Tuesday, March 22, 2016

resume sistem pernafasan














PRAKTEK KEPERAWATAN DEWASA I
RESUME SISTEM PERNAPASAN


Di susun oleh :
1013031023
ASROPUL ANAM


Program studi ilmu keperawatan
STIKes faletehan serang - banten
2015-2016
A.    ANATOMI DAN FISIOLOGIS SISTEM PERNAPASAN
Tubuh kita membutuhkan asupan oksigen yang konstan untuk menyongkong pernafasan. System pernafasan/ respirasi membawa oksigen melalui jalan napas paru ke alveoli, yang kemudian oksigen akan mengalami difusi ke darah untuk ditransportasikan ke seluruh tubuh. Proses ini sangat penting sehingga kesulitan dalam bernafas di rasakan sebagai kondisi yang mengancam jiwa. Apakah kematian benar-benar mungkin terjadi apa tidak, orang-orang dengan gangguan pernafasan sering cemas dan takut bahwa mereka mungkin akan mati, mungkin sangat menderita.
System pernafasan juga memiliki fungsi esensial:
·           Mengeluarkan karbon diaksoda (CO2), suatu produk sampah metabolisme yang di transpotsasikan dari jaringan ke paru untuk di buang
·           Menyaring dan melembapkan udara yang masuk keparu
·           Menangkap partikel dalam mucus jalan napas dan mengeluarkanya melalui mulut untuk di buang dengan cara batuk atau di telan
·           Mencegah masuknya pathogen secara inhalasi dengan mengaktifkan system imun

Pengendalian pernapasan berhubungan erat dengan darah arteri dan kadar CO2 darah juga dengan kadar oksigen darah arterial. Respirasi juga dikendalikan  oleh pusat korteks yang lebih tinggi. Sebagai contoh, peningkatan ventilasi yang terjadi pada olah raga dan menjaga gas darah arteri dalam nilai normal.
Masalah pernapasan sangant luas. Gangguan akut berkisar dari rasa tidak nyaman ringan ( flu atau pilek )sampai ke masalah yang mengancam jiwa (asma, beberapa tipe pneumonia, dan trauma dada), kondisi yang menimbulkan disabilitas seperti pembatasan aliran udara kronis ( juga disebut sebagai penyakit paru obstruktif kronis) dan beberapa penyakit paru restriktif. Masalah pernapasan kronis dialami oleh banyak orang, sering menyebabkan mereka mengubah gaya hidup secara radikal seperti berhenti kerja lebih awal
Maslah pernapasan berhubungan dengan banyak penyebab; alergi, factor pekerjaan factor genetic penggunaan tembakau dan kebiasaan meroko, infeksi gangguan neuromuscular, abnormalitas vascular pulmunal, factor yang paling signifikan pada penyakit pernapasan kronis dan kangker paru adalah merokok sigaret.


STRUKTUR SISTEM PERNAPASAN
SALURAN NAPAS ATAS
Saluran napas (jalan napas )adalah daerah di mana udara bergerak menuju area pertukaran gas di paru-paru. Saluran napas atas terdiri atas rongga hidung, faring, dan laring.
1.      RONGGA HIDUNG
Hidung terbentuk dari tulang dan kartigo ( tulang rawan ). Tulang nasal membentuk septum nasi/jembatan hidung, dan sisa hidung lainya tersusun oleh tulang rawan dan jaringan pengikat (figure A&P 14-1). Tiap lubang hidung pada wajah ( nostril atau nares) bersambung ke suatu ruangan (vestibulum). Vestibulum pada bagian depan di lapisi oleh kulit dan rambut yang akan menyaring objek asing dan mencegah agar tidak terinhalasi. Vestibulum posterior di lapisi oleh membrane mukosa yang terdiri atas sel epitel kolumner dan sel goblet yang menyekresikan mucus. Membrane mukosa meluas sepanjang saluran napas dan silia (tonjolan menyerupai rambut) mengeluarkan mucus ke faring untuk dieliminasi terletak pada puncak rongga hidung di bawah lamina kribriformis ethmoidales dilapisi oleh epitel khusus (olfaktorius), yang memberikan sensasi penghidu. Oleh karena epitel olfaktorius tidak terletak pada tempat yang biasa dialiri aliran udara pernapasan, penghiduan/penciuman di tingkatkan dengan usaha mengendus.
2.      FARING
Faring adalah suatu saluran berbentuk corong yang memanjang dari hidung ke laring. Faring dapat di bagi ke dalam tiga bagian .
Nasofaring berlokasi di atas tepi platum molle dan menerima udara dari rongga hidung. Dari telinga, tuba eustachius terhubung dengan nasofaring. Tonsil faring ( disebut adenoid jika mengalami pembesaran ) berlokasi pada dinding posterior nasofaring
Orofaring berperan pada respirasi dan pencernaan, orofaring menerima udara dari nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Tonsila platina (fausial)berlokasi di sepanjang sisi mulut bagian posterior dan tonsila lingualis berlokasi pada dasar lidah
Laringofaring (hipofaring) berlokasi di bawah daser lidah dan merupakan bagian faring paling inferior laringofaring menghubungkan faring dan berperan pada pernapasan dan pencernaan.




