PRAKTEK
KEPERAWATAN DEWASA I
RESUME
SISTEM PERNAPASAN
Di
susun oleh :
1013031023
ASROPUL
ANAM
Program
studi ilmu keperawatan
STIKes
faletehan serang - banten
2015-2016
A.
ANATOMI
DAN FISIOLOGIS SISTEM PERNAPASAN
Tubuh kita membutuhkan asupan oksigen yang konstan
untuk menyongkong pernafasan. System pernafasan/ respirasi membawa oksigen
melalui jalan napas paru ke alveoli, yang kemudian oksigen akan mengalami
difusi ke darah untuk ditransportasikan ke seluruh tubuh. Proses ini sangat
penting sehingga kesulitan dalam bernafas di rasakan sebagai kondisi yang
mengancam jiwa. Apakah kematian benar-benar mungkin terjadi apa tidak,
orang-orang dengan gangguan pernafasan sering cemas dan takut bahwa mereka
mungkin akan mati, mungkin sangat menderita.
System
pernafasan juga memiliki fungsi esensial:
·
Mengeluarkan karbon diaksoda (CO2),
suatu produk sampah metabolisme yang di transpotsasikan dari jaringan ke paru
untuk di buang
·
Menyaring dan melembapkan udara yang
masuk keparu
·
Menangkap partikel dalam mucus jalan
napas dan mengeluarkanya melalui mulut untuk di buang dengan cara batuk atau di
telan
·
Mencegah masuknya pathogen secara
inhalasi dengan mengaktifkan system imun
Pengendalian
pernapasan berhubungan erat dengan darah arteri dan kadar CO2 darah juga dengan
kadar oksigen darah arterial. Respirasi juga dikendalikan oleh pusat korteks yang lebih tinggi. Sebagai
contoh, peningkatan ventilasi yang terjadi pada olah raga dan menjaga gas darah
arteri dalam nilai normal.
Masalah
pernapasan sangant luas. Gangguan akut berkisar dari rasa tidak nyaman ringan (
flu atau pilek )sampai ke masalah yang mengancam jiwa (asma, beberapa tipe
pneumonia, dan trauma dada), kondisi yang menimbulkan disabilitas seperti pembatasan aliran udara kronis ( juga
disebut sebagai penyakit paru obstruktif kronis) dan beberapa penyakit paru
restriktif. Masalah pernapasan kronis dialami oleh banyak orang, sering
menyebabkan mereka mengubah gaya hidup secara radikal seperti berhenti kerja
lebih awal
Maslah
pernapasan berhubungan dengan banyak penyebab; alergi, factor pekerjaan factor
genetic penggunaan tembakau dan kebiasaan meroko, infeksi gangguan
neuromuscular, abnormalitas vascular pulmunal, factor yang paling signifikan
pada penyakit pernapasan kronis dan kangker paru adalah merokok sigaret.
STRUKTUR
SISTEM PERNAPASAN
SALURAN
NAPAS ATAS
Saluran
napas (jalan napas )adalah daerah di mana udara bergerak menuju area pertukaran
gas di paru-paru. Saluran napas atas terdiri atas rongga hidung, faring, dan
laring.
1. RONGGA
HIDUNG
Hidung
terbentuk dari tulang dan kartigo ( tulang rawan ). Tulang nasal membentuk
septum nasi/jembatan hidung, dan sisa hidung lainya tersusun oleh tulang rawan
dan jaringan pengikat (figure A&P 14-1). Tiap lubang hidung pada wajah ( nostril atau nares) bersambung ke suatu ruangan (vestibulum). Vestibulum pada bagian depan di lapisi oleh kulit dan
rambut yang akan menyaring objek asing dan mencegah agar tidak terinhalasi.
Vestibulum posterior di lapisi oleh membrane mukosa yang terdiri atas sel
epitel kolumner dan sel goblet yang menyekresikan mucus. Membrane mukosa meluas
sepanjang saluran napas dan silia (tonjolan menyerupai rambut) mengeluarkan
mucus ke faring untuk dieliminasi terletak pada puncak rongga hidung di bawah
lamina kribriformis ethmoidales dilapisi oleh epitel khusus (olfaktorius), yang memberikan sensasi
penghidu. Oleh karena epitel olfaktorius tidak terletak pada tempat yang biasa
dialiri aliran udara pernapasan, penghiduan/penciuman di tingkatkan dengan
usaha mengendus.
