Jurnal
manajemen pelayanan kesehatan
* 1. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
CONTRACTING OUT PELAYANAN KESEHATAN: SEBUAH ALTERNATIF SOLUSI KETERBATASAN
KAPASITAS SEKTOR PUBLIK
* 2. ABSTRAK Contracting out merupakan
praktik yang dilakukan pemerintah atauperusahaan swasta untuk mempekerjakan dan
membiayai agen dari luar untukmenyediakan pelayanan tertentu daripada
mengelolanya sendiri. Alasanmengontrakkan adalah bahwa penyedia pelayanan
publik kurang memiliki motivasiuntuk menggunakan sumber daya dengan efisien,
dan bahwa penyedia swasta (ataumandiri) lebih efisien daripada penyedia publik.
Contracting memisahkan denganjelas peran sebagai pembayar atau pembeli dan
peran sebagai penyedia pelayanan,serta mengaitkan pembayaran dengan kinerja
penyedia pelayanan. Menurut teoriekonomi klasik, contracting merangsang
kompetisi di antara penyedia pelayanandalam pasar terkelola, mendorong
kesadaran biaya di antara penyedia maupunpembeli pelayanan, dan memperbaiki
transparansi dalam negosiasi. Penyediapelayanan dipaksa untuk meminimalkan
biaya produksi, serta menyesuaikan harga-harga untuk memenuhi permintaan dan
keperluan pembeli pelayanan. Semua inimemberikan sumbangan ke arah efisiensi. Selain
itu, contracting meningkatkantanggung jawab manajerial desentralisasi, suatu
pergeseran yang akan menghasilkanefisiensi dibandingkan dengan struktur
birokratik lama yang sangat sentralistis, yangtidak peka terhadapimplikasi
biaya dari setiap keputusan alokasi. Sebagaimana model penyediaanpelayanan
kesehatan apapun, pendekatan kontrak bukan merupakan panasea (=obatmujarab bagi
segala penyakit) untuk semua masalah kesehatan. Tetapi sehubungandengan
keterbatasan kapasitas absorbsi di sektor pemerintah, contracting outmerupakan
sebuah alternatif strategi yang pantas dipertimbangkan untukmeningkatkan
cakupan dan kualitas pelayanan di negara-negara berkembang sepertiIndonesia.
Monitoring dan evaluasi merupakan instrumen penting untukmenunjukkan keunggulan
relatif contracting out
* 3. PENGANTAR Sejak dekade 1980-an
terdapat dorongan kebijakan internasional yang kuatuntuk memperkenalkan
mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang dan
mengurangi peran negara. Alasan yang melatari dorongan ituadalah tidak
memadainya sumbersumber daya pemerintah untuk menyediakanpelayanan kesehatan
universal. Selain itu, struktur tipikal di sektor pemerintah ataupublik di
negaranegara berkembang tidak selalu kondusif untuk memperluas akses,meningkatkan
kualitas pelayanan, maupun memastikan efisiensi penggunaan dana.Upaya untuk
memperbaiki kualitas pelayanan publik umumnya gagal karenaterbentur oleh
keterbatasan kapasitas pemerintah, campur tangan politik, sumber dayayang tidak
memadai, kekakuan pemanfaatan tenaga kerja. Sebagai contoh, sebagianbesar
fasilitas kesehatan di Kamboja menunjukkan kinerja yang buruk karenakekurangan
dana, manajemen tidak adekuat, penggunaan sumber daya tidak efisien,dan
motivasi yang buruk di kalangan pegawai negeri. Di sisi lain, sektor
swastaberkembang dengan pesat dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Timbul
minatuntuk memobilisasi sumber-sumber daya sector swasta dalam rangka
memperluasdan meningkatkan skala pelayanan kesehatan (misalnya, Global Fund,
PEPFAR,MDGs). Dengan konteks keterbatasan kapasitas pemerintah di satu pihak
dalammemperluas akses pelayanan kesehatan dan pesatnya perkembangan sektor
swasta dilain pihak, salah satu isu kebijakanreformasi kesehatan yang hangat
dibicarakanakhirakhir ini adalah model penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
disebutcontracting out. Dengan contracting out, pihak pemerintah tidak
menyediakan sendiripelayanan kesehatan, melainkan melakukan kontrak dengan agen
luar yang disebutkontraktor untuk menyediakan barang atau pelayanan kesehatan
kepada penerimapelayanan (beneficiary). Dengan contracting out, pemerintah
dapat memobilisasisumber daya sektor swasta untuk kepentingan tercapainya
tujuan-tujuan kesehatannasional. Secara teoretis contracting out memberikan
sejumlah keuntungan, dengan
* 4. cara mengaitkan pembiayaan pemerintah
dan kinerja penyedia pelayanan dalammemberikan pelayanan. Mengontrakkan
pelayanan sektor publik merupakan praktiklumrah di negara-negara maju.
