PRAKTEK KEPERAWATAN DEWASA I
RESUME SISTEM HEPATOBILIER
Di susun oleh :
1013031023
ASROPUL ANAM
Program studi ilmu keperawatan
STIKes faletehan serang - banten
2015-2016
1. ANATOMI
FISIOLOGI HEPATOBILIER
Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam
tubuh, berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi,
termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi
dalam sistem pencernaan. Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4
Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga
abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir seluruh
bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas
berbentuk cembung dan berada dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan fisura transverses.
Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati. Hampir seluruh
bagian dari organ hati dilapisi oleh peritoneum dan lapisan tebal dari jaringan
penghubung melapisi seluruh bagian hati, letaknya dibawah peritoneum. Organ
hati terbagi menjadi dua buah lobus, yakni lobus kanan yang lebih besar serta
lobus kiri, dipisahkan oleh ligament falciform.
Ligament falciform adalah bentuk lanjutan dari parietal peritoneum yang membujur dari permukaan bawah diaghfragma
hingga ke bagian atas hati, diantara dua lobus hati. Di antara dua lobus, ada
bagian batas yang kosong dari ligamental falciform yang dinamakan ligamentum teres (ligament
keliling). Memanjang dari hati hingga umbilicus.
Ligamentum teres seperti kawat
berserat yang ada di umbilicus pada janin. Bagian bawah hati juga dipisahkan
antara bagian kanan dan kiri oleh Fisura
longitudinal. Lobus kanan dirancang dengan banyak anatomi, yang terdiri
atas bagian depan yakni lobus
kuadrate dan bagian belakang yakni lobus
kaudata. Menurut morfologi dasar, khususnya aliran darah, lobus kuadrate dan lobus kaudata lebih tepat dianggap sebagai bagian dari lobus kiri.
Bentuk dari hati sangat disesuaikan dengan keadaan sekitarnya. Terdapat bagian
yang dinamakan permukaan depan (parietal surface
atau anterior surface), dan permukaan
belakang (posterior surface atau visceral surface) yang memberikan
pengaruh pada lambung, usus halus, ginjal sebelah kanan, dan usus besar.
Pengaruh ini diakibatkan oleh vena kafa inferior yang menjadi batas penanda
antara lobus kiri dan lobus kaudata. Selain lobus kaudata, juga terdapat lobus
kaudrata yang terletak diantara lobus kiri dan kandung empedu.
2.
MACAM-MACAM PENYAKIT PADA HATI
a. HEPATITIS
A VIRUS
Hepatitis A virus tergolong dalam RNA virus
(heparna). Penularan melalui fecal-oral. Hepatitis A ini memiliki masa inkubasi
sekitar 4 minggu. Perkembangbiakan virus terbatas di hati, virus ditemukan di
hati, empedu, feses, dan darah
→ di akhir masa inkubasi dan saat fase
preicteric. Virus disebarkan melalui feses, dan darah
→ infektifitas virus segera hilang saat
jaundice muncul. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV) dapat terdeteksi selama masa
akut, saat SGPT tinggi dan penularan HAV melalui feses masih terjadi.
Respons antibody yang muncul adalah IgM
HAV, dan menetap selama beberapa bulan. Selama masa penyembuhan IgG HAV yang
nyata. Jadi untuk diagnosa Hepatitis A adalah saat fase akut, titer IgM HAV
yang tinggi.
b. HEPATITIS
B VIRUS.
Hepatitis B virus adalah DNA virus(hepadna
virus). Antigen yang diperiksa :
1. HBsAg
2. HBcAg
3. HBeAg
HBsAg terdeteksi pada lebih dari 95% pasien
dengan Hepatitis B akut, ditemukan di Serum, cairan tubuh, sitoplasma
hepatosit. Sebagai petanda blood borne virus dan menandakan status karier.
