Tuesday, March 22, 2016

sistem respirasi dan asuhan keperawatan





“RESUME : SISTEM RESPIRASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN”
MATA KULIAH PRAKTIK KEPERAWATAN DEWASA


Disusun Oleh :
Ilyasa Nurul Mazid
1013031055






PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG – BANTEN
2015


SISTEM RESPIRASI
A.    Anatomi dan Fisiologi
Saluran pernapasan atau tractus respiratorius adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau mulut dan berakhir di paru-paru.

Sistem pernapasan memiliki fungsi yaitu :  tempat terjadinya pertukaran gas dari atmosfer dengan sirkulasi darah, memindahkan udara dari dan ke permukaan paru, melindngi dan menjaga mukosa pernapasan dari dehidrasi, memproduksi bunyi atau suara untuk berbicara, menyediakan sensasi penciuman untuk dikirim ke sistem sarah pusat dari epitellium saraf olfaktorius di bagian superior rongga hidung secara tidak langsung kapiler paru turut membantu regulasi volume dan tekanan darah melalui kompresi angiotensin I ke II.

Saluran Pernapasan Bagian Atas
1.      Rongga Hidung
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisi oleh mukosa respirasi serta sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring, menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar tidak masuk ke saluran pernapasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata, bagian ini dikenal dengan kantung nasolakrimalis. Kantong nasolakrimalis berfungsi mengalirkan air melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata jika seseorang menangis.


2.      Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mukosa, membantu pengaliran air mata melalui nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembap. Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut terdiri atas permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum nasal dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel pembau ini akan merasakan sensasi bau.

3.      Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar tengkorak dan berakhir di persambungan dengan esophagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di belakan mulut) dan laringfaring (di belakang laring).

Saluran Pernapasan Bagian Bawah
1.      Laring
Laring (tenggorok) terletak di antara faring dan trakhea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir d vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusun oleh kartilago yang disatukan oleh ligament dan otot rangka pada tulang hyoid di bagian atas dan trakhea di bawahnya. Kartilago terbesar adalah kartilago tiroid, dan di depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu di bagian anterior membentuk sudut seperti huruf V yang disebut benjolan laringcal. Di dalam laring tedapat pita suara yang dapat menegang dan mengendur sehingga menimbulkan beragam tekanan.


2.      Trakhea
Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm. Trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5. Ujung trakhea bagian bawah bercabang menjadi dua bronchus (bronkhi) kanan dan kiri. Percabangan bronkhus kanan dan kiri dikenal sebagai karina.

3.      Bronkhus
Bronkhus mempunyai struktur serupa dengan trakhea. Bronchus kiri dan kanan tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya hampir vertikal dengan trakhea. Sebaliknya, bronkhus kiri lebih panjang, lebih sempit dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih mudah memungkinkan berada di bronkhus kanan dibandingkan dengan bronchus kiri karena arah dan lebarnya.

4.      Alveoli dan Membran Respirasi
Membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi sel epitel pipih sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel Tipe 1. Makrofag alveolar bertugs berkeliling di sekiat epitelium untuk memfagositosis partikel atau bakteri yang masih dapat masuk ke permukaan alveoli, makrofag ini merupakan pertahanan terakhir pada sistem pernapasan. Sel lain yang ada dalam membrane respiratorius adalah sel septal atau disebut juga dengan sel surfaktan dan sel Tipe II. Surfaktan terdiri atas fosfolipid dan lipoprotein.

B.     Gangguan pada Sistem Pernapasan
Gangguan pernapasan pada saluran pernapasan atas dan bawah adalah bermacam-macam dapat gangguan berupa infeksi, obstruksi, truma dan keganasan.
Salah satu gangguan pada saluran bawah yaitu asma bronkhial, yaitu penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodic spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan napas, sehigga membuat pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi. Terdapat dua tipe asma, asma ekstrinsik dan intrinsik. (Asih,2004)

C.    Pengkajian
Data subjektif  yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan asma termasuk riwayat awitan dan durasi asma, faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir, medikasi yang digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan terakhir dan program mediksi dan metode perawatan diri yang digunakan untuk menghilngkan gejala.

1.      Kaji penampilan umum : klien tampak gelisah, sukar bernapas, kelelahan, insomnia.
2.      Kaji tanda-tanda vital : takikardi, pulsus paradoksus (tidak terabanya denyut nadi saat inspirasi, dibuktikan dengan penurunan hasil pengukuran tekanan darah sistolik selama inspirasi 6-8 mmHg), takipnea.
3.      Pemeriksaan pulmonari :
a.       Inspeksi           : pernapasan menggunakan otot aksesori, postur menjorok kedepan,  dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis, dada terasa tertekan,
b.      Palpasi             : penuruan ekspirasi lateral, penurunan fremitus
c.       Perkusi            : hiperesonan, penurunan ekskursi diafragma
d.      Auskultasi       : ronkhi.
4.      Kaji temuan pemeriksaan laboratorium : AGD (pada serangan singkat atau sedang respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan; pada serangan berkelamaan atau hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia berat), sputum untuk eosinophilia, PFT (penurunan FEV dan VC).
5.      Pemeriksaan Penunjang :
a.       Pemeriksaan laboratorium
1)      Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a)      Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b)      Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c)      Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d)     Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2)      Pemeriksaan darah
a)      Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b)      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
c)      Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d)     Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

b.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1)      Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2)      Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
3)      Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
4)      Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5)      Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

c.       Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1)      perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
2)      Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).
3)      Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
e.       Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
f.       Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.





