Pertanyaannya, dapatkah model contracting outditerapkan di negara berkembang
seperti Indonesia untuk menyediakan pelayanankesehatan? Jika ya jawabannya,
untuk kondisi permasalahan dan jenis pelayananbagaimana contracting out tepat
untuk diterapkan? Makalah ini menyajikan definisi contracting, mengupas alasan
rasionalmelakukan contracting, menyajikan jenis pelayanan, serta kemampuannya
untukdikontrakkan, menguraikan sejumlah kasus pengalaman implementasi
contracting dinegaranegara lain, dan mengulas sejumlah isu berkaitan dengan
contractingpelayanan kesehatan.
* 5. DEFINISI Harding dan Preker8
mendefinisikan contracting “a purchasing mechanismused to acquire a specified
service, of a defined quantity, quality, at an agreedonprice, from a specific
provider, for a specified period”. Artinya, contracting adalahsuatu mekanisme
pembelian yang digunakan untuk mendapatkan pelayanan tertentu,dengan kuantitas
dan kualitas tertentu, dan harga yang disepakati, dari suatu penyediapelayanan
tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Berbeda dengan transaksisesaat
antara pembeli dan penjual, istilah “contracting” mengandung arti
sebuahhubungan terus - menerus selama suatu periode, didukung dengan
kesepakatankontrak. Kontrak formal (formal contracting) menyebutkan dengan
eksplisit jenis,kuantitas, dan periode waktu pemberian pelayanan oleh sebuah
penyedia pelayananswasta atas nama pemerintah, disertai aturan pembayaran,
dalam format yangmengikat secara hukum.6 Tetapi menurut Palmer sebagaimana
dikutip Waters, et al.6ada juga kontrak “informal” (informal contracting) yang
berisikan perjanjian implisitantara pemerintah dan agen sektor swasta, biasanya
berdasarkan kepercayaan (trust)dan hubungan jangka panjang.Gambar 1 menyajikan
pola umum contracting pelayanan.
* 6. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan
yang dikontrakkan, contracting dapatdibedakan menjadi (Rosen seperti dikutip
Waters: (1) pelayanan kesehatan; (2)pelayanan penunjang (ancillary services);
dan (3) manajemen. Mills2 membagi duajenis pelayanan yang dikontrakkan: (1)
pelayanan klinis; (2) pelayanan nonklinis.Berdasarkan desain perjanjian kontrak
itu sendiri, contracting dibedakan menjadi,: (1)contracting out; (2)
contracting in; (3) franchising; (4) leasing. Pavignani danColombo10 memberikan
batasan contracting out “the practice of public sector orprivate firms of employing
and financing an outside agent to perform some specifictask rather than
managing it themselves”. Artinya, contracting out adalah praktikyang dilakukan
oleh sektor pemerintah atau perusahaan swasta untuk mempekerjakandan membiayai
agen dari luar untuk melakukan sejumlah tugas-tugas tertentudaripada
mengelolanya sendiri. Liu, mendefinisikan contracting out “theimplementation of
an agreement between the government (purchaser) and providersin which providers
are paid for the provision of defined services to specified targetpopulations
for defined results”. Artinya, contracting out adalah implementasi dari suatu
perjanjian antarapemerintah (pembeli) dan penyedia pelayanan yaitu penyedia
pelayanan dibayaruntuk memberikan pelayanan tertentu kepada populasi sasaran
tertentu dengan hasil –hasil tertentu. Sebagai contoh, pemerintah mengontrakkan
fungsi-fungsi dinaskesehatan seperti pelayanan preventif dasar, atau kampanye
pendidikan kesehatan,kepada organisasi swasta, yang beroperasi di luar
fasilitas pemerintah atau publik.