3.      LARING
Laring biasanya di sebut sebagai kotak suara (voice box) laring menghubungkan saluran napas atas (faring) dan bawah (trachea). Laring terletak anterior esophagus atas. Sembilan kartigo membentuk laring : tiga buah kartilago tunggal yang besar (epiglottis, tiroid, krikoid) dan tiga pasang kartilago yang lebih kecil (aritenoidea, kornikulata, kuneiformis). Kartilago melekat pada tulang hyoid di sebelah atas dan di sebelah bawah melekat pada trakea oleh otot dan ligament, semua setruktur ini mencegah laring mengalami kolaps selama inspirasi dan menelan.




SALURAN NAPAS BAWAH
1.      TRAKEA
Takea (pipa udara) memanjang dari laring ke bawah setinggi vertebra torakalis 7, yang kemudian bercabang menjadi bronkus primer (utama). Tempat percabangan ini di sebut sebgai karina. Trakea adalah suatu jalan napas muscular dan fleksibel dengan panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk hurup C, bersama dengan daerah saluran napas bawah yang lain, trakea di lapisi epitel kolumnar berlapis semu yang mengandung sel goblet, ( sel yang menghasilkan mucus ) dan silia ( figure A&P 14-3), oleh karena silia bergetar ke atas, silia cenderung mengeluarkan partikel asing dan mucus yang berlebihan menjauh dari paru menuju faring. Pada alveoli tidak terdapat silia.

2.      BRONKUS DAN BRONKIOLUS
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih luas, berjalan lebih vertikel ke bawah di bandingkan brokus utama kiri dengan demikian, benda asing lebih mudah masuk ke bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri, bronki segmental dan subsegmental adalah subdivisi dari bronki utama dan menyebar menyerupai pohon terbalik menuju ke masing-masing paru, kartilago menyelubungi jalan napas di bronki tetapi pada bronkioli (jalan napas terakhir sebelum sampai ke alveoli ) kartilago menghilang sehingga bronkioli dapat mengalami kolaps dan mengandung udara selama ekhalasi aktif.

3.      PARU
Paru terletak di dalam rongga toraks pada kedua sisi jantung (lihat pigur AP 14-2), paru berbentuk kerucut, dengan apeks terletak di atas rusuk pertama dan dasar/basal paru terletak pada diafragma. Tiap paru terbagi menjadi lobus superior dan inferior oleh fisura oblik, paru kanan di bagi lagi oleh fisura horizontal sehingga paru kanan terbaagi dalam tiga lobus, superior, medius, dan inferior, sedangkan paru kiri hanya terdiri atas dua lobus, selain pembagian paru menjadi lima lobus ini tampai dari luar. Paru juga terbagi menjadi 5 lobus ini tamak dari luar paru juga terbagi menjadi 10 unit yang lebih kecil ( segmen bronkopulmonal ), tiap segmen mencerminkan bagian paru yang di suplai oleh bronkus tersier spesifik.
VOLUME PARU
Paru-paru seorang peria berusia 19 tahun memiliki kapasitas total sebesar 5.900 ml. akan tetapi, seseorang tidak dapat menghembuskan semua udara dari paru-paru, sekitar 1.200 ml udara tetap berada di paru-paru, seberapun kuatnya ekspirasi.

