BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penemuan
mycobacterium tuberculosis pada tahun 1882 oleh Robert koch merupakan suatu
momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengendalian penyakit
tuberkulosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum
tahun Masehi. Penemuan ini jelas merupakan pilar yang amat penting yang
mengubah perjalanan kehidupan dan dunia kesehatan selanjutnya. Tuberkulosis
Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit kronis
yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius.
Hal ini
disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di
samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau
penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan structural yang bersifat
menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru
(supardi 2006). Di indonesia penyakit ini sudah lama ada, dapat diketahui dari
salah satu relief dicandi borobudur yang tampaknya menggambarkan suatu kasus
tuberkulosis. Berarti pada masa itu (tahun 750 sesudah masehi) orang sudah
mengenal penyakit ini ada diantara mereka (Situmeah,2004).
Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia
dalam jumlah penderita Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia
diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang
per hari terdaftar hampir 400 kematian
yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun, dan kurang
lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun (Jakarta Pos, 2008).
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat
mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi
bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu
dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga.
Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan pada keluarga yang anggota keluarganya
sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota
keluarga yang lain. Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat
penanganan yang tepat karena penyakit ini menyerang tidak memandang kelompok
usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB
paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang
kurang mendukung menjadi penyebab TB paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya
dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah
basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi keganasan
basil serta daya tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan
erat dengan faktor lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor
imunologis. Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes militus
dan campak serta faktor genetik.
Melihat fenomena pada penyakit Tb paru seperti yang
tersebut diatas penulis merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
tuberculosis paru untuk mengetahui bagaimana merencanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Tb paru dengan baik dan benar.
B. Rumus Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari
Tuberculosis Paru?
2. Bagaimana asuhan keperawatan
terhadap kasus tuberculosis paru?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi konsep dari
tuberculosis paru.
2. Untuk memenuhi asuhan keperawatan
dan tindakan keperawatan terhadap klien penderita tuberculosis paru
D. Manfaat
Mahasiswa
dapat memahami konsep dasar Tuberculosis Paru mulai dari pengertian,
patofisiologi, manifestasi klinis hingga penatalaksanaan sesuai dengan asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tuberculosis adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang
tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit (Silvia A Price, 2005). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberculosis paru adalah penyakit
infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu
suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001). Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam
yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia. Klasifikasi
Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist
dan mikrobiologis :
1.
Tuberkulosis
paru
2.
Bekas
tuberculosis
3.
Tuberkulosis
paru tersangka yang terbagi dalam :
a.
TB
paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda – tanda lain
positif )
b.
TB
paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif dan tanda – tanda
lain meragukan ) ( Depkes RI, 2006 )
B.
Etiologi
Penyebab dari
penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium
tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4
mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat
prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid)
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
C.
Patofisiologi
Tempat masuk kuman
mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui
(airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung
tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru
atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan,
leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari
pertama masa
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,
dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis
bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari
sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi
menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi
dengan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer
dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke
dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang
kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan
perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi limpal peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2005)
D.
Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala
tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat
bermacam-macam antara lain :
1.
Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut
berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan
sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah
sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini
akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.
E.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu
yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest
X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 –
12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit
tuberculosis kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008)
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi
( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM
), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin,
etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat –
obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
F.
Komplikasi
Menurut
Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
1.
Meningitisas
2.
Spondilitis
3.
Pleuritis
4.
Bronkopneumon
5.
Atelektasi
BAB III
KASUS
Kasus Tuberkulosis Paru
Tn A. datang ke poliklinik paru dengan keluhan
mengalami demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan sesak, klien kontrol untuk mendapatkan therapi OAT, sebelumnya
klien pengobatan Tb Paru namun tidak terkontrol, merokok (+).
Pada saat dikaji klien masih mengeluh sesak dan batuk
serta badanya terasa lemah RR: 30x/mnt,terpasang oksigen 3lt/mnt ,N: 94X/mnt,
S: 37,5°C, saat diinsfeksi dada: bentuk dada simetris, ekspansi dada tidak
simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal,sesak
napas(+), vokal premitus kanan menurun, ronchi (+),dyspnoe(+),BB: 47 Kg dengan
Tb:158cm, mual - muntah (+), klien tampak kurus dan anemis,
klien terpasang WSD di ICS 4-5 produksi (+)
550cc,berwarna kuning keruh.
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 16-03-2012
Hematologi :
Leukosit :
11.450/Ml, Hemoglobin : 9,30 gr/dl
Hematokrit : 24,9
%, Laju endap darah: 150 mm
Kimia darah:
Fungsi hati SGOT :
58 u/l SGPT : 79u/l
2. Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorak :
ditemukan KP aktif, adanya efusi pleura kanan
Sputum BTA 3x (+)
3. Therapi :
IUFD RL/ 8 jam
,injeksi cefriaxone 1x 2 gram,ranitidine 2x1 ampul,metronidazole 3x500mg
Pct 4x500mg,
ambroxol 3x1 sendok,curcuma 3x2,prednisone 3x3 tab
Rifampicin
,Etambitol ,INH,Pirazinamid, perawatan luka WSD dan penggantian tabung WSD.
A. Pengkajian
Umum
1.
Keluhan Utama : demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan sesak
2.
Keluhan Sekarang : klien masih mengeluh sesak dan batuk serta badanya terasa
lemah
3.
Riwayat Kesehatan Dahulu : sebelumnya klien pengobatan Tb Paru namun tidak
terkontrol, merokok (+)
4.
Riwayat Kesehatan Keluarga : -
5.