AntiHBs muncul sebagai respon dari
infeksi, antibodi protektif. HBcAg nukleocapsid yang mengandung DNA, sebagai
petanda diagnosa akut, bersama dengan HBsAg dan IgM anti HBc. HBeAg polymerase,
ada di nucleus hepatosit. Sebagai petanda dari replikasi virus. Sebagai panduan
diagnosis kronis hepatitis : IgG antiHBc , HBsAg. Pada saat ini
pemeriksaan HBV DNA telah menjadi pemeriksaan
baku pada saat seorang pasien diketahui mengidap HBsAg positif. Pemeriksaan
HBeAg dan Anti HBe pada saat ini dilakukan untuk menentukan strategi
pengobatan. Pemahaman terakhir
menyatakan bahwa keberadaan HBeAg tidak hanya menunjukkan ada atau tiadanya
replikasi virus , oleh karena penderita dengan HBeAg negative ternyata sering
dijumpai kondisi reaktivasi ( flare up) virus. (2) Pemeriksaan antiHBe dapat
dipakai sebagai salah satu indikator keberhasilan pengobatan pada penderita
Hepatitis B kronis dengan HBeAg +. Pemeriksaan kuantitatif HBV DNA dengan batas
atas yang dapat mendeteksi muatan virus tinggi sangat berguna untuk pemilihan
obat lini pertama.
c. Alkaline
fosfatase.
Adalah enzym yang ditemukan di hepar,
tulang dan epithel dari seluruh saluran empedu. Jumlah/level enzym ini
digunakan utk identififikasi kelainan hepar, atau kelainan tulang,dll. Harga
normal terpengaruh oleh usia dan gender.
Harga normal :
Dewasa : 17 – 142 U/L
Anak 0 – 12 th : 145 – 530 U/L
3.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa
pemeriksaan faal hati dan
petanda
virus yang sering dipergunakan untuk
mendiagnosa
penyakit adalah :
1.
SGOT / AST
2.
SGPT / ALT
3.
Urobilinogen
4.
Bilirubin Urine
5.
Bilirubin direk/indirek
6.
Alkali fosfatase
7.
Gamma GT
8.
HBsAg & AntiHCV / IgM anti HAV
9.
Serum Albumin
10.
Prothrombine time
a. HB(HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan oleh kadarHemoglobin.Nilai normal Hb:
Wanita 12-16 gr/dL
Pria14-18 gr/dLAnak 10-16gr/dLBayi baru lahir 12-24gr/dL
Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin(obatantiradang). Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit
b.
TROMBOSIT(PLATELET)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi terjadi perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.
c.
HEMATOKRIT (HMT)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah makin kental. Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
NilainormalHMT: Anak33-38%
Pria dewasa 40 – 48 % Wanita dewasa 37 – 43 %
Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik, mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah makin kental. Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.
NilainormalHMT: Anak33-38%
Pria dewasa 40 – 48 % Wanita dewasa 37 – 43 %
Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik, mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak lambung).
Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.
d.
LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagaibagian darisistem kekebalan tubuh.
Nilainormal :Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3
Bayi/anak9000-12.000/mm3 Dewasa4000-10.000/mm3
Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin,danIain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagaibagian darisistem kekebalan tubuh.
Nilainormal :Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3
Bayi/anak9000-12.000/mm3 Dewasa4000-10.000/mm3
Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin,danIain-Iain.
Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).
4.
PATOFISIOLOGI PENYAKIT HEPATITIS A
Virus
Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat
kompleks
(Isselbacher, 2000). Virus Hepatitis B berupa virus DNA sirkoler berantai
ganda, termasuk family Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen.
