“RESUME
: SISTEM RESPIRASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN”
MATA
KULIAH PRAKTIK KEPERAWATAN DEWASA
Disusun Oleh :
Ilyasa Nurul Mazid
1013031055
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG –
BANTEN
2015
SISTEM RESPIRASI
A. Anatomi
dan Fisiologi
Saluran pernapasan
atau tractus respiratorius adalah
bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat
pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. Saluran ini berpangkal
pada hidung atau mulut dan berakhir di paru-paru.
Sistem pernapasan
memiliki fungsi yaitu : tempat
terjadinya pertukaran gas dari atmosfer dengan sirkulasi darah, memindahkan
udara dari dan ke permukaan paru, melindngi dan menjaga mukosa pernapasan dari
dehidrasi, memproduksi bunyi atau suara untuk berbicara, menyediakan sensasi
penciuman untuk dikirim ke sistem sarah pusat dari epitellium saraf olfaktorius
di bagian superior rongga hidung secara tidak langsung kapiler paru turut
membantu regulasi volume dan tekanan darah melalui kompresi angiotensin I ke
II.
Saluran Pernapasan Bagian Atas
1.
Rongga Hidung
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk
menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama
lainnnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisi oleh mukosa
respirasi serta sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu. Mukosa tersebut
menyaring, menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung.
Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan berfungsi
menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar tidak masuk ke saluran
pernapasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat saluran-saluran yang
menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata, bagian ini dikenal
dengan kantung nasolakrimalis. Kantong nasolakrimalis berfungsi mengalirkan air
melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata jika seseorang menangis.
2.
Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mukosa, membantu
pengaliran air mata melalui nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga
permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembap. Sinus paranasal juga termasuk
dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut
terdiri atas permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum
nasal dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel pembau ini
akan merasakan sensasi bau.
3.
Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar
tengkorak dan berakhir di persambungan dengan esophagus dan batas tulang rawan
krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya,
yakni nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di belakan mulut) dan
laringfaring (di belakang laring).
Saluran
Pernapasan Bagian Bawah
1.
Laring
Laring (tenggorok) terletak di antara faring dan trakhea.
Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan
berakhir d vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusun oleh kartilago yang
disatukan oleh ligament dan otot rangka pada tulang hyoid di bagian atas dan
trakhea di bawahnya. Kartilago terbesar adalah kartilago tiroid, dan di
depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat
nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu
di bagian anterior membentuk sudut seperti huruf V yang disebut benjolan
laringcal. Di dalam laring tedapat pita suara yang dapat menegang dan mengendur
sehingga menimbulkan beragam tekanan.
2.
Trakhea
Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan
panjang 11 cm. Trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara
dengan vertebra torakalis ke-5. Ujung trakhea bagian bawah bercabang menjadi
dua bronchus (bronkhi) kanan dan kiri. Percabangan bronkhus kanan dan kiri
dikenal sebagai karina.
3.
Bronkhus
Bronkhus mempunyai struktur serupa dengan trakhea. Bronchus
kiri dan kanan tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar dan
arahnya hampir vertikal dengan trakhea. Sebaliknya, bronkhus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang
khusus ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing
yang terinhalasi, maka benda itu lebih mudah memungkinkan berada di bronkhus
kanan dibandingkan dengan bronchus kiri karena arah dan lebarnya.
4.
Alveoli dan Membran
Respirasi
Membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi sel
epitel pipih sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel Tipe 1.
Makrofag alveolar bertugs berkeliling di sekiat epitelium untuk memfagositosis
partikel atau bakteri yang masih dapat masuk ke permukaan alveoli, makrofag ini
merupakan pertahanan terakhir pada sistem pernapasan. Sel lain yang ada dalam
membrane respiratorius adalah sel septal atau disebut juga dengan sel surfaktan
dan sel Tipe II. Surfaktan terdiri atas fosfolipid dan lipoprotein.
B. Gangguan
pada Sistem Pernapasan
Gangguan
pernapasan pada saluran pernapasan atas dan bawah adalah bermacam-macam dapat
gangguan berupa infeksi, obstruksi, truma dan keganasan.