D.    Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Dx (Masalah Kep)
1.
Ds : Pasien mengeluh sesak napas dan mudah lelah.
Do : RR ↑ N ↑
a.       Terdapat mukus berlebih.
b.      Penggunaan otot bantu pernapasan (+)
c.       Suara wheezing
d.      Fremitus vocal tidak seimbang
Allergen masuk
Reaksi antigen dan antibody
Dilepaskan substansi vasoaktif (histamin. bradikinin, anafilatoxin)
Kontriksi otot polos
Bronchospasme
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2.
Do :
RR ↑ N ↑
a.       Hipoksia
b.      Banyak mukus
c.       Bunyi wheezing
d.      sianosis
Permeabilitas kapiler ↑
Kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi
Obstruksi saluran napas
Hipoventilasi
Gangguan difusi gas di alveoli
Gangguan pertukaran gas
Gangguan Pertukaran Gas
3.
Ds : klien mengatakan tidak nafsu makan, mual & munth
Do :
(dibarengi dengan jumlah penurunan berat badan)
Mengeluarkan substansi vasoaktif
Sekresi mukus ↑
Produksi mukus ↑
Mukus ke arah tenggorokan
Tidak nafsu makan karena tidak nyaman
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Gambar 4.1 Pathway Asthma
E.     Masalah Keperawatan
Prioritas masalah keperawatan yang diambil :
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronchospasme ditandai dengan peningkatan respirasi rate dan produksi mukus.
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan tidak nafsu makan ditandai dengan penurunan berat badan
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi saluran napas ditandai dengan sianosis.
F.     Rencana Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA)
Perencanaan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan berhubungan dengan brochospasme, peningkatan produksi sekret.

Data-data
Ds : Ds : Pasien mengeluh sesak napas dan mudah lelah.
Do : RR ↑ N ↑
a.       Terdapat mukus berlebih.
b.      Penggunaan otot bantu pernapasan (+)
c.       Suara wheezing
Fremitus vocal tidak seimbang
Status respirasi:
Kepatenan jalan napas dengan skala….(1-5) setelah diberikan perawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil :
a.       Tidak ada sesak.
b.      Tidak lelah
c.       Tanda-tanda vital dalam batas normal
d.      Mukus berkurang atau bersih
e.       Bebas dari suara tambahan
1.      Manajemen jalan napas
2.      Penurunan kegelisahan
3.      Pencegahan aspirasi
4.      Fisioterapi dada
5.      Latihan batuk efektif
6.      Terapi oksigen
7.      Memberi posisi semi atau high fowler
8.      Memonitor keadaan umum
9.      Memonitor tanda-tanda vital
1.      Manajeen jalan napas yang baik dapat mempermudah klien dalam bernapas
2.      Fisioterapi dada, latihan batuk efektif membantu klien dalam mengeluarkan sekret di dalam saluran pernapasan
3.      Terapi oksigen membantu klien delam memenuhi kebutuhan oksigen.
4.      Posisi semi atau high fowler membantu pasien dalam mendapatkan posisi yang nyaman dalam bernapas
5.      Keadaan umum dan tanda-tanda vital penting untuk dimonitor sehingga dapat melihat perkembangan klien yang telah diberi intevensi
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorexia, ditandai dengan :
Ds : klien mengatakan tidak nafsu makan, mual & munth
Do :
(dibarengi dengan jumlah penurunan berat badan)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nutrisi klien kembali normal dan tercukupi dengan kriteria hasil :
1.      Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal.
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik
3.      Memperlihatkan nafsu makan yang kembali normal.
4.      Memperlihatkan nilai bising usus dalam batas normal.
1.      Membantu klien untuk makan (sesuai dengan jenis diet)
2.      Menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
3.      Memantau intake-outpun klien dengan menanyakan beberapa kali klien makan dan BAB
1.      Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat untuk klien.
2.      Untuk meningkatkan nafsu makan yang berkurang.
3.      Untuk mengetahui keseimbanagan anatara pemasukan dan pengeluaran.

3.
Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan obstruksi saluran napas ditandai dengan :

Do : RR↑ N↑
a.       Hipoksia
b.      Banyak mukus
c.       Bunyi wheezing
d.      Sianosis
e.       Menggunakan otot aksesori

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pertukaran gas kembali normal dengan kriteria hasil :
1.      Menunjukkan tanda-tanda vital yang normal, khususnya pada Nadi dan RR.
2.      Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernafas.
3.      Menunjukkan klien dapat bernafas secara mandiri tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2.
1.      Mengobservasi tanda-tanda vital
2.      Menempatkan posisi tidur semi atau high fowler
3.      Kolaborasi dalam pemberian obat dan pemberian O2.
1.      Mengidentifikasi keadaan klien dalam intervensi yang diberikan.
2.      Posisi semi atau high fowler­ mengoptimalkan ekspansi paru.
3.      Mengidentifikasi kemampuan klien dalam melakukan pemulihan mandiri.










Daftar Pustaka

Asih,Niluh G.Y., dkk. 2004. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Baughman, Diane.C. et all. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta : EGC
Doenges, M.E., et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta : Salemba Medika.
Tanjung,2003 diakses : http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf 23 September 2015
Wibowo, Daniel S. 2008., Anatomi Tubuh Manusia, Jakarta:Grasindo,[U1] 


 [U1]Untuk keseluruhan resume sudah baik
Masing 2 referensi tolong dicantumkan sumber referensinya

0 komentar:

Post a Comment