.info/?tekhnik-dalam-dialisa,607 diakses pada 27 Juni 2015.
0 komentar:
Post a Comment