·         Kapasitas total paru: keempat volume paru
·         Kapasitas vital : semua volume kecuali volume residual, yang merupakan jumlah yang dapat diventilasi seseorang
·         Kapasitas cadangan fungsional: volume residual ditambah cadangan ekspirasi
·         Kapasitas insprasi :volume tidal di tambah volume cadangan inspirasi

4.      TORAKS
Ruang toraks yang di susun oleh rangka tulang memberikan perlindungan pada paru, jantung, dan pembuluh darah, lapisan paling luar dari toraks tersusun atas 12 pasang tulang rusuk, tulang rusuk berhubungan pada bagian posterior dengan prosesus transversus vertebra torakalis pada tulang belakang, pada bagian depan, tujuh pasang rusuk terletak pada sternum melalui kartilago rusuk ke -8,9 dan10 (rusuk palsu) sering di lekatkan oleh kartilago kostalis. Tulang rusuk ke-11 dan 12 (rusuk melayang ) memungkinkan ekspansi dada penuh karena mereka tidak terletak pada sternum.

5.      DIAFRAGMA
Pernapasan di lakukan oleh perubahan otot skelet pada rongga toraks, diafragma adalah otot utama pernapasan dan berperan sebagai tepi bawah toraks. Diafragma berbentuk kubah pada posisi relaksasi, dengan otot utama melekat pada otot prosesus xifoideus sternum dan rusuk bagian bawah, kontraksi diafragma menarik otot ke bawah, meningkatkan ruang otot toraks dan secara aktif mengembangkan paru, inservasi diafragma (nervus frenikus ) dari medulla spinalis setinggi vertebra servikalis ketiga, oleh karena itu cedera spinal pada C3 atau di atasnya dapat mengganggu ventilasi.



6.      PLEURA
Pleura adalah membrane serosa yang membungkus paru sebagai kantong dengan dua dinding, pleura viseralis membungkus paru dan fisura antara kedua lobus paru. Pleura parietalis memungkus paru dari dalam pada setiap hemitoraks,  mediastinum, dan puncak diafragma: kemudian bergabung dengan pleura viseralis pada hilus (suatu celah pada permukaan medial paru, di mana cabang utama bronkus, pembuluh darah pulmonal dan saraf masuk ke paru )















B.     PENGKAJIAN SECARA UMUM
kaji tingkat kesadaran klien dan orientasi dan orientasi, amati warna kulit dan bibir, nilai warna dasar/anyaman kapiler kuku dan adanya jari tubuh, yang sering terjadi akibat kompensasi hipoksia kronis. Tekhnik shamrothadalah pengukuran yang bermanfaat untuk memeriksa jari tubuh.
1.      HIDUNG EKSTERNAL
Ispeksi dan palpasi hidung eksternal untuk memeriksa deviasi dari arah yang normal, simetrisitas,warna, secret, napas cuping hidung, lesi, dan nyeri tekan, klien seharusnya dapat bernapas dengan normal melalui hidung dan bukan melalui mulut. Periksa kepatenan saluran hidung dengan meminta klien menutup satu lubang hidung dengan jari dan bernapas melalui lubang hidung kontralateral dan menutup mulut, memintaklien mengadahkan kepala dan inpeksi nares eksternal untuk melihat adanya krusta, perdarahan, atau kekeringan yang pada keadaan normal tidak ada.

2.      HIDUNG INTERNAL
Inspeksi vestibulum dengan penlight ketika kepala klien menengadah ke atas, temuan normal meliputi rambut kasar, mukosa nasal merah gelap, jalan napas bersih tanpa secret, dan septum terletak di garis tengah. Pemeriksaan lanjut hidung internal membutuhkan penggunaan penggunaan speculum hidung dan tidak di lakukan kecuali terdapat indikasi, ispeksi dapat terganggu jika terdapat kengesti nasal.

3.      SINUS PARANASAL
Palpasi dan perkusi sinus maksiliralis dan frontalis untuk pengkaji pembengkakan dan rasa nyeri, yang dalam keadaan normal tidak ada, palpasi sinus frontalis secara simultan dengan menempatkan ibu jari di atas mata, di bawah tepi tulang orbita dan lakukan tekanan ringan, palpasi sinus maksilaris dengan menggunakan jari kedua dan ketiga untuk menekan secara lembut pada tiap sisi hidung di bawah tulang zigomatikus, gunakan perkusi langsung di atas alis untuk sinus frontalis dan pada kedua sisi hidung di bawah mata sejajar dengan pupil sinus maksilaris.