2. FARING
Faring
adalah suatu saluran berbentuk corong yang memanjang dari hidung ke laring.
Faring dapat di bagi ke dalam tiga bagian .
Nasofaring berlokasi
di atas tepi platum molle dan menerima udara dari rongga hidung. Dari telinga,
tuba eustachius terhubung dengan nasofaring. Tonsil faring ( disebut adenoid
jika mengalami pembesaran ) berlokasi pada dinding posterior nasofaring
Orofaring
berperan pada respirasi dan pencernaan, orofaring menerima udara dari
nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Tonsila platina (fausial)berlokasi di
sepanjang sisi mulut bagian posterior dan tonsila lingualis berlokasi pada
dasar lidah
Laringofaring
(hipofaring) berlokasi di bawah daser lidah dan merupakan bagian faring paling
inferior laringofaring menghubungkan faring dan berperan pada pernapasan dan
pencernaan.
3. LARING
Laring
biasanya di sebut sebagai kotak suara (voice
box) laring menghubungkan saluran napas atas (faring) dan bawah (trachea).
Laring terletak anterior esophagus atas. Sembilan kartigo membentuk laring :
tiga buah kartilago tunggal yang besar (epiglottis, tiroid, krikoid) dan tiga
pasang kartilago yang lebih kecil (aritenoidea, kornikulata, kuneiformis).
Kartilago melekat pada tulang hyoid di sebelah atas dan di sebelah bawah
melekat pada trakea oleh otot dan ligament, semua setruktur ini mencegah laring
mengalami kolaps selama inspirasi dan menelan.
SALURAN
NAPAS BAWAH
1. TRAKEA
Takea
(pipa udara) memanjang dari laring ke bawah setinggi vertebra torakalis 7, yang
kemudian bercabang menjadi bronkus primer (utama).
Tempat percabangan ini di sebut sebgai karina. Trakea adalah suatu jalan napas
muscular dan fleksibel dengan panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk
hurup C, bersama dengan daerah saluran napas bawah yang lain, trakea di lapisi
epitel kolumnar berlapis semu yang mengandung sel goblet, ( sel yang
menghasilkan mucus ) dan silia ( figure A&P 14-3), oleh karena silia
bergetar ke atas, silia cenderung mengeluarkan partikel asing dan mucus yang
berlebihan menjauh dari paru menuju faring. Pada alveoli tidak terdapat silia.
2. BRONKUS
DAN BRONKIOLUS
Bronkus
utama kanan lebih pendek dan lebih luas, berjalan lebih vertikel ke bawah di
bandingkan brokus utama kiri dengan demikian, benda asing lebih mudah masuk ke
bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri, bronki segmental dan subsegmental adalah
subdivisi dari bronki utama dan menyebar menyerupai pohon terbalik menuju ke
masing-masing paru, kartilago menyelubungi jalan napas di bronki tetapi pada
bronkioli (jalan napas terakhir sebelum sampai ke alveoli ) kartilago
menghilang sehingga bronkioli dapat mengalami kolaps dan mengandung udara
selama ekhalasi aktif.
3. PARU
Paru
terletak di dalam rongga toraks pada kedua sisi jantung (lihat pigur AP 14-2),
paru berbentuk kerucut, dengan apeks terletak di atas rusuk pertama dan
dasar/basal paru terletak pada diafragma. Tiap paru terbagi menjadi lobus
superior dan inferior oleh fisura oblik, paru kanan di bagi lagi oleh fisura
horizontal sehingga paru kanan terbaagi dalam tiga lobus, superior, medius, dan
inferior, sedangkan paru kiri hanya terdiri atas dua lobus, selain pembagian
paru menjadi lima lobus ini tampai dari luar. Paru juga terbagi menjadi 5 lobus
ini tamak dari luar paru juga terbagi menjadi 10 unit yang lebih kecil ( segmen bronkopulmonal ), tiap segmen
mencerminkan bagian paru yang di suplai oleh bronkus tersier spesifik.