Tanda-Tanda Vital :
a. RR
: 30x/menit
b. N
: 94x/menit
c. S
: 37,5 oC
d. TB
: 158 cm
e. BB
:47 kg
6.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
: bentuk dada simetris, ekspansi
dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih
tertinggal,sesak napas(+), dyspnoe(+), tampak
kurus dan anemis, mual - muntah (+), terpasang WSD di ICS 4-5 produksi (+)
550cc dan berwarna kuning keruh.
b. Palpasi
: vokal premitus kanan menurun
c. Auskultasi
: ronchi (+)
7.
Pemeriksaan Laboratorium tanggal
16-03-2012
a. Hematologi
:
1) Leukosit
: 11.450/Ml, Hemoglobin : 9,30 gr/dL
2) Hematokrit
: 24,9 %, Laju endap darah: 150 mm
b. Kimia
darah:
Fungsi hati SGOT : 58
u/l SGPT : 79u/l
8.
Pemeriksaan radiologi
a.
Rontgen thorak : ditemukan KP aktif,
adanya efusi pleura kanan
b. Sputum
BTA 3x (+)
9.
Therapi :
a.
IUFD RL/ 8 jam ,injeksi cefriaxone 1x 2 gram,ranitidine
2x1 ampul,metronidazole 3x500mg
b.
Pct 4x500mg, ambroxol 3x1 sendok,curcuma
3x2,prednisone 3x3 tab
c. Rifampicin
,Etambitol ,INH,Pirazinamid, perawatan luka WSD dan penggantian tabung WSD.
B. Analisa
Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
Ds :
·
keluhan mengalami demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan sesak serta badannya lemas
Do :
·
dyspnoe(+),
·
ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih
tertinggal
·
sesak napas(+)
·
vokal premitus kanan menurun
·
ronchi (+), dyspnoe(+),
·
mual - muntah (+)
·
anemis,
|
Mycobacterium tuberculosis
↓
Airbone/inhalasi droplet
↓
Saluran pernapasan
↓
Saluran pernapasan atas
↓
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
↓
Peradangan bronkus
↓
Penumpukan secret
↓
Tidak efektif
↓
Secret sulit di keluarkan
↓
Kebersihan
jalan napas tidak efektif
|
Kebersihan
jalan napas tidak efektif
|
2
|
Ds
:
·
Klien masih mengeluh sesak
Do :
·
RR: 30x/mnt
·
ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih
tertinggal,sesak napas(+)
·
dyspnoe(+),
|
Mycobacterium tuberculosis
↓
Airbone/inhalasi droplet
↓
Saluran pernapasan
↓
Saluran pernapasan atas
↓
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
↓
Peradangan bronkus
↓
Penumpukan secret
↓
Tidak efektif
↓
Secret
sulit di keluarkan
↓
Obstruksi
↓
Sesak nafas
↓
Ganguan
pola napas tidak efektif
|
Ganguan pola napas
tidak efektif
|
C. Rencana
Asuhan Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kebersihan
jalan napas tidak efektif b.d secret
kental dan kelemahan upaya batuk
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bersihan jalan
napas klien efektif
dengan KH :
-
pasien dapat mempertahankan jalan
nafas dan mengeluarkan
sekret
tanpa bantuan
|
-
Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
-
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
-
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
-
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
|
-
Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi
menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.
-
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental/darah
cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
-
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
-
Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret.
|
2
|
Ketidak
efektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola nafas kembali aktif dengan KH :
-
dispnea berkurang
-
frekuensi normal
-
irama normal
-
kedalaman normal
-
pernafasan normal
-
bunyi napas terdengar jelas
-
pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan
|
-
Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap
perubahan
-
Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
-
Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
-
Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau kalau perlu WSD
-
Dipasang WSD : periksa pengontrol pengisap dan jumlah isapan yang benar
-
Periksa batas cairan pada botol penghisap dan pertahankan pada batas yang
ditentukan
|
-
Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas,
kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
-
Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi
sebagai masalah sekunder.
-
Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk
memobilisasi dan membuang sekret.
-
Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru
-
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi
paru optimum
-
Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara
atmosfer masuk ke dalam pleura
|
BAB IV
PENUTUP
Setelah menguraikan asuhan keperawatan Tn. A dengan TB Paru maka pada bab ini penulis
mengambil kesimpulan dan memberikan saran yang mungkin dapat dilaksanakan dan
berguna dalam penerapan proses asuhan keperawatan pasien dengan TB Paru
A. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. A dengan TB Paru adalah Kebersihan jalan napas
tidak efektif b.d secret kental dan
kelemahan upaya batuk, Ketidak
efektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru. Rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan kepada klien dengan memberikan intervensi kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan,
irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu, catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis, berikan klien posisi semi atau fowler tinggi.
Belum mencapai tahap impelementasi dan evaluasi.
B.
Saran
1.
Perawat atau tenaga medis lain yang
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru harus mengetahui penyebab dari TB Paru yang diderita klien. Setiap
petugas medis diharapkan saling berkolaborasi.
2.
Klien dan keluarga hendaknya memahami
faktor penyebab dari timbulnya penyakit TB Paru dengan menghindar dari pemicu kambuhnya penyakit tersebut. Klien dan keluarga
juga diharapkan menjaga kebersihan disekeliling dan mengetahui tentang penyakit
TB Paru sehingga keluarga klien dapat
dengan siaga menangani secara mandiri di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin
Arif. 2009, Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika diakses pada 27
september 2015 pukul 15.40 wib
Somantri
Irman. 2007, Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika diakses pada 29
september 2015 pukul 12.31 wib
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-lisakurnia-6389-2-babii.pdf
diakses pada 27 setember 2015 pukul 08.13 wib
0 komentar:
Post a Comment