Ketiga jenis antigen tersebut yaitu Antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang
terdapat mantel (envelope virus), antigen ”cor’’ Hepatitis B (HbcAg)dan antigen
’’e’’ Hepatitis B (HbeAg) yang terdapat
pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang timbulnya
antibodi spesifik masing – masing yang disebut anti HBs, anti HBc dan anti HBe (Sulaiman, 1995). Bagian
virus Hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya (HbcAg),
pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipat ganda DNA (DNA polimerase) dan serpihan
virus (HbeAg). HbsAg terdiri dari 4 sub tipe penting yang mempunyai
subdeterminan yang sama yaitu a dan 4 subdeterminan yang berlainan, yaitu d, y,
w dan r (Isselbacher, 2000). Semua
partikel virus Hepatitis B bersifat imonogenik dan mampu merangsang
pembentukan
antibodi. Bila seseorang terinfeksi virus Hepatitis B, maka tubuh penderita terdapat antigen yang berasal dari
partikel virus dan antibodi humoral yang dibentuk untuk melawan antigen
tersebut. HbsAg telah diidentifikasi
dalam darah dan produk darah, saliva, cairan serebrospinal, peritoneal,
pleural, cairan sinovial, cairan amnion, semen,
sekresi vagina, dan cairan tubuh
lainnya. Penularan melalui perkutaneus meliputi intra vena,
intra
muscular, subcutan atau intra dermal (Chin, 2000). Penularan non perkutaneus
melalui ingesti oral telah dicatat sebagai jalur pemajanan potensial tetapi
efisiensinya cukup rendah. Di lain pihak dua jalur penularan non perkutaneus
yang dianggap memliki dampak terbesar adalah hubungan seksual dan perinatal.
Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan carrier HbsAg
atau ibu yang menderita Hepatitis B selama kehamilan trimester ketiga atau
selama periode awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10% dari infeksi
dapat diperoleh in utero, bukti
epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan
tidak berhubungan dengan proses menyusui.
Pada hampir semua kasus, infeksi acut pada neonatus secara klinis
asimtomatik,
tetapi
anak itu kemungkinan menjadi seorang carrier HbsAg (Isselbacher, 2000). Penyebaran perinatal merupakan masalah yang
besar di negara–negara di mana terdapat prevalensi infeksi virus Hepatitis B
yang tinggi dengan prevalensi HbsAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang
dilahirkan dari ibu HbsAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan
ketiga dari kehidupannya. Peranan adanya Universitas Sumatera UtaraHbsAg pada
ibu sangat dominan untuk penularan. Sebaiknya walaupun ibu mengandung HbsAg
positif namun bila HbsAg dalam darah negatif maka daya tularnya menjadi rendah
(Shikata T, 1984, cit Sulaiman, 1995). Masa masuknya virus kedalam tubuh sampai
timbulnya gejala (masa inkubasi) bervariasi mulai dari 45-180 hari dan
rata-rata 60-90 hari (Chin, 2000). Kemungkinan
Hepatitis B menjadi kronik, bervariasi tergantung usia terinfeksi virus Hepatitis B. Infeksi pada saat kelahiran
umumnya tanpa manifestasi klinik tapi 90%
kemunkinan
kasus menjadi kronik, di lain pihak apabila infeksi Hepatitis B terjadi pada
usia dewasa muda maka akan timbul manifestasi klinik risiko berkembang menjadi kronik hanya 1% (Isselbacher,
2000). Kurang dari 10% infeksi Hepatitis
virus akut pada anak-anak dan 30% - 50% pada orang dewasa terdeteksi secara
klinis. Penderita umumnya mengalami gejala
klinis
nafsu makan menurun, nyeri perut, mual, muntah dan kadang – kadang
disertai nyeri sendi dan rashdan sering
berlanjut ke jaundice (Chin, 2000).
E. Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Aktivitas
intoloerance berhubungan dengan kelemahan dan pembatasan aktivitas
b. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi; intake kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia dan mual
c. Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
melalui muntah-muntah dan demam.
d. Resiko terjadinya pedarahan yang lama berhubungan
dengan profil darah /koagulasi abnormal
e. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ikterik dan pruritus
f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan
inadekuatnya pertahanan tubuh
g. Resiko
terjadinya penularan/ penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, penularan dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
h. Perencanaan
Keperawatan
DIAGNOSA
|
I
N T E R V E N S I
|
Aktivitas
intolerance
|
1. Mempertahankan
klien untuk bedrest, dengan posisi yang nyaman menurut klien, misal:
semifowler
2.