VOLUME
PARU
Paru-paru
seorang peria berusia 19 tahun memiliki kapasitas total sebesar 5.900 ml. akan
tetapi, seseorang tidak dapat menghembuskan semua udara dari paru-paru, sekitar
1.200 ml udara tetap berada di paru-paru, seberapun kuatnya ekspirasi.
·
Kapasitas
total paru: keempat volume paru
·
Kapasitas
vital : semua volume kecuali volume residual, yang merupakan jumlah yang dapat
diventilasi seseorang
·
Kapasitas
cadangan fungsional: volume residual ditambah cadangan
ekspirasi
·
Kapasitas
insprasi :volume tidal di tambah volume cadangan inspirasi
4. TORAKS
Ruang
toraks yang di susun oleh rangka tulang memberikan perlindungan pada paru,
jantung, dan pembuluh darah, lapisan paling luar dari toraks tersusun atas 12
pasang tulang rusuk, tulang rusuk berhubungan pada bagian posterior dengan
prosesus transversus vertebra torakalis pada tulang belakang, pada bagian
depan, tujuh pasang rusuk terletak pada sternum melalui kartilago rusuk ke -8,9
dan10 (rusuk palsu) sering di
lekatkan oleh kartilago kostalis. Tulang rusuk ke-11 dan 12 (rusuk melayang ) memungkinkan ekspansi
dada penuh karena mereka tidak terletak pada sternum.
5. DIAFRAGMA
Pernapasan
di lakukan oleh perubahan otot skelet pada rongga toraks, diafragma adalah otot
utama pernapasan dan berperan sebagai tepi bawah toraks. Diafragma berbentuk
kubah pada posisi relaksasi, dengan otot utama melekat pada otot prosesus
xifoideus sternum dan rusuk bagian bawah, kontraksi diafragma menarik otot ke
bawah, meningkatkan ruang otot toraks dan secara aktif mengembangkan paru,
inservasi diafragma (nervus frenikus ) dari medulla spinalis setinggi vertebra
servikalis ketiga, oleh karena itu cedera spinal pada C3 atau di atasnya dapat
mengganggu ventilasi.
6. PLEURA
Pleura
adalah membrane serosa yang membungkus paru sebagai kantong dengan dua dinding,
pleura viseralis membungkus paru dan
fisura antara kedua lobus paru. Pleura parietalis
memungkus paru dari dalam pada setiap hemitoraks, mediastinum, dan puncak diafragma: kemudian
bergabung dengan pleura viseralis pada hilus (suatu celah pada permukaan medial
paru, di mana cabang utama bronkus, pembuluh darah pulmonal dan saraf masuk ke
paru )
B.
PENGKAJIAN
SECARA UMUM
kaji
tingkat kesadaran klien dan orientasi dan orientasi, amati warna kulit dan
bibir, nilai warna dasar/anyaman kapiler kuku dan adanya jari tubuh, yang
sering terjadi akibat kompensasi hipoksia kronis. Tekhnik shamrothadalah
pengukuran yang bermanfaat untuk memeriksa jari tubuh.
1.
HIDUNG
EKSTERNAL
Ispeksi
dan palpasi hidung eksternal untuk memeriksa deviasi dari arah yang normal,
simetrisitas,warna, secret, napas cuping hidung, lesi, dan nyeri tekan, klien
seharusnya dapat bernapas dengan normal melalui hidung dan bukan melalui mulut.
Periksa kepatenan saluran hidung dengan meminta klien menutup satu lubang
hidung dengan jari dan bernapas melalui lubang hidung kontralateral dan menutup
mulut, memintaklien mengadahkan kepala dan inpeksi nares eksternal untuk
melihat adanya krusta, perdarahan, atau kekeringan yang pada keadaan normal
tidak ada.
2.
HIDUNG
INTERNAL
Inspeksi
vestibulum dengan penlight ketika
kepala klien menengadah ke atas, temuan normal meliputi rambut kasar, mukosa
nasal merah gelap, jalan napas bersih tanpa secret, dan septum terletak di
garis tengah. Pemeriksaan lanjut hidung internal membutuhkan penggunaan
penggunaan speculum hidung dan tidak di lakukan kecuali terdapat indikasi,
ispeksi dapat terganggu jika terdapat kengesti nasal.