Salah
satu gangguan pada saluran bawah yaitu asma bronkhial, yaitu penyakit inflamasi
obstruktif yang ditandai oleh periode episodic spasme otot-otot polos dalam
dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini
menyempitkan jalan napas, sehigga membuat pernapasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi. Terdapat dua tipe asma, asma ekstrinsik dan intrinsik. (Asih,2004)
C. Pengkajian
Data
subjektif yang harus dikumpulkan untuk
mengkaji klien dengan asma termasuk riwayat awitan dan durasi asma,
faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir, medikasi yang digunakan untuk
menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan terakhir dan program mediksi
dan metode perawatan diri yang digunakan untuk menghilngkan gejala.
1. Kaji penampilan umum : klien tampak gelisah,
sukar bernapas, kelelahan, insomnia.
2. Kaji tanda-tanda vital : takikardi, pulsus
paradoksus (tidak terabanya denyut nadi saat inspirasi, dibuktikan dengan
penurunan hasil pengukuran tekanan darah sistolik selama inspirasi 6-8 mmHg),
takipnea.
3. Pemeriksaan pulmonari :
a. Inspeksi
: pernapasan menggunakan otot aksesori, postur menjorok kedepan, dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis,
dada terasa tertekan,
b. Palpasi :
penuruan ekspirasi lateral, penurunan fremitus
c. Perkusi :
hiperesonan, penurunan ekskursi diafragma
d. Auskultasi :
ronkhi.
4. Kaji temuan pemeriksaan laboratorium : AGD (pada
serangan singkat atau sedang respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan;
pada serangan berkelamaan atau hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia
berat), sputum untuk eosinophilia, PFT (penurunan FEV dan VC).
5. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan
laboratorium
1)
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk
melihat adanya:
a)
Kristal-kristal charcot leyden yang
merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b)
Spiral curshmann, yakni yang merupakan
cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c)
Creole yang merupakan fragmen dari
epitel bronkus.
d)
Netrofil dan eosinopil yang terdapat
pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
2)
Pemeriksaan darah
a)
Analisa gas darah pada umumnya normal
akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b)
Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH
c)
Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d)
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi
terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas
dari serangan.
b. Pemeriksaan
Radiologi
Gambaran
radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1)
Bila disertai dengan bronkitis, maka
bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2)
Bila terdapat komplikasi empisema
(COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
3)
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat
gambaran infiltrate pada paru
4)
Dapat pula menimbulkan gambaran
atelektasis lokal.
5)
Bila terjadi pneumonia mediastinum,
pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
c. Pemeriksaan
Tes Kulit
Dilakukan
untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
d. Elektrokardiografi
Gambaran
elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1)
perubahan aksis jantung, yakni pada
umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
2)
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).
3)
Tanda-tanda hopoksemia, yakni
terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST
negative.
e. Scanning
Paru
Dengan
scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
f. Spirometri
Untuk
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
D.
Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Dx (Masalah Kep)
|
1.
|
Ds
: Pasien mengeluh sesak napas dan mudah lelah.
Do
: RR ↑ N ↑
a. Terdapat
mukus berlebih.
b. Penggunaan
otot bantu pernapasan (+)
c. Suara
wheezing
d. Fremitus
vocal tidak seimbang
|
Allergen
masuk
↓
Reaksi
antigen dan antibody
↓
Dilepaskan
substansi vasoaktif (histamin. bradikinin, anafilatoxin)
↓
Kontriksi
otot polos
↓
Bronchospasme
↓
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
|
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas
|
2.
|
Do :
RR ↑ N ↑
a. Hipoksia
b. Banyak
mukus
c. Bunyi
wheezing
d. sianosis
|
Permeabilitas
kapiler ↑
↓
Kontraksi
otot polos, edema mukosa, hipersekresi
↓
Obstruksi
saluran napas
↓
Hipoventilasi
↓
Gangguan
difusi gas di alveoli
↓
Gangguan
pertukaran gas
|
Gangguan Pertukaran
Gas
|
3.
|
Ds
: klien mengatakan tidak nafsu makan, mual & munth
Do
:
(dibarengi
dengan jumlah penurunan berat badan)
|
Mengeluarkan
substansi vasoaktif
↓
Sekresi
mukus ↑
↓
Produksi
mukus ↑
↓
Mukus
ke arah tenggorokan
↓
Tidak
nafsu makan karena tidak nyaman
↓
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
|
E.
Masalah Keperawatan
Prioritas
masalah keperawatan yang diambil :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan bronchospasme ditandai dengan peningkatan respirasi rate dan produksi
mukus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan tidak nafsu makan ditandai dengan penurunan berat badan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
obstruksi saluran napas ditandai dengan sianosis.
F.
Rencana Keperawatan
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
(NANDA)
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Rasional
|
||
1.
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan berhubungan dengan brochospasme, peningkatan produksi sekret.
Data-data
Ds
: Ds : Pasien mengeluh sesak napas dan mudah lelah.
Do
: RR ↑ N ↑
a. Terdapat
mukus berlebih.
b. Penggunaan
otot bantu pernapasan (+)
c. Suara
wheezing
Fremitus vocal tidak
seimbang
|
Status
respirasi:
Kepatenan jalan napas
dengan skala….(1-5) setelah diberikan perawatan selama 2x24 jam dengan
kriteria hasil :
a. Tidak
ada sesak.
b. Tidak
lelah
c. Tanda-tanda
vital dalam batas normal
d. Mukus
berkurang atau bersih
e. Bebas
dari suara tambahan
|
1. Manajemen
jalan napas
2. Penurunan
kegelisahan
3. Pencegahan
aspirasi
4. Fisioterapi
dada
5. Latihan
batuk efektif
6. Terapi
oksigen
7. Memberi
posisi semi atau high fowler
8. Memonitor
keadaan umum
9. Memonitor
tanda-tanda vital
|
1. Manajeen
jalan napas yang baik dapat mempermudah klien dalam bernapas
2. Fisioterapi
dada, latihan batuk efektif membantu klien dalam mengeluarkan sekret di dalam
saluran pernapasan
3. Terapi
oksigen membantu klien delam memenuhi kebutuhan oksigen.
4. Posisi
semi atau high fowler membantu pasien dalam mendapatkan posisi yang nyaman
dalam bernapas
5. Keadaan
umum dan tanda-tanda vital penting untuk dimonitor sehingga dapat melihat
perkembangan klien yang telah diberi intevensi
|
2.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorexia,
ditandai dengan :
Ds
: klien mengatakan tidak nafsu makan, mual & munth
Do
:
(dibarengi
dengan jumlah penurunan berat badan)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nutrisi klien kembali
normal dan tercukupi dengan kriteria hasil :
1. Mempertahankan
massa tubuh dan berat badan dalam batas normal.
2. Kebutuhan
nutrisi terpenuhi dengan baik
3. Memperlihatkan
nafsu makan yang kembali normal.
4. Memperlihatkan
nilai bising usus dalam batas normal.
|
1. Membantu
klien untuk makan (sesuai dengan jenis diet)
2. Menganjurkan
klien untuk makan sedikit tapi sering.
3. Memantau
intake-outpun klien dengan menanyakan beberapa kali klien makan dan BAB
|
1. Untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat untuk klien.
2. Untuk
meningkatkan nafsu makan yang berkurang.
3. Untuk
mengetahui keseimbanagan anatara pemasukan dan pengeluaran.
|
3.
|
Gangguan Pertukaran
Gas berhubungan dengan obstruksi saluran napas ditandai dengan :
Do : RR↑ N↑
a. Hipoksia
b. Banyak
mukus
c. Bunyi
wheezing
d. Sianosis
e. Menggunakan
otot aksesori
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pertukaran gas kembali
normal dengan kriteria hasil :
1. Menunjukkan
tanda-tanda vital yang normal, khususnya pada Nadi dan RR.
2. Tidak
menggunakan otot aksesoris untuk bernafas.
3. Menunjukkan
klien dapat bernafas secara mandiri tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2.
|
1. Mengobservasi
tanda-tanda vital
2. Menempatkan
posisi tidur semi atau high fowler
3. Kolaborasi
dalam pemberian obat dan pemberian O2.
|
1. Mengidentifikasi
keadaan klien dalam intervensi yang diberikan.
2. Posisi
semi atau high fowler mengoptimalkan ekspansi paru.
3. Mengidentifikasi
kemampuan klien dalam melakukan pemulihan mandiri.
|
Daftar Pustaka
Asih,Niluh
G.Y., dkk. 2004. Keperawatan Medikal
Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Baughman,
Diane.C. et all. 2000. Keperawatan
Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta : EGC
Doenges,
M.E., et all. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta : Salemba Medika.
Tanjung,2003
diakses : http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf 23 September 2015
0 komentar:
Post a Comment