4.      PENGHIDU/PENCIUMAN
Sesuai pencapaian dan penghidu sangat terkait, penciuman di perantarai terutama oleh nervus olfaktorius, walaupun beberapa penciuman diperantarai oleh nevrus trigeminus, banyak kondisi memengaruhi pengecapan dan penciuman seperti infeksi virus, penuaan normal, cedera kepala, dan obstruksi local, gangguan penciuman dapat berupa : (1) hiposmia (penurunan sensitifitas penciuman ) atau (2) anosmia (kehilangan sensasi penciuman bilateral dan komplet ), kaji penciuman dengan meminta klien mengidentifikasi beragam bau dengan memeriksa tiap nostril secara terpisah.

5.      TORAKS DAN PARU
Pemeriksaan fisik akurat pada dada dan paru membutuhkan pengetahuan mengenai gambaran anatomis toraks anterior, posterior, dan lateral, gunakan penanda/landskap ini untuk menidentifikasi struktur di dalam toraks, terutama lobus paru dan jantung, saat melakukan inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi system pernapasan, pemeriksaan sebaiknya membandingkan suatu sisi toraks ke sisi lain untuk membantu mengkaji adanya abnormalitas.

6.      INSPEKSI
Amati irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, frekuensi atau laju pernapasan normal orang dewasa mencapai14 samapai 20 kali setiap menit, amati tanda gagal napas seperti pernapasan cuping hidung atau atau retraksi dan penonjolan otot interkosa atau sternokleidomastoideus untuk membantu pernapasan, inspeksi konfigurasi dinding dada dengan membandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter AP. Memberikan informasi mengenai deformalitas dada.

7.      PALPASI
Palpasi trakea, kaji apakah posisinya berada di garis tengah dan dapat bergerak sedikit, palpasi dinding dada untuk mengkaji pengembangan dada simetris atau tidak selama insprasi dan ekspirasi, palpasi sudut kosta (sudut pada dasar paru dari sangkar tulang rusuk); sudut kosta ini seharusnya kurang dari 90 derajat, sudut kosta lebih dari 90 derajat dengan rasio diameter AP/ lateral 1;1 mengindikasikan adanya dinding dada barrel / dada tong, sepert yang terlihat pada PPOK, palpasi untuk menilai fremitus taktil dengan cara palpasi dinding dada posterior ketika klien berkata “ninety-nine (Sembilan puluh Sembilan )”; bandingkan intensitas getaran pada kedua sisi dan nilai apakah terdapat simetrisitas.

8.      PERKUSI
Perkusi pada jaringan paru yang sehat menghasilkan suatu resonan ( suara bernada rendah, berongga). Nada dan kualitas suara perkusi lain dapat di rangkum sebagai berikut: (1) timpani (nada tinggi, bergaung, seperti drum) (2) datar (nada tinggi, lembut), (3) pekak( nada sedang, seperti suara “gedebug-suara tubuh yang jatuh “) mengilustrasikan lokasi beragam perkusi toraks dan setruktur anatomi terkait yang menghasilkan suara tersebut.

9.      AUSKULTASI
Auskultasi paru memberikan data pengkajian kritis untuk menentukan kesehatan klien, auskultasi dalam pola yang membandingkan sisi kanan dan kiri toraks. Auskultasi semua area paru di atas dada telanjang untuk mendapatkan temuan akurat pada setiap lokasi auskultasi, dengarkan suatu siklus respirasi yang meliputi inspirasi dan ekspirasi saat kilien bernapas, dan adanya suara tambahan, mendeskripsikan karakteristik suara normal pernapasan, suara napas bronkial dan bronkovesikular terdengar di lapangan perifer paru dapat mengindikasikan konsolidasi paru akibat inflamasi dan infeksi, suara napas yang hilang atau berkurang juga dapat mengindikasikan penyakit paru,

C.    DIAGNOSTIK
Prosedur diagnostic memfasilitasi pengkajian dan diagnosis gangguan pernapasan klien, uji diagnostic biasanya di lakukan meliputi uji pungsi paru, analisis gas darah arterial, oksimetri nadi, pemindaian ventilasi-perfusi, rontgen dada, dan kultur seputum.