3.
SINUS
PARANASAL
Palpasi
dan perkusi sinus maksiliralis dan frontalis untuk pengkaji pembengkakan dan
rasa nyeri, yang dalam keadaan normal tidak ada, palpasi sinus frontalis secara
simultan dengan menempatkan ibu jari di atas mata, di bawah tepi tulang orbita
dan lakukan tekanan ringan, palpasi sinus maksilaris dengan menggunakan jari
kedua dan ketiga untuk menekan secara lembut pada tiap sisi hidung di bawah
tulang zigomatikus, gunakan perkusi langsung di atas alis untuk sinus frontalis
dan pada kedua sisi hidung di bawah mata sejajar dengan pupil sinus maksilaris.
4.
PENGHIDU/PENCIUMAN
Sesuai
pencapaian dan penghidu sangat terkait, penciuman di perantarai terutama oleh
nervus olfaktorius, walaupun beberapa penciuman diperantarai oleh nevrus
trigeminus, banyak kondisi memengaruhi pengecapan dan penciuman seperti infeksi
virus, penuaan normal, cedera kepala, dan obstruksi local, gangguan penciuman
dapat berupa : (1) hiposmia (penurunan sensitifitas penciuman ) atau (2)
anosmia (kehilangan sensasi penciuman bilateral dan komplet ), kaji penciuman
dengan meminta klien mengidentifikasi beragam bau dengan memeriksa tiap nostril
secara terpisah.
5.
TORAKS
DAN PARU
Pemeriksaan
fisik akurat pada dada dan paru membutuhkan pengetahuan mengenai gambaran
anatomis toraks anterior, posterior, dan lateral, gunakan penanda/landskap ini
untuk menidentifikasi struktur di dalam toraks, terutama lobus paru dan
jantung, saat melakukan inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi system
pernapasan, pemeriksaan sebaiknya membandingkan suatu sisi toraks ke sisi lain
untuk membantu mengkaji adanya abnormalitas.
6.
INSPEKSI
Amati
irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, frekuensi atau laju pernapasan
normal orang dewasa mencapai14 samapai 20 kali setiap menit, amati tanda gagal
napas seperti pernapasan cuping hidung atau atau retraksi dan penonjolan otot
interkosa atau sternokleidomastoideus untuk membantu pernapasan, inspeksi
konfigurasi dinding dada dengan membandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter AP. Memberikan informasi mengenai deformalitas dada.
7.
PALPASI
Palpasi
trakea, kaji apakah posisinya berada di garis tengah dan dapat bergerak
sedikit, palpasi dinding dada untuk mengkaji pengembangan dada simetris atau
tidak selama insprasi dan ekspirasi, palpasi sudut kosta (sudut pada dasar paru
dari sangkar tulang rusuk); sudut kosta ini seharusnya kurang dari 90 derajat,
sudut kosta lebih dari 90 derajat dengan rasio diameter AP/ lateral 1;1
mengindikasikan adanya dinding dada barrel
/ dada tong, sepert yang terlihat pada PPOK, palpasi untuk menilai fremitus
taktil dengan cara palpasi dinding dada posterior ketika klien berkata “ninety-nine (Sembilan puluh Sembilan )”;
bandingkan intensitas getaran pada kedua sisi dan nilai apakah terdapat
simetrisitas.
8.
PERKUSI
Perkusi
pada jaringan paru yang sehat menghasilkan suatu resonan ( suara bernada
rendah, berongga). Nada dan kualitas suara perkusi lain dapat di rangkum
sebagai berikut: (1) timpani (nada tinggi, bergaung, seperti drum) (2) datar
(nada tinggi, lembut), (3) pekak( nada sedang, seperti suara “gedebug-suara tubuh
yang jatuh “) mengilustrasikan lokasi beragam perkusi toraks dan setruktur
anatomi terkait yang menghasilkan suara tersebut.
9.