* 7. Gambar 2 menyajikan desain dan
mekanisme kerja contracting. Perhatikan, karakteristik kunci dalam contracting
adalah adanya pernyataaneksplisit tentang elemen-elemen kontrak yang disepakati
oleh pihak pemberi kontrakdan kontraktor untuk diwujudkan dalam periode waktu
tertentu. Kontraktor memilikitanggung jawab penuh dalam hal manajemen internal
untuk menyediakan pelayanan,baik dalam mengangkat pekerja, memecat pekerja,
menentukan upah dan gaji,maupun mengadakan dan mendistribusikan barang dan
pelayanan. Karakteristikpenting lainnya adalah adanya keterikatan yang jelas
antara pembayaran (payment)dan kinerja (performance) pemberi pelayanan3, yang
didukung oleh sistemmonitoring dan evaluasi (M&E). Indikator kinerja
mencakup akses, efisiensi,kualitas, dan keadilan, yang ditunjukkan oleh
kontraktor, tercantum dalam perjanjiankontrak. Dengan demikian, M&E
merupakan instrumen yang sangat vital dalamcontracting out. Pavignani dan
Colombo10 mendefinsikan contracting in “a subdivision of theparent organization
(such as a hospital, a number of doctors, etc) subcontracted forthe provision
of goods or services”. Artinya, contracting in adalah melakukansubkontrak
kepada sebuah divisi yang berada di bawah struktur organisasi yangbersangkutan
(misalnya sebuah rumah sakit, sejumlah doktor, dan sebagainya) untuk
* 8. menyediakan barang atau pelayanan.
Dengan kata lain, kontraktor dalam contractingin adalah bagian atau divisi dari
organisasi itu sendiri. Sebagai contoh, sebuah rumahsakit pemerintah mengontrak
sebuah organisasi swasta untuk menyediakanprosedurprosedur rutin (pelayanan
laboratorium), atau pelayanan spesialistik(radiologi) di dalam rumah sakit,
untuk melengkapi pelayanan yang dilakukan olehrumah sakit sendiri. Tetapi
contracting in bias juga berarti memasukkan manajemenswasta dari luar untuk
menjalankan pelayanan pemerintah. Sebagai contoh, sebuahrumah sakit menyewa
perusahaan swasta untuk menjalankan pekerjaan kebersihandan penyediaan makanan
(catering) di dalam fasilitas rumah sakit tersebut. Franchising adalah suatu
bentuk contracting yaitu pemerintah memberikanhak kepada kontraktor (hak
tersebut bisa eksklusif atau noneksklusif), untukmemberikan pelayananpelayanan
tertentu yang akan dibayar oleh pasien dari suatupopulasi.9 Leasing adalah bentuk
contracting yaitu pemerintah mengadakan fasilitasatau peralatan dari sumber
luar berdasarkan persetujuan sewa, bukan memilikifasilitas atau peralatan
itu.MENGAPA CONTRACTING OUT? Terdapat sejumlah alasan teoretis untuk melakukan
contracting out. Pertama,contracting out memisahkan dengan jelas peran sebagai
pembayar atau pembeli danperan sebagai penyedia pelayanan, serta mengaitkan
pembayaran dengan kinerjapenyedia pelayanan. Di banyak negara berkembang, yang
selama ini kerap terjadiadalah sebagian besar fasilitasfasilitas kesehatan
khususnya rumah sakit pemerintah,dibiayai melalui alokasi anggaran (disebut
global budget) yang tidak secara langsungberhubungan dengan jumlah maupun
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.Meskipun fasilitas-fasilitas itu
diawasi departemen kesehatan, tetapi biasanya bersifatsangat umum, normatif,
dan tidak efektif. Hukuman terhadap kinerja burukmerupakan kejadian langka.
Akibatnya, staf di sektor pemerintah tidakberkepentingan untuk menunjukkan
kinerja yang baik. Model contracting outmembedakan dengan jelas peran pihak
pembayar dan penyedia pelayanan, sehingga
* 9. tanggung jawab dan akuntabilitas
manajerial di pihak pemberi pelayanan maupun dipihak pembayar akan meningkat.
Desentralisasi pengambilan keputusan membuatpara penyedia pelayanan kesehatan
lebih leluasa untuk membuat keputusan alokasiyang lebih efisien daripada yang
dihasilkan melalui birokrasi yang sangat sentralistisdan kurang peka terhadap
implikasi biaya dari keputusankeputusan alokasi.Keterikatan pembayaran dengan
kinerja membuat penyedia pelayanan kesehatanbekerja dengan lebih keras. Dengan
cara demikian, contracting out mendorongterjadinya efisiensi alokatif, yaitu
situasi yang input ataupun output digunakan sebaikmungkin dalam ekonomi
sedemikian sehingga tidak mungkin lagi dicapaipertambahan output ataupun
kesejahteraan yang lebih baik. Kedua, contracting outmemaparkan para penyedia
pelayanan kepada pasar kompetitif. Struktur pasarmemberikan pengaruh besar
terhadap perilaku penyedia pelayanan. Menurut teoriekonomi klasik, kompetisi
menimbulkan tekanan kepada pemberi pelayananpemerintah maupun swasta untuk
meningkatkan kinerja, baik dalam pelayananmaupun harga. Kompetisi memaksa
pemberi pelayanan untuk menyesuaikan harga(disebut price taking, bukannya price
setting seperti dalam situasi monopoli), sesuaidengan permintaan dan kebutuhan
pembeli pelayanan. Hubungan kontraktual dalamcontracting out mendorong para
manajer penyedia maupun pembeli pelayanan untuksadar terhadap biaya tinggi.