1.      OKSIMETRI NADI  
Oksimetri nadi melewatkan cahaya melalui jaringan dan suatu sensory yang melekat pada ujung jari tangan, jari kaki atau lobus telinga yang menukur jumlah cahaya yang di serap oleh hemoglobin yang tersaturasi oksigen, oksimetri kemudian memberikan hasil persentase hemoglobin yang tersaturasi oleh oksigen (SaO2 ). SaO2  terkait erat dengan saturasi yang di dapatkan dari oksimetri nadi jika saturasi O2 lebih dari 70%

2.      UJI FUNGSI PARU
Uji fungsi paru memberikan informasi mengenai fungsi pernapasan dengan mengukur volume paru, mekanik paru, dan kapasitas difusi paru, uji fungsi paru yang dilakukan di laboratorium fungsi paru dapat mengukur volume dan kapasitas pernapasan, uji fungsi paru yang di lakukan di luar laboratorium di modifikasi untuk memasukan uji ventilasi untuk mengukur volume ekspirasi paksa, kapasitas vital, dan ventilasi volunter maksimal.

3.      RONTGEN DADA
Rontgen (sinar-x) dada memberikan informasi mengenai dada yang tidak dapat di lakukan dengan pemeriksaaan lain dan dapat memberikan ilustrasi grafis mengenai disfungsi pernapasan, film dada dapat menunjukan abnormalitas walaupun tidak terbatas manifestasi klinik penyakit paru. Pemeriksaan rontgen dada dapat di lakukan untuk berbagai alasan seperti : sebagai bagian prosedur skrining rutin; ketika di curigai penyakit paru; untuk monitor status gangguan pernapasan dan abnormailitas (efusi pleura, atelectasis, lesi tubular); dan untuk mengonfirmasi penempatan selang endotrakea atau traekostom.

4.      PEMINDAIAN VENTILASI-PERFUSI
Pemindai ventilasi/perfusi (V/Q) di gunakan untuk menilai ventilasi dan perfusi paru. Pemindai V/Q di gunakan untuk mengonfirmasi emboli pulmoner, infar paru, emfisema, fibrosis, dan bronkiektasis, walaupun angiografi paru adalah alat diagnostic paling spesifik untuk emboli paru, pemeriksaan ini bersifat invasive; pemindai V/Q kurang infasif dan kurang berbahaya. Pemindai perfusikuantitatif dapat membantu pengkajian praoperasi pada klien yang akan menjalani reseksi bedeah keganasan torak.

5.      KULTUR SEPUTUM
Suatu proses infeksius dapat menyebabkan produksi mucus (biasanya di sebut sebagai seputum), pengkajian terhadap seputum mengenai bakteri, jamur atau elemen seluler memandu terapi infeksi yang mendasari. Jika mungkin, seputum sebaiknya di kumpulkan sebelumpemberian terapi anti mikroba.

6.      ANALISIS GAS DARAH ARTERI
Analisa gas darah melibatkan penggunaan darah arterial, bukan darah vena, untuk mengukur paO2, paO2 dan pH secara langsung konsentrasi bikarbonat (HCO3-) dan SaO2 juga di hitung. PaO2 mencerminkan efisiensi pertukaran gas, sedangkan PaCO2 mencerminkan evektifitas ventilasi alveolar. Status asam-basa tubuh, di indikasikan oleh pH darah arteri berguna untuk klien yang sakit akut baik untuk kelainan paru dan nonparu, yang membutuhkan jalana napas buatan, yang bergantung pada ventilasi mekanis atau yang mengalami penyakit pernapasan kronis.