AUSKULTASI
Auskultasi
paru memberikan data pengkajian kritis untuk menentukan kesehatan klien,
auskultasi dalam pola yang membandingkan sisi kanan dan kiri toraks. Auskultasi
semua area paru di atas dada telanjang untuk mendapatkan temuan akurat pada
setiap lokasi auskultasi, dengarkan suatu siklus respirasi yang meliputi
inspirasi dan ekspirasi saat kilien bernapas, dan adanya suara tambahan,
mendeskripsikan karakteristik suara normal pernapasan, suara napas bronkial dan
bronkovesikular terdengar di lapangan perifer paru dapat mengindikasikan
konsolidasi paru akibat inflamasi dan infeksi, suara napas yang hilang atau
berkurang juga dapat mengindikasikan penyakit paru,
C.
DIAGNOSTIK
Prosedur
diagnostic memfasilitasi pengkajian dan diagnosis gangguan pernapasan klien,
uji diagnostic biasanya di lakukan meliputi uji pungsi paru, analisis gas darah
arterial, oksimetri nadi, pemindaian ventilasi-perfusi, rontgen dada, dan
kultur seputum.
1.
OKSIMETRI
NADI
Oksimetri
nadi melewatkan cahaya melalui jaringan dan suatu sensory yang melekat pada
ujung jari tangan, jari kaki atau lobus telinga yang menukur jumlah cahaya yang
di serap oleh hemoglobin yang tersaturasi oksigen, oksimetri kemudian
memberikan hasil persentase hemoglobin yang tersaturasi oleh oksigen (SaO2 ).
SaO2 terkait erat dengan saturasi yang
di dapatkan dari oksimetri nadi jika saturasi O2 lebih dari 70%
2.
UJI
FUNGSI PARU
Uji
fungsi paru memberikan informasi mengenai fungsi pernapasan dengan mengukur
volume paru, mekanik paru, dan kapasitas difusi paru, uji fungsi paru yang
dilakukan di laboratorium fungsi paru dapat mengukur volume dan kapasitas
pernapasan, uji fungsi paru yang di lakukan di luar laboratorium di modifikasi
untuk memasukan uji ventilasi untuk mengukur volume ekspirasi paksa, kapasitas
vital, dan ventilasi volunter maksimal.
3.
RONTGEN
DADA
Rontgen
(sinar-x) dada memberikan informasi mengenai dada yang tidak dapat di lakukan
dengan pemeriksaaan lain dan dapat memberikan ilustrasi grafis mengenai
disfungsi pernapasan, film dada dapat menunjukan abnormalitas walaupun tidak
terbatas manifestasi klinik penyakit paru. Pemeriksaan rontgen dada dapat di
lakukan untuk berbagai alasan seperti : sebagai bagian prosedur skrining rutin;
ketika di curigai penyakit paru; untuk monitor status gangguan pernapasan dan
abnormailitas (efusi pleura, atelectasis, lesi tubular); dan untuk
mengonfirmasi penempatan selang endotrakea atau traekostom.
4.
PEMINDAIAN
VENTILASI-PERFUSI
Pemindai
ventilasi/perfusi (V/Q) di gunakan untuk menilai ventilasi dan perfusi paru.
Pemindai V/Q di gunakan untuk mengonfirmasi emboli pulmoner, infar paru,
emfisema, fibrosis, dan bronkiektasis, walaupun angiografi paru adalah alat
diagnostic paling spesifik untuk emboli paru, pemeriksaan ini bersifat
invasive; pemindai V/Q kurang infasif dan kurang berbahaya. Pemindai
perfusikuantitatif dapat membantu pengkajian praoperasi pada klien yang akan
menjalani reseksi bedeah keganasan torak.
5.
KULTUR
SEPUTUM
Suatu
proses infeksius dapat menyebabkan produksi mucus (biasanya di sebut sebagai
seputum), pengkajian terhadap seputum mengenai bakteri, jamur atau elemen
seluler memandu terapi infeksi yang mendasari. Jika mungkin, seputum sebaiknya
di kumpulkan sebelumpemberian terapi anti mikroba.
6.