Tanpa menurunkan kualitas yang sudah disepakati dalamperjanjian kontrak, para
manajer akan berusaha meminimalkan biaya produksi.Dalam pasar kompetitif
sempurna, bidding kompetitif akan menghasilkan tingkatharga yang secara social
optimum, artinya optimum dari perspektif masyarakatkeseluruhan. Contoh,
penelitian Keeler, seperti dikutip Waters dan Hussey14menunjukkan, harga
pelayanan medik rumah sakit lebih murah di California, sebabtingkat konsentrasi
rumah sakit di California lebih rendah daripada negara bagianlainnya.Salah satu
cara penyedia pelayanan meminimalkan biaya produksi adalahmengadopsi teknologi
inovatif. Gambar 3 menyajikan perubahan biaya produksi
* 10. sebagai implikasi penerapan teknologi
inovatif, dengan asumsi tidak ada perubahankualitas pelayanan. Gambar 3A
menunjukkan keadaan yang adopsi teknologimenurunkan biaya produksi, sehingga
barang atau pelayanan yang dihasilkan menjadilebih murah. Sebaliknya, Gambar 3B
menunjukkan keadaan yang adopsi teknologimembuat produk menjadi lebih mahal
tanpa meningkatkan kualitas. Manajer penyedia pelayanan tentu memilih teknologi
yang menurunkan,bukannya meningkatkan ongkos produksi, untuk menghasilkan
tingkat output yangsama. Dengan demikian, contracting out mendorong terjadinya
efisiensi teknis, yaitukeadaan yang kuantitas output tertentu diproduksi dengan
kombinasi biaya terendah.Implikasi dari efisiensi teknis di tingkat mikro,
contracting out dalam lingkunganpasar kompetitif membawa kepada alokasi sumber
daya yang lebih efisien daripadayang dapat diharapkan dari ekonomi terpimpin
(command economy) ataupun solusinonpasar di tingkat makro. Di sisi lain,
contracting juga menumbuhkan pasar danmerangsang kompetisi.
* 11. Ketiga, contracting out mendorong
perencanaan yang lebih baik, di pihakpembayar/ pembeli pelayanan maupun
kontraktor penyedia pelayanan. Sebab dengancontracting, kuantitas pelayanan,
kualitas pelayanan, daya tanggap (responsiveness),populasi sasaran pelayanan,
kebutuhan kesehatan, dan berbagai isu lainnya, perludiidentifikasi dengan
jelas. Baik pemberi kontrak maupun kontraktor memfokuskankepada pencapaian
hasil-hasil yang terukur dengan objektif. Implikasinya, pemberikontrak maupun
kontraktor terdorong untuk membuat perencanaan dengan lebih baik. Keempat,
contracting out mengurangi kerepotan pemerintah dalam pemberianpelayanan,
sehingga pemerintah dapat lebih memfokuskan kepada peran pentingstewardship,
seperti perencanaan, penetapan standar mutu, regulasi, dan
pembiayaan.Pemerintah dapat memanfaatkan contracting out untuk penyediaan
pelayanankelompok masyarakat rawan di daerah-daerah yang kurang atau tidak
mendapatkanpelayanan (unserved atau underserved). Dengan demikian memperbaiki
keadilanakses pelayanan. Kelima, contracting membantu pemerintah
mengatasiketerbatasan“absorptive capacity” Victora mendefinisikan kapasitas
absorpsi, “thedegree to which additional funds can be effectively spent”.