D.    PENGKAJIAN DAN GEJALA PERNAPASAN


Berbagai kondisi yang mempengaruhi pertukaran gas dan
fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor genetika,
termasuk:
• Asma
• Penyakit paru obstruktif kronis
• Cystic fibrosis
•-1 Alpha antitrypsin
Penilaian keperawatan
Penilaian Keluarga Sejarah
• Kaji riwayat keluarga untuk anggota keluarga yang lain dengan
sejarah gangguan pernapasan.
• Kaji riwayat keluarga untuk individu dengan awal-awal
penyakit paru kronis, riwayat keluarga hati
penyakit pada bayi (gejala klinis dari alpha-1 antitrypsin
defisiensi).
• Menanyakan tentang riwayat keluarga cystic fibrosis genetik.
Penilaian pasien
• Kaji gejala seperti perubahan pernapasan
Status berhubungan dengan asma (misalnya, mengi,
hyperresponsiveness, edema mukosa, dan lendir
produksi).
• Kaji multisistem efek karakteristik cystic
fibrosis (misalnya, batuk produktif, mengi, obstruktif
penyakit saluran napas, masalah pencernaan termasuk
insufisiensi pankreas, clubbing jari-jari).
Masalah manajemen khusus untuk Genetika
• Tanyakan apakah mutasi DNA atau pengujian genetik lainnya memiliki
telah dilakukan pada anggota keluarga yang terkena dampak.
• Rujuk untuk genetika lanjut konseling dan evaluasi sehingga
bahwa anggota keluarga dapat mendiskusikan warisan, risiko lain
anggota keluarga, ketersediaan genetika pengujian dan intervensi-gen berbasis.
• Penawaran genetika yang tepat informasi dan sumber daya.
• Menilai pemahaman pasien informasi genetika.
• Memberikan dukungan kepada keluarga dengan gangguan pernapasan yang baru didiagnosis genetik terkait.
• Berpartisipasi dalam pengelolaan dan koordinasi perawatan
pasien dengan kondisi genetik, individu cenderung
untuk mengembangkan atau menyampaikan kondisi genetik.
Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,  tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Pemeriksaan laboratorium
1.       Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
·         Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
·          Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
·          Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
·          Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
·         dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2.       Pemeriksaan darah
·         Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·         Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
·          Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
·         Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. Pemeriksaan penunjang
3.      Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
4.       Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5.       Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
·         perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
·         Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6.       Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
7.       Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.























E.     PATHWAY
Web of Caution (WOC) Asma
F.        
G.      
H.       


























F.  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA
PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
a.       Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin.
b.      Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
c.       Status mental : lemas, takut, gelisah.
d.      Pernapasan : perubahan frekuensi kedalaman pernapasan.
e.       Gastrointestinal : mual, muntah.
f.        Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah.
2.      Pemeriksaan fisik
Dada :
a.       Contour ,confek, tidak ada depresi sternum
b.      Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c.       Keabnormalan struktur thorax
d.      Contour dada simetris
e.       Kulit thorax : hangat, kering, pucat / tidak, warna merata
f.        RR dan ritme selama 1 menit
Palpasi :
a.       Temperatur kulit
b.      Fremitus : vibrasi dada
c.       Pengembangan dada
d.      Krepitasi
e.       Massa
f.        Edema
Auskultasi :
a.       Vesikuler
b.      Bronkovesikuler
c.       Hiperventilasi
d.      Ronchi
e.       Wheezing
f.        Lokasi perubahan suara napas serta kapan saatnya terjadi
G.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus.
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemehan fisik.
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
6.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan  meningkatnya pernapasan dan menurunnya intake oral.
7.      Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernapasan.
8.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.
9.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya imunitas.
H.    ANALISA DATA
NO
Diagnosa keperawatan
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Setelah dilakukkan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat :
  • Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
  • Sesak berkurang
  • Batuk berkurang
  • Klien dapat mengeluarkan sputum
  • Wheezing berkurang/hilang
  • TTV normal


Ø  Aaskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi



Ø  Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Ø  Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Ø  Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Ø  Berikan air hangat.


Kolaborasi :
Ø  Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).

Ø  Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Ø  Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Ø  Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Ø  Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.



Ø  Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

Ø  Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan p

2
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,diharapkan :
  • Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
  • Pola nafas efektif
  • Bunyi  nafas normal atau bersih,
  • TTV dalam batas normal
  • Batuk berkurang
  • Ekspansi paru mengembang

Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Ø  Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Ø  Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.


Ø  Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Ø  Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.



Kolaborasi:
Ø  Berikan oksigen tambahan.
Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer

Kecepatan  biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
Ø  Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan
Ø  Duduk  tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
Ø  Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
Ø  Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas

Ø  Memaksimalkan  bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Joyce m. black dan jane hokanson hawks,keperawatan medical bedah manajemen klinis untuk hasil yang di harapkan edisi 8 buku ke 3 elsever (Singapore)
2.      tembayong,jan(2001), anatomi dan fisiologi untuk keperawatan,penerbit buku kedokteran, EGC Jakarta
4.      Baughman, Diane.C. et all. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta : EGC


0 komentar:

Post a Comment