ANALISIS
GAS DARAH ARTERI
Analisa
gas darah melibatkan penggunaan darah arterial, bukan darah vena, untuk
mengukur paO2, paO2 dan pH secara langsung konsentrasi bikarbonat (HCO3-) dan
SaO2 juga di hitung. PaO2 mencerminkan efisiensi pertukaran gas, sedangkan
PaCO2 mencerminkan evektifitas ventilasi alveolar. Status asam-basa tubuh, di
indikasikan oleh pH darah arteri berguna untuk klien yang sakit akut baik untuk
kelainan paru dan nonparu, yang membutuhkan jalana napas buatan, yang
bergantung pada ventilasi mekanis atau yang mengalami penyakit pernapasan kronis.
D.
PENGKAJIAN
DAN GEJALA PERNAPASAN
Berbagai kondisi yang mempengaruhi pertukaran gas dan
fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor genetika,
termasuk:
• Asma
• Penyakit paru obstruktif kronis
• Cystic fibrosis
•-1 Alpha antitrypsin
Penilaian keperawatan
fungsi pernapasan dipengaruhi oleh faktor genetika,
termasuk:
• Asma
• Penyakit paru obstruktif kronis
• Cystic fibrosis
•-1 Alpha antitrypsin
Penilaian keperawatan
Penilaian Keluarga Sejarah
• Kaji riwayat keluarga untuk anggota keluarga yang lain dengan
sejarah gangguan pernapasan.
• Kaji riwayat keluarga untuk individu dengan awal-awal
penyakit paru kronis, riwayat keluarga hati
penyakit pada bayi (gejala klinis dari alpha-1 antitrypsin
defisiensi).
• Menanyakan tentang riwayat keluarga cystic fibrosis genetik.
Penilaian pasien
• Kaji gejala seperti perubahan pernapasan
Status berhubungan dengan asma (misalnya, mengi,
hyperresponsiveness, edema mukosa, dan lendir
produksi).
• Kaji multisistem efek karakteristik cystic
fibrosis (misalnya, batuk produktif, mengi, obstruktif
penyakit saluran napas, masalah pencernaan termasuk
insufisiensi pankreas, clubbing jari-jari).
Masalah manajemen khusus untuk Genetika
• Tanyakan apakah mutasi DNA atau pengujian genetik lainnya memiliki
telah dilakukan pada anggota keluarga yang terkena dampak.
• Rujuk untuk genetika lanjut konseling dan evaluasi sehingga
bahwa anggota keluarga dapat mendiskusikan warisan, risiko lain
anggota keluarga, ketersediaan genetika pengujian dan intervensi-gen berbasis.
• Penawaran genetika yang tepat informasi dan sumber daya.
• Menilai pemahaman pasien informasi genetika.
• Memberikan dukungan kepada keluarga dengan gangguan pernapasan yang baru didiagnosis genetik terkait.
• Berpartisipasi dalam pengelolaan dan koordinasi perawatan
pasien dengan kondisi genetik, individu cenderung
untuk mengembangkan atau menyampaikan kondisi genetik.
• Kaji riwayat keluarga untuk anggota keluarga yang lain dengan
sejarah gangguan pernapasan.
• Kaji riwayat keluarga untuk individu dengan awal-awal
penyakit paru kronis, riwayat keluarga hati
penyakit pada bayi (gejala klinis dari alpha-1 antitrypsin
defisiensi).
• Menanyakan tentang riwayat keluarga cystic fibrosis genetik.
Penilaian pasien
• Kaji gejala seperti perubahan pernapasan
Status berhubungan dengan asma (misalnya, mengi,
hyperresponsiveness, edema mukosa, dan lendir
produksi).
• Kaji multisistem efek karakteristik cystic
fibrosis (misalnya, batuk produktif, mengi, obstruktif
penyakit saluran napas, masalah pencernaan termasuk
insufisiensi pankreas, clubbing jari-jari).
Masalah manajemen khusus untuk Genetika
• Tanyakan apakah mutasi DNA atau pengujian genetik lainnya memiliki
telah dilakukan pada anggota keluarga yang terkena dampak.
• Rujuk untuk genetika lanjut konseling dan evaluasi sehingga
bahwa anggota keluarga dapat mendiskusikan warisan, risiko lain
anggota keluarga, ketersediaan genetika pengujian dan intervensi-gen berbasis.