Artinya, kapasitasabsorpsi adalah derajatkemampuan membelanjakan tambahan dana
dengan efektif. Asumsi yang digunakanlembaga donor, aliran bantuan luar negeri
memberikan dampak positif terhadap lajupertumbuhan negara resipien. Demikian
pula Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium(MDGs) mengasumsikan, tujuan-tujuan
pembangunan kesehatan dapat dicapaidengan lebih cepat jika skala intervensi
kesehatan ditingkatkan (scaling-up).20 Tetapibenarkah demikian? Temuan
kontroversial akhir-akhir ini menunjukkan, efektivitasbantuan luar negeri
terhadap pertumbuhan tergantung kualitas institusi dan kebijakanNegara penerima
donor.21 Sebagaimana disajikan Gambar 4, sampai pada titiksaturasi tertentu,
“aid saturation point”, yaitu sekitar 15% - 45% dari PDB, manfaatmarginal dari
pertambahan aliran bantuan akan menjadi negatif!20 Menurut deRenzio20, makin
besar dan cepat peningkatan aliran bantuan, makin cepat pula terjadidampak
marginal yang makin menurun (diminishing return), dan makin cepat terjadi
* 12. saturasi (kejenuhan), sebab “hujan
bantuan” akan membuat sistem berada di bawahtekanan alias “kewalahan” atau
“kedodoran”.De Renzio20 menyebut sejumlah kemungkinan factor penyebab keterbatasankapasitas
absorpsi: (1)hambatan makroekonomi (misalnya, “Dutch Disease Effect”); (2)
hambataninstitusional dan kebijakan; (3) Hambatan teknis dan manajerial; (4)
Hambatan yangditimbulkan oleh perilaku donor. Contoh hambatan teknis dan
manajerial, Oliviera-Cruz mengatakan, kapasitas absorpsi berhubungan erat
dengan beberapa isuinstitusional dan administratif, seperti bertele-telenya
(over-cumbersome) aturan,regulasi, dan prosedur, rendahnya kemampuan dan
motivasi staf, larangan rekrutmen(kekakuan penggunaan tenaga kerja), kontrak
yang tidak memungkinkan pemecatanstaf, dan rendahnya komitmen manajer.
Pertanyaannya, apakah karena efektivitaspenggunaan dana menjadi negatif setelah
titik saturasi, lalu aliran sumber daya perludikurangi atau distop? Vademoortele
dan Roy23 tidak berpendapat demikian.Penyerapan dana yang tidak memadai memang
mengakibatkan inefisiensi. Tetapi,kapasitas absorpsi, seperti disebutkan di
muka, dipengaruhi oleh banyak faktor dantidak bersifat tetap, bisa berubah
dalam jangka pendek. Reformasi struktural dan
* 13. peningkatan kapasitas institusi yang
dibutuhkan untuk memperbaiki manajemen danmelawan korupsi, yang diperlukan
untuk memperbaiki kapasitas absorpsi, semuanyamembutuhkan uang ekstra.
Ketidakmemadaian penyerapan dan inefisiensi bukanmerupakan keadaan yang berdiri
sendiri, melainkan sangat saling tergantung.Artinya, hambatan kapasitas
absorpsi terjadi juga karena kurangnya dana. Jadi,tambahan sumber daya
merupakan prasyarat untuk mengurangi keterbatasankapasitas absorbsi, bukan
sebaliknya, kapasitas absorpsi dapat ditingkatkan denganmengurangi sumber
daya.JENIS PELAYANAN DAN TINGKAT KEMAMPUANNYA UNTUKDIKONTRAKKANMenjawab
pertanyaan di awal artikel ini tentang dapatkah model contracting outditerapkan
di Negara berkembang seperti Indonesia untuk menyediakan pelayanankesehatan,
dan jika ya, untuk kondisi permasalahan dan jenis pelayanan
bagaimanacontracting out tepat untuk diterapkan. Berikut disajikan Tabel 1
tentang jenispelayanan dan kemampuannya untuk dikontrakkan.