Bantu dan anjurkan melakukan perubahan posisi setiap 2 jam sekali, miring
kiri-miring-kanan.
3. Bantu
klien seluruh kebutuhan AKS klien (personal hygiene, makan/minum, bab dan
bak).
4. Bimbing dan ajarkan melakukan latihan gerak
pasif atau aktif diatas tempat tidur
5. Libatkan keluarga dalam memenuhi AKS
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
1. Jelaskan
manfaat nutrisi terhadap proses penyembuhan penyakit pada klien
2.
Lakukan oral hygiene sebelum makan
3. Anjurkan minum air teh manis hangat sebelum
makan
4. Sajikan
makanan dalam keadaan hangat dan menarik
5. Berikan nutrisi dengan porsi kecil tapi
sering
6. Berikan
nutrisi sesuai dengan program diet: tinggi kalori, tinggi protein dan rendah
lemak
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
terapi multi vitamin dan anti mual/antiemetik
|
Resiko
kekurangan volume cairan
|
1. Pertahankan
pemberian cairan parenteral, untuk maintenance + 20 gtt/mnt
2. Tingkatkan
intake cairan peroral bila tidak ada kontra indiksi
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi; turgor, TD,
nadi.
4. Catat intake dan out put setiap minimal 8
jam sekali
5. Monitor tanda-tanda vital, dan periksa ulang
kadar elektrolit
|
Resiko
terjadinya perdarahan lama
|
1. Catat
tanda-tanda perdarahan pada membran mukosa gusi dan pada feses
2. Pantau pemeriksaan koagulsi (PT dan BT)
3. Gunakan jarum berdiameter kecil
4. Kolaborasi pemberian vitamin K
5. Cegah terjadinya perdarahan atau kerusakan
pada kulit
|
Resiko
gangguan integritas kulit
|
1. Lakukan
perawatan kulit dengan sering hindari sabun yang banyak mengandung busa/
terlalu keras
2. Mandikan
klien menggunakan air hangat
3. Berikan lotion/krim pada kulit klien
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemeriksaan lab; bilirubin
|
Resiko
terjadinya infeksi
|
1. Tempatkan
klien pada kamar yang tidak bersatu dengan klien yang berpenyakit infeksi
2. Batasi pengunjung atau kontak dengan orang
lain yang berpenyakit infeksi, misal; ISPA anjurkan klien untuk makan
makanan yang mengandung kadar protein yang tinggi
3. Monitor
tanda-tanda infeksi dari penyakit lain
4. Kolaborasi
dengan tim medis untuk pemberian obat kortikosteroid/anti inflamasi bila
perlu
|
Resiko
terjadinya penularan/penyebaran penyakit
|
1. Jelaskan
pada klien dan keluarga tentang penyakit, cara penularan dan kemungkinan
komplikasi
2. Berikan
pengertian pada keluarga untuk membatasi kontak dengan klien dalam waktu lama
3. Anjurkan
kepada pengunjung klien untuk menggunakan pengaman dan tidak terlalu dekat
dengan klien
4. Berikan
penjelasan pada klein untuk membatasi aktivitasnya pada masa pemulihan
5. Tekankan pentingnya untuk selalu mengikuti
perawatan tidak lanjut selama satu tahun
6. Anjurkan
untuk kontrol teratur dan segera meminta pertolongan bila timbul
gejala-gejala kambuh
|
DAFTAR
PUSTAKA
3. Baughman,
Diane.C. et all. 2000. Keperawatan
Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta : EGC
0 komentar:
Post a Comment