• Penawaran genetika yang tepat informasi dan sumber daya.
• Menilai pemahaman pasien informasi genetika.
• Memberikan dukungan kepada keluarga dengan gangguan pernapasan yang baru didiagnosis genetik terkait.
• Berpartisipasi dalam pengelolaan dan koordinasi perawatan
pasien dengan kondisi genetik, individu cenderung
untuk mengembangkan atau menyampaikan kondisi genetik.
Manifestasi
Klinik
Biasanya
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (
whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang
lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Pemeriksaan
laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan
sputum dilakukan untuk melihat adanya:
·
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil.
·
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast
cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
·
Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
·
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid
·
dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
·
Analisa gas darah pada umumnya normal
akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·
Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.
·
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang
di atas 15.000/mm3 dimana
·
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi
terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas
dari serangan. Pemeriksaan penunjang
3. Pemeriksaan
radiologi
Gambaran radiologi pada
asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi
pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi,
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari
faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran
elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
·
perubahan aksis jantung, yakni pada
umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
·
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot
jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch
block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya
sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
6. Scanning paru
Dengan scanning paru
melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru.
7. Spirometri
Untuk menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana
diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
E. PATHWAY
Web of Caution (WOC) Asma
F.
G.
H.
F. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
ASMA
PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Riwayat kesehatan
masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin.
b. Riwayat kesehatan sekarang
: keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Status mental :
lemas, takut, gelisah.
d. Pernapasan : perubahan
frekuensi kedalaman pernapasan.
e. Gastrointestinal :
mual, muntah.
f. Pola aktivitas
: kelemahan tubuh, cepat lelah.
2. Pemeriksaan fisik
Dada
:
a. Contour ,confek,
tidak ada depresi sternum
b. Diameter antero posterior
lebih besar dari diameter transversal
c. Keabnormalan struktur
thorax
d. Contour dada simetris
e. Kulit thorax :
hangat, kering, pucat / tidak, warna merata
f. RR dan ritme
selama 1 menit
Palpasi
:
a. Temperatur kulit
b. Fremitus : vibrasi dada
c. Pengembangan dada
d. Krepitasi
e. Massa
f. Edema
Auskultasi
:
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Hiperventilasi
d. Ronchi
e. Wheezing
f. Lokasi
perubahan suara napas serta kapan saatnya terjadi
G.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
4.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemehan fisik.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
6.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya
pernapasan dan menurunnya intake oral.
7.
Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernapasan.
8.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.
9.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya imunitas.
H.
ANALISA
DATA
NO
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Tidak
efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
|
Setelah dilakukkan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat :
Kriteria hasil :
|
Ø Aaskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi
Ø Kaji / pantau frekuensi pernafasan
catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Ø Kaji pasien untuk posisi yang
aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Ø Observasi karakteristik batuk,
menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki
upaya batuk.
Ø Berikan air hangat.
Kolaborasi
:
Ø Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator
spiriva 1×1 (inhalasi).
|
Ø Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi
mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Ø Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
Ø Peninggian kepala tidak
mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Ø Batuk dapat menetap tetapi tidak
efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
Ø Penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus.
Ø Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan p
|
2
|
Tidak
efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,diharapkan :
Kriteria
hasil :
|
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran
nasal.
Ø Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
nafas seperti krekels, wheezing.
Ø Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Ø Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Ø Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Kolaborasi:
Ø Berikan oksigen tambahan.
Berikan
humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
|
Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
Ø Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas
/ kegagalan pernafasan
Ø Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan
Ø Kongesti alveolar mengakibatkan batuk
sering/iritasi.
Ø Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana
gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas
Ø Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran
sekret.
|
DAFTAR
PUSTAKA
1. Joyce
m. black dan jane hokanson hawks,keperawatan
medical bedah manajemen klinis untuk hasil yang di harapkan edisi 8 buku ke
3 elsever (Singapore)
2. tembayong,jan(2001),
anatomi dan fisiologi untuk keperawatan,penerbit
buku kedokteran, EGC Jakarta
4. Baughman,
Diane.C. et all. 2000. Keperawatan
Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta : EGC
0 komentar:
Post a Comment