* 14. PENGALAMAN CONTRACTING DI NEGARA
LAINMengontrakkan pelayanan kesehatan merupakan hal lumrah di negara-negara
maju,misalnya AS, Finlandia, Kanada, Belanda, dan Inggris. Sebagai contoh,
sejak 1948National Health Service (NHS) di Inggris telah melakukan negosiasi,
merumuskandan membuat perjanjian kontrak dengan General Practitioners (GP)
sebagaikontraktor independen, untuk memberikan pelayanan kesehatan primer.24
Demikianpula pendekatan kontrak pelayanan kesehatan merupakan model yang
lumrahdilakukan dalam sistem managed care di AS . Dalam 15 tahun terakhir,
contracting
* 15. pelayanan kesehatan mulai dilakukan
di sejumlah Negara berpendapatan menengahmaupun rendah. Sebagai contoh, Senegal
dan Madagascar mengontrak NGO untukmemberikan program pelayanan gizi komunitas
dalam skala besar di daerah sangatmiskin perkotaan maupun pedesaan yang tidak
mendapatkan pelayanan kesehatanpemerintah maupun swasta. Kedua proyek bertujuan
memperbaiki keadilan aksespelayanan, dengan fokus pemberian pelayanan untuk
populasi rawan, seperti anak-anak, wanita hamil, dan wanita menyusui. Di
Senegal dan Madagascar, NGO localdikontrak melalui tender, dengan kriteria
eligibilitas yang jelas. Proses biddingmencakup tiga area: (1) Pelaksanaan
keseluruhan proyek; (2) Seleksi NGO/ GIE yangakan melakukan supervisi; (3)
Seleksi pekerja gizi komunitas (Community NutriitionWorkers, CNW). Di Senegal,
Agetip ditunjuk melalui tender nonkompetitif sebagaipelaksana proyek
keseluruhan atas nama pemerintah. Di Madagascar, sebuah unitproyek dibentuk oleh
pemerintah dengan nama Secaline sebagai pelaksana proyekkeseluruhan. Kontrak
yang diberikan kepada NGO dan GIE menyebutkan denganeksplisit pekerjaan yang
harus dilakukan dan kinerja yang diharapkan. Untukmemonitor kualitas pelayanan
dibangun sistem informasi manajemen yang sederhanatetapi efektif, dengan
indikator monitoring antara lain: (1) persen anak yangditimbang setiap bulan di
antara kohor penerima pelayanan; (2) persen wanita yangmenghadiri tes mingguan
pendidikan kesehatan dan gizi. Tabel 2 menyajikan, jenispelayanan yang
dikontrakkan tidak hanya pelayanan kesehatan tetapi jugamanajemen, supervisi,
pelatihan, dan riset. Di Senegal, pelayanan nutrisidikontrakkan kepada
Groupement d’Interet Economique (GIE), Tiap-tiap GIE terdiridari empat kawula
muda, biasanya tidak memiliki pekerjaan, tinggal di lingkungankomunitas
sasaran. Di Madagaskar, pelayanan nutrisi dikontrakkan kepada CNW,biasanya
seorang wanita dari desa sasaran, yang dilatih oleh staf proyek (diMadagaskar),
konsultan lokal atau lembaga pelatihan lokal (di Senegal).
* 16. Menurut Marek contracting out di
Senegal dan Madagaskar berhasil menurunkanmalnutrisi dan memanfaatkan
keterlibatan masyarakat. Kedua proyek membuktikanbahwa pelayanan gizi preventif
dapat dikontrakkan kepada tenaga kerja nonspesialis.Tulis Marek, tentang
faktor-faktor yang melatari keberhasilan proyek contracting outdi kedua negara
tersebut, “In many African countries, competition for serviceproviders exists,
especially in urban areas where unemployment rates are high, andthe unemployed
are often highly educated and can put their skills to the service of
thecommunity if they are given a chance. In Madagsacar, for example, 40% of
medicaldoctors are unemployed. This untapped pool of human resources, as well
as localassociations, institutions, and traditional NGOs, can be mobilized and
organized if therules of the game are clear, understood, and transparent”.
Marek et al.,25menyimpulkan, meskipun pendekatan kontrak bukan merupakan
panasea (=obatmujarab bagi segala penyakit) untuk memecahkan masalah nutrisi
yang dihadapi
* 17. Afrika, pendekatan tersebut
memberikan alternatif yang perlu dipertimbangkan untukmeningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan. Bagaimanapun, klaim keberhasilanproyek di Senegal dan
Madagascar tersebut harus ditanggapi dengan kritis, sebabsecara metodologis
kesimpulan tersebut ditarik berdasarkan survei cross-sectionaltanpa kontrol. Di
bagian Afrika lainnya, Mills et al . sebagaimana dikutip Waters etal.6
membandingkan biaya dan kualitas di dua rumah sakit pemerintah dan dua
rumahsakit misi di pedalaman yang menerima hibah jumlah besar dari
pemerintah.Eksperimen terkontrol menunjukkan, kedua rumah sakit misi memberikan
pelayanandengan kualitas serupa dengan rumah sakit pemerintah, tetapi dengan
unit cost yangjauh lebih rendah. Artinya, rumah sakit misi yang dikontrak
pemerintah bekerjadengan lebih efisien. Di Asia Tenggara, pada tahun 1999
Departemen Kesehatan diKamboja melakukan contracting out dan contracting in
dengan NGO dan perusahaanswasta nirlaba untuk memberikan paket pelayanan
kesehatan esensial di 12 rumahsakit distrik, menggunakan desain eksperimen
random.1,5,6 Pemberi pelayananswasta dipilih melalui bidding kompetitif
berdasarkan proposal teknis dan proposalkeuangan, dan dibayar per kapita yang
diliput sesuai harga bidding. Bukti awalmenunjukkan, pelayanan yang
dikontrakkan menghasilkan cakupan antenatal,cakupan imunisasi, penggunaan
pelayanan kesehatan, dan kualitas pelayanan, yanglebih tinggi, serta biaya
out-of-pocket yang lebih rendah daripada pelayananpemerintah. Di Amerika
Tengah, pemerintah El Salvador dan Guatemala melakukaneksperimen,
menandatangani kontrak dengan NGO dan organisasi swasta sukarela(Private
Voluntary Organizaion, PVO) untuk penyediaan pelayanan kesehatan primerdi
daerah dengan cakupan pelayanan kesehatan formal rendah.6 Di El
Salvador,Project Management Unit (PMU) membuat kontrak atas nama pemerintah dan
BankPembangunan dengan NGO untuk penyediaan pelayanan kesehatan primer.
Sebuahlembaga riset independen, PHRplus, melakukan evaluasi apakah contracting
outmemberikan pelayanan lebih banyak dan berkualitas untuk dana yang
dikeluarkan.17Temuan evaluasi menunjukkan,
* 18. NGO memberikan pelayanan lebih
banyak, tetapi dengan biaya lebih banyak pula.Selain itu ditemukan kelemahan
M&E “internal” oleh kontraktor dan keenggananpemerintah untuk
mempertahankan model. Project Management Unit (PMU) tidakmenganalisis data yang
diperoleh dari NGO, dan pembayaran dilakukan otomatistanpa mengaitkan dengan
kinerja. Kesimpulannya, M&E perlu diperbaiki jika modelcontracting out akan
diteruskan. Dana Asuransi Sosial Costa Rica (CCSS) membelipelayanan kesehatan
primer dari Koperasi Costa Rica, disebut COOPESALUD.26Abramson26 menganalisis
M&E yang dilakukan CCSS. Temuantemuan Abramsonmenunjukkan, data M&E
yang dikumpulkan CCSS tidak mampu memberikan kepadapembeli pelayanan informasi
yang langsung berkaitan dengan tujuan kontrak maupunkinerja kontraktor.
Indikator dalam kontrak tidak mengukur hasil secara kuantitatif.Abramson26
menyimpulkan, M&E yang dilakukan CCSS superfisial, didasarkanpada cakupan
populasi, bukan pada efektivitas dan kualitas perlakuan, maupunefisiensi
penggunaan sumber daya. Di Republik Dominika, tahun 1999 tiga buahdirektorat
kesehatan provinsi mengontrak NGO untuk mendistribusikan alatkontrasepsi,
melakukan program kampanye pendidikan keluarga berencana, danmelatih petugas
kesehatan dalam kesehatan reproduksi. Mengontrakkan fungsipelatihan petugas
kesehatan kepada NGO terbukti efektif. Sebuah perusahaan swastayang didanai oleh
USAID melakukan supervisi terhadap kontrak, atas namapemerintah.1BEBERAPA ISU
DALAM CONTRACTINGPengalaman penerapan contracting out di negara-negera
berkembang beragam. Parakritikus mencatat beberapa masalah berkaitan dengan
contracting out6,10,14,27: (1)biaya transaksi; (2) kapasitas pemerintah; (3)
kapasitas pemberi pelayanan; (4)kompleksitas penentuan harga; (5) monitoring
dan evaluasi (M&E). Pertama,menurut teori, dengan adanya kompetisi,
penyedia pelayanan akan berusahameminimalkan biaya produksi, sehingga mendorong
terjadinya efisiensi teknis.
* 19. Tetapi jika terjadi biaya transaksi
yang tinggi, berkaitan dengan desain, penulisan,negosiasi, implementasi,
M&E kontrak, ataupun penyelesaianmasalah perselisihan, maka pemerintah
tidak dapat memperoleh efisiensi yangdiharapkan dari contracting. Kedua,
M&E merupakan instrumen vital dalamcontracting. Jika pemerintah tidak
mengalokasikan sumber daya yang cukup untukM&E terhadap kinerja kontraktor,
pemerintah tidak akan dapat menegakkan kontrakdengan efektif, dan tidak
memperoleh hasil strategis yang diharapkan. Sebagaicontoh, pelaksanaan
contracting out pelayanan preventif di Senegal dan Madagaskar,menganggarkan
13%-17% dari anggaran total proyek untuk membiayai monitoringdan evaluasi.25
Ketiga, jika jumlah penyedia pelayanan sedikit, maka sifat kompetisiterbatas.
Keterbatasan kompetisi bisa terjadi karena faktor politis, ekonomi,
danmanajerial. Sebagai contoh, biaya modal (startup cost) yang besar untuk
memenuhikebutuhan pelayanan sesuai perjanjian kontrak, kualifikasi pendidikan
tinggi yangdibutuhkan dari petugas kesehatan profesional, dan lisensi regulasi,
merupakan barierpendatang baru untuk memasuki maupun keluar dari pasar
kompetitif. Implikasi darirendahnya kompetisi, kontrak akan diberikan kepada penyedia
pelayanan yangsuboptimal, dan penyedia pelayanan menggunakan kekuatan
monopolinya untukmendapatkan harga yang lebih tinggi daripada jika terdapat
sejumlah kompetitor.Keempat, hubungan kontraktual biasanya bersifat jangka
panjang agar biaya transaksidapatditekan rendah. Akibat yang tidak diharapkan,
pemberi pelayanan dapat menunjukkanperilaku oportunistik (“aji mumpung”),
misalnya, pilih-pilih pasien (disebut adverseselection), atau mengendorkan
semangat untuk berkinerja efisien. Kontrak jangkapanjang juga berarti mengunci
danadana publik hanya untuk suatu penggunaantertentu, dan membatasi
fleksibilitas realokasi untuk keperluan lain pada keadaantidak terduga
(misalnya, terjadinya epidemi, bencana alam), sehingga mempengaruhiefisiensi
dan keadilan alokasi sumber daya. Kelima, di banyak negara berkembang,pemberi
kontrak tidak memiliki informasi yang cukup tentang unit cost, volumekerja, dan
biaya total pelayanan yang akan dikontrakkan.14 Jika pemerintah menaksir
* 20. terlalu tinggi kebutuhan sumber daya
yang diperlukan untuk menyediakan suatupelayanan, maka pemerintah akan terlalu
tinggi membayar kontraktor, dengandemikian membuang-buang sumber daya. Jadi
diperlukan studi biaya sebelumperjanjian kontrak pelayanan. Keenam, dalam
contracting pelayanan bukan tidakmungkin terjadi hubungan yang tidak diinginkan
atau “kolusi” antara pembeli danpenyedia pelayanan, tipikal di negara-negara
berkembang dengan tingkat korupsitinggi.3KESIMPULANContracting out merupakan
praktik yang dilakukan pemerintah atau perusahaanswasta untuk mempekerjakan dan
membiayai agen dari luar untuk enyediakanpelayanan tertentu daripada
mengelolanya sendiri. Dengan menggunakan paradigmapasar terkelola (managed
market), secara teoretis mengontrakkan pelayanan publikkepada penyedia swasta
membawa kepada efisiensi yang lebih baik daripadadilakukan sendiri oleh
pemerintah. Sebab contracting memisahkan dengan jelas peransebagai pembayar/
pembeli dan peran sebagai penyedia pelayanan, serta mengaitkanpembayaran dengan
kinerja penyedia pelayanan. Penawaran kompetitif akanmemaksa pemberi pelayanan
untuk meminimalkan biaya dalam memproduksipelayanan dengan kualitas yang sudah
ditetapkan. Pemerintah dapat memanfaatkanmodel contracting out untuk penyediaan
pelayanan kesehatan populasi rawan,khususnya yang bertempat tinggal di daerah
terpencil, dengan demikian memperbaikikeadilan akses pelayanan. Sebagaimana
model penyediaan pelayanan kesehatanapapun, pendekatan kontrak memangukan
merupakan panasea (=obat mujarab bagi segala penyakit) untuk semua masalahkesehatan.
Tetapi fakta keterbatasan kapasitas absorpsi pemerintah di banyak
negaraberkembang dan tersedianya teori yang kuat, merupakan alasan yang
rasional untukmempertimbangkan pendekatan tersebut sebagai sebuah model
alternatif untukmeningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan. Mengontrakkan
penyediaan jenispelayanan tertentu, misalnya pelayanan nonklinis atau pelayanan
klinis yang tunggal
* 21. dan sederhana, merupakan opsi yang
feasible untuk penerapan tahap awal contractingout. Monitoring dan evaluasi
merupakan instrumen penting untuk menunjukkankeunggulan relatif contracting
out.
0 komentar:
